Furong POV
kutatap diriku di dalam cermin,wajahku memancarkan senyum cerah yang luar biasa bersinarnya, dalam ingatanku masih dapat kudengar jelas pantulan suara Mingli yang terus berulang-ulang.
"Pangeran ke-enam . . . Milikmu . . . Milikmu"
Aku tersenyum lagi menatap diriku yang ada di dalam cermin, senyum ku kembali pudar ketika niang datang bersama seorang wanita seumurannya yang membawa pengukur.
"Furong!" Teriak niang memanggil dari luar.
"Iya" jawabku segera menuju ruang depan kamarku.
Niang membawa wanita tukang jahit itu masuk, niang menuangkan teh untuknya lalu menghadapku yang baru saja tiba di ruangan depan. Tanpa aba-aba lagi si tukang jahit itu menatapku sebentar kemudian mengukur tubuhku, mereka datang mengambil ukuran tubuhku untuk dibuatkan baju pernikahan, aku tak suka hal ini selama bukan utusan dari Mingli pangeranku, aku tak sudi. Sepanjang pengukuran diriku selalu memasang wajah masam dan tak suka.
Akhirnya, pengukuran yang melelahkan itu berakhir tak menyenangkan, penjahit tersebut bercucuran keringat kelelahan melayani kelakuanku yang tak bersahabat. Niang menarikku kesamping sebentar mempertanyakan ketidak bersahabatanku.
"Apa-apaan kau Furong? Kenapa kau berlaku begini pada tukang jahit?"
"Tak ada apa-apanya, aku hanya sedang tak ingin di ganggu niang" ucapku beralasan.
Niang mengeluarkan sekantong uang dari dalam saku bajunya diberikannya padaku.
"Pergilah, bawa Yutang menemanimu membeli perhiasan pernikahan"
"Baiklah" ujarku sedikit terhibur
Aku bersama Yutang pun pergi ke kota berbelanja di dalam toko perhiasan. Kulihat tusuk konde-tusuk konde yang berada di depanku, aku mencobanya satu persatu.
"Nona, beli saja semuanya cocok denganmu" ujar Yutang memanasiku berbelanja.
"Baiklah, Yutang bayar!" Seruku berusaha terlihat seperti seorang majikan.
Kemudian kami menuju toko perlatan wajah, aku mencoba bedak merahnya dipipiku.
"Cantik sekali fujin-ku" puji sebuah suara familiar yang sangat ku kenal.
Aku menoleh mendapati pangeranku tengah berdiri di depan toko bedak, Mingli mendekati aku menatap bayangan diriku di dalam cermin lalu menepuk pundakku seraya tersenyum manis.
"Fujin-ku wanita tercantik didunia ini! Pada saat pernikahan nanti kau berjanjilah kau harus berdandan cantik untukku"
Aku tersipu malu mendengarkan omongannya hanya bisa berpaling malu darinya, Mingli tertawa terbahak akan aksiku lalu dia pamit pulang padaku. Baru saja kami akan keluar dari toko tersebut kini aku berpapasan lagi dengan Albert, tatapan kami bertu tapi aku tak menyukainya, aku bersikap dingin padanya. Aku berhenti ditempat tubuhku menjadi kaku mungkin inilah tanda-tanda dari tubuhku bahwa aku tak menyukai orang dihadapanku.
"Baru membeli perlengkapan hias diri?" Tanyanya melihat bedak-bedak dalam bungkusan tangan Yutang.
Aku tak menjawabnya hanya berdiam diri tak berbuat apapun, dia menghampiri si penjual meminta dua kali lipat baramg yang kupesan setelah dibayarnya, dia memberikan semuanya padaku.
"Ini untukmu, sebentar lagi aku akan menepati janjiku padamu jadi bersabarlah"
Aku mengamgguk tak mau berpanjang lebar berbicara padanya, dia pergi menjauh dan akupun mengajak Yutang pergi dari tempat tak menyenangkan ini
------
Albert POV
Ruangan itu dipenuhi banyak orang, meja panjang itu diduduki banyak kalangan atas Da Qing ini, semua adalah para sasaran empuk ku yang penurut. Aku kini duduk di posisi utama meja tersrbut berdiskusi dengan kambing-kambing lezatku. Sebentar lagi kan aku sampaikan pembatalan perjanjian pada mereka.
"Jadi bagaimana menurutmu tuan beile?" Tanya Yangyong yang sukses membuat lamunanku buyar.
"Ada berita penting yang harus ku sampaikan" kataku setenang mungkin.
"Katakanlah!" Seru Yangyong tanpa basa-basi lagi.
"Aku ingin mundur dari semua ini. Well, undur diri dari penghianatan ini"
Wajah Fucha Yangyong berubah geram, dia mengepalkan kedua tangannya marah. Yangyong menggebrak meja keras wajahnya semerah-merahnya.
"Apa maksudmu?! Kau pikir kami bisa disingkirkan begitu saja? Dasar orang asing!"
"Meskipun aku mengundurkan diri, kalian tak akan dirugikan"
"Apa katamu?! Mana mungkin kalian memberi apapun secara cuma-cuma"
Ku keluarkan sepuncuk surat perjanjian lalu mengopernya ke Yangyong.
"Kalau kau bersedia membatalkan perjanjian antara kita maka semua persenjataan akan kuberikan secara cuma-cuma"
"Benarkah?" Tanya lelaki licikitu setengah curiga.
"Benar. Aku juga membawa surat perjanjiannya" ku keluarkan sebuah kertas bertulisan bahasa Inggris dan Mandarin.
Yangyong meraih surat tersebut, dibacanya pelan-pelan lalu mengangguk pelan. Diambilnya kuas lalu menyapukan tanda tangannya ke permukaan tak ternodai itu. Aku mengambil kertas tersebut dari tangan pak tua licik itu, hal yang sama ku lakukanberulang menandatangani surat perjanjian itu. Lelaki tua itu tersenyum berjabat tangan padaku.
"Satu masalah telah selesai" batinku lega.
To be continue

KAMU SEDANG MEMBACA
Only Last
Romantikaaku Chen Furong, di usiaku yang ke 17 tahun ini, segalanya berubah. aku menyamar menjadi laki-laki dan berkenalan dengan Aisin Gioro Mingguo, putera mahkota dinasti Qing. kami menjalin hubungan persahabatan dan dia, tentu saja tak tahu aku perempuan...