Suara iringan opera menghentikan langkah kami, opera boneka sedang berlangsung cerita yang sajikan adalah sang raja monyet. Kedua pangeran itu tersenyum menyaksikan Sun Wukong mengejar adik seperguruannya si babi Zhu Bajie. Aku tertawa ketika kulihat Mingli tersenyum polos. Mingli sepertinya menyadari suara tawaku, dia menatapku dan bertanya dengan nada dingin.
“apa maksudmu tertawa melihatku?” sepasang bola matanya menatap sinis padaku.
“aku cuma senang melihatmu tersenyum seperti ini, apa kau belum pernah menonton pertunjukkan seperti ini?”
Mingli tersenyum lagi sambil menyaksikan pertunjukkan itu, dia lalu menatap mataku lagi.
“benar katamu, aku baru kali ini menyaksikan pertunjukkan seperti ini. Bagiku yang tumbuh besar di kota terlarang pertunjukkan ini sangat menakjubkan. Kau tahu impianku semasa kecil adalah hidup diluar istana, memang impian bodohkan?”
Tatapan tak bahagia terlihat jelas di dalam sepasang bola matanya. Bagi kami, orang awam hidup dalam kota terlarang megah itu seperti mimpi hidup di surga. Kami tak akan pernah menyadari betapa sengsaranya kehidupan mereka. Aku pernah mendengar dari bibiku yang pernah melayani selir kaisar bahwa para pangeran setelah lahir akan tinggal bersama pengasuhnya atau akan dibesarkan oleh selir atau ratu bukan ibu kandungnya, apalagi sejak kecil mereka sudah harus menpelajari buku-buku. Aku merasa simpati menjalari seluruh tubuh terhadap orang ini, aku tersenyum padanya.
“kurasa tidak, setiap orang didunia ini pasti memiliki impian, mau itu sederhana atau rumit itu tetap saja impian”
Kalimat bijakku kelihatannya berhasil membuat dia takjub padaku, akhirnya aku berhasil menbuat pandangan matanya melunak padaku. Tiba-tiba aku teringat sesuatu, kuacak saku kantong bajuku dan menemukan sapu tangan yang dipinjamkan Mingli padaku, aku mengembalikannya.
“ini milikmu, aku hampir saja lupa mengembalikannya. Terimalah” kuletakan sapu tangan itu ke tangannya.
Mingli seperti baru sadar dari mimpinya, dia menatap sapu tangan ditangannya, lalu dikembalikan padaku.
“buat kau saja, aku masih ada cadangannya”
“itu tak benar, aku tak mau menjadi pencuri atau orang rendahan yang telah meminjam sesuatu tapi tak dikembalikan” aku menyodorkan saputangan itu kembali padanya.
“baiklah” Mingli menerima kembali sapu tangannya.
------
Normal POV
Langit sudah menguningg, hari sudah malam. Kedua pangeran tersebut akhirnya kembali kedalam istana, mereka sedang ramai membicarakan kegiatan mereka pagi ini. Mingguo meneguk segelas tea, dia mengambil beberapa almond asin dan mengunyah. Mingli berhenti menatap saputangannya, dia kali ini menatap kakaknya.
“kak, apa kau tertarik pada nona Xiufeng?”
Mingguo terbatuk-batuk, dia menjadi salah tingkah sendiri.
“ke, kenapa kau berbicara begitu?” Mingguo mengelus-elus dadanya.
“dari sikapmu padanya aku dapat menembaknya” Mingli menyimpan saputangannya.
“aku berencana menjadikan dia *Fujin-ku” aku Mingguo akhirnya.
“kau serius? Kau akan melanggar tradisi, mereka bukan dari keluarga Manchu”
“aku akan mengubah tradisinya. Almarhum kaisar Kangxi memiliki banyak selir dari keturunan Han China. Pokoknya, aku pasti akan menikahi gadis yang kucintai” Mingguo meneguk teanya. “oh ya, bagaimana denganmu? Bukankah kau juga jatuh cinta pada seorang gadis yang kau temui di pesta semalam? Apa kau sudah mengetahui namanya?”
“hanya tatapan sekilas dan pembicaraan singkat tak akan membawamu ke mana pun. Gadis itu seolah berasal dari alam lain, dia sangat pemberani dan baik hati, saat melihat wajahnya aku merasa tak sanggup mengatakan apapun” Mingli menatap gelas dalam tangannya tak menatap Mingguo.
“apa kau menginginkan dirinya? Kurasa kau pasti sangat ingin dia menjadi pengantinmu dan akan lebih bagus lagi dia menjadi fujinmu”
“aku . . .aku juga berharap begitu, menurutku asalkan kami sama-sama mencintai itu sudah cukup” aku Mingli.
“kalau begitu kita harus menyakinkan *mu hou”
“benar”
Mingguo dan Mingli bersulang atas kesepakatan mereka. Mereka gembira sekali.
------
Furong POV
Sudah seminggu aku terkurung didalam kamarku, hal ini terjadi karena aku lagi-lagi tertangkap basah oleh Laozheng dan akhirnya ibu menghukumku tak memperbolehkan aku keluar dari ruangan ini. Aku merasa bosan sekali, teramat sangat.
Aku sedang melukis, kucelupkan kuasku kedalam tinta hitam. Tanganku berhenti diatas udara, tak sengaja lukisanku tertetes tinta hitam. Aku kesal dan akhirnya kucoret lukisan yang kubuat. Ku hempaskan diri ke kursi dan menghela nafas kesal.
“AKU BOSAAAAAAANNNNN!!!” teriakku.
-------
hello reader, comeback again. →_→ sekarang saya lagi galau tak tau jalan cerita selanjutnya blank ←_←
KAMU SEDANG MEMBACA
Only Last
Romanceaku Chen Furong, di usiaku yang ke 17 tahun ini, segalanya berubah. aku menyamar menjadi laki-laki dan berkenalan dengan Aisin Gioro Mingguo, putera mahkota dinasti Qing. kami menjalin hubungan persahabatan dan dia, tentu saja tak tahu aku perempuan...