Chapter 12

4.9K 404 1
                                    

Kami duduk di tepi sungai, Mingli berada di depanku. Dia masih giat menghiburku, dia mengeluarkan sapu tangannya mengelap air mataku. Kebaikan hatinya menyentuh hatiku, dia menbuat hatiku menghangat.

“te . . .terima kasih . . . “ aku menangis teharu atas perlakuannya padaku.

“tak masalah, sekarang bisakah kau ceritakan masalahmu padaku?” Mingli mengelus tanganku berusaha menguatkanku.

Aku menghela nafas  sebentar lalu memulai pembicaraan.

“jie-jie . . .jie-jie-ku, ditangkap para bandit  . . . aku … aku ingin menyelamatkannya”

“tenanglah, aku akan menbantumu. Nanti setelah sampai di TianJing aku akan meminjam beberapa prajurit dan kita akan menolong jie-jie-mu. Nona Fuxin”

“anu . . . pangeran ke-6 . . . sebenarnya namaku bukan Fuxin . . namaku . . .Chen Furong” ujarku salah tingkah.

“Chen Furong? Bunga teratai? . . . hmm, nama yang bagus. Tunggu, berarti kau juga anak perempuan jendral Chen?” Mingli menatapku tak berkedip.

“ya . . aku puteri bungsunya . . jie-jieku bernama Chen Xiufeng” ujarku takut-takut.

Wajah Mingli berubah senang, senyumnya secerah cuaca hari ini.

“apa maksudnya? Kenapa dia tersenyum?! Apa dia sedang menambah garam diatas lukaku?” batinku dalam hati.

Aku tersinggung dibuatnya, kutatap dia tajam.

“apa maksudmu? Kenapa kau tersenyum senang?”

“ah itu . . .aku . . eh? Merasa geli!, kakakku yang menyukai Xiufeng sama sekali tak mendapati kemiripan kalian” mata Mingli berputar-putar seperti mencari alasan.

Aku menelan ludah, pekataannya membuat hatiku pahit, aku berusaha mengalihkan perhatianku, aku menunduk menatap kedua tanganku. Tangan kiriku masih berada dalam genggaman Mingli, buru-buru kulepaskan tanganku dan menjauh darinya.

“pangeran ke-6, ayo kita bergegas pergi . . .” aku memungguninya.

“Furong, lebih baik kau memanggilku Mingli akan lebih leluasa”

“baik . . .Mingli”

Kuda yang kutunggani dari rumah sudah menghilang tanpa jejak, akhirnya terpaksa aku sekuda berdua dengan Mingli. Aku berada didepannya dan Mingli sendiri memegani tali kekangnya, dia seperti memelukku dari belakang. Aku sedikit gugup dan pipiku merah padam. Alu dapat merasakan detak jantungnya tak karuan sama sepertiku.

Kami berada dalam posisi seperti ini cukup lama, setengah hari, kami baru tiba di Tianjing. Kami berhenti tepat disamping barak kuda penginapan yang bernama “Lu feng Lou”. Mingli menolongku turun dari kuda, aku agak kesusahan karena pakaian perempuan ini. Susah payah aku turun dari pundak kuda disusul Mingli dengan sekali hempasan dia sudah sampai di tanah. Kami lalu bersama-sama memasuki penginapan “Lu Feng Lou“.

Mingli ingin memesan 2 kamar, tetapi pelayan mengatakan Cuma tersisa satu ruangan. Mau tak mau salah seorang dari kami harus tidur di tempat lain.

“kalau begitu, Furong kau tinggalah disini, aku akan mencari tempat lain” Mingli bersikap bijak

“Tidak . . jangan . . .” aku menarik lengan bajunya. “aku tak mau di tinggal sendiri di tempat tak kukenal”

Mingli berbalik padaku, dia mengelus kepalaku pelan dan tersenyum padaku.

“tenanglah aku tak akan meninggalkanmu, aku hanya akan pergi ke kediaman kepala komandan disini”

“tunggulah aku. Aku tak suka badanku lengket”

Mingli mengangguk pelan, lalu mengajakku naik ke kamar. Kubuka pintu kamar itu, didalamnya sangat rapid an bersih, ada meja dan sepasang kursi dari kayu plum, tempat tidur, dan sekat untuk mandi. Aku menyuruh Mingli duduk dikursi dan menuangkan secangkir the padanya. Aku menyuruh Mingli menunggu dikursi itu selagi aku mandi, dia mengangguk pelan seraya menyicipi tehnya.

------

Aku melepaskan seluruh pakaianku, kucelupkan seluruh tubuhku ke dalam bak mandi kayu itu. Aku merasa nyaman dan tenang, kugosok tanganku pelan dan kuangkat tanganku menatap langit-langit ruangan, aku mulai terhanyut dalam pikiranku sendiri. Teringat olehku saat-saat Mingli memelukku, saat dia menghiburku, tanpa sadar aku tersenyum senang, untuk beberapa saat aku menbiarkan diriku menghapus keberadaan Mingguo dalam hatiku dan mengisi Mingli kedalamnya. Kuedarkan pandanganku menatap sekat pembatas itu, samar-samar aku dapat melihat sosok punggung Mingli yang sedang duduk menyeruput teanya, aku memanggilnya.

“Mingli apa kau masih ada di sana?”

“Ya . . . aku akan menunggumu . . . “ suaranya terdengar nyaring.

Tak kusangka Mingli memiliki sisi lembut yang tak pernah kusadari. Sikapnya sekarang jauh berbeda dari sosok pangeran ke-6 yang kutemui kemarin, sosok itu dingin dan anti-sosial. Aku lebih menyukai sosoknya sekarang, lembut dan perhatian. Aku berdiri dan keluar dari bak mandi

reader, sori ya menunggu. .. saya sedang mengidap penyakit lupa hari, begitulah kalau sudah lulus sekolah, by the way gimana menurut kalian cover barunya? ~^O^~

Only LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang