Chapter 13

4.9K 451 8
                                    

Kami beradi didepan kantor kepala komandan setempat. Para penjaga sepertinya sangat mengenal Mingli, mereka membiarkan Mingli dan aku masuk begitu saja. Tanpa pemeriksaan, juga tanpa selusin pertanyaan.

Kami disambut seorang lelaki tua sekitar 50-70 tahunan, rambutnya putih dan jalannya pun sudah memakai tongkat, maklum kakinya sudah tak kuat. Lelaki itu melakukan kowtow resmi dengan susah payah pada Mingli. Lelaki itu berdiri dengan bertumpu pada tongkatnya, setelah dia berdiri lantas dia menatapku sekilas dan mulai berbicara pada Mingli.

“lama tak bertemu Li *Qingwang, dan gadis ini . . . ?” lelaki itu berpikir sebentar lalu menyahut “wah, ternyata anda sudah memiliki seorang fujin cantik” lelaki itu lalu menghormat padaku.

“bukan, bukan, bukan! Kau salah Chuo Jin, dia bukan fujinku. Gadis ini temanku” Mingli jadi salah tingkah sendiri.

“ooh, berarti gadis ini kekasih anda?” lagi-lagi Chuo Jin salah paham.

“sudahlah. . . Chuo Jin aku ingin meminjam beberapa orang tentaramu” Mingli kelihatanya menyerah untuk menjelaskan kesalah pahaman ini.

“ada perkara apa?” Chuo Jin menyajikan tea pada kami.

“kakak perempuan gadis ini diculik bandit di tempatmu berkuasa”

“apa!? Bandit? Dimana tempatnya?!!?” Chuo Jin terbatuk-batuk saking marahnya.

“di sekitar perbatasan Tianjin menuju peking, itulah alasanku ingin meminjam tentaramu”

“itu . . .pangeran . . hamba tak berani meminjamkan tentara padamu. Akhir-akhir ini Yang Mulia sedang sensitif terhadap pengerahan tentara . . .hamba takut . . .”

“apa karena pergolakan di Shicuan? Tak apa, aku akan menjelaskan nanti pada ayahanda”

“itu juga ide buruk. . .  saya khawatir Yang Mulia akan berburuk sangka pada pangeran” Chuo Jin mondar-mandir resah.

Mingli kehabisabn kata-kata. Dia tak tahu lagi apa yang harus dilakukannya, segalanya tak berjalan sesuai kemauannya, lantaran pak tua itu terlalu penakut. Mingli mendesah pelan dan menatapku penuh arti.

“Chuo Jin, kau tak usah khawatir, ayahanda tak akan marah kalau aku berusaha menyelamatkan kerabat calon menantunya”

Chuo Jin berbalik, matanay melebar menampakkan kerut diwajahnya.

“secepat itukah anda ingin menikah?! Baiklah. Hamba mengerti, hamba akan meminjamkan 7 orang padamu”

“aku bversyukur. Jangan lupa cari informasi pusat bandit tersebut, hubungiku setelah waktu tikus tiba” Mingli mengajakku pergi “nah, ayo kita pergi, Furong” Mingli merangkul pinggangku.

“Ming . . . Mingli . . .” aku terperanjat kaget.

“ada apa? Kau seharusnya memanggilku *wang ye” Mingli menunggingkan senyumannya tapi matanya berkedip-kedip menberi isyarat padaku.

“I . . .iya wang . . .wang ye . . “ aku mengikuti sandiwaranya, kurasa wajahku kemerahan dan gugup.

Kami bergegas keluar dari kantor kepala komandan, diiringi nafas lega. Mingli menjelaskan rangkulmannya, dia memohon maaf padaku.

“maafkan kelakuanku, aku tak bermaksud melecehkanmu . . . .kau juga tahukan . . . “ ada nada kekhawatiran didalamnya.

Aku mengangguk mengerti, dan kami tertawa bersama. Dia mengajakku kembali kedalam penginapan. Katanya selagi  menunggu malam tiba, kami harus istirahat yang cukup.

-----

Mingli POV

Furong sudah terjadi diatas kasur empuknya. Aku sedang meminum tea smabil mengamati wajah tidurnya. Wajahnya bagai dewi bulan cantiknya, kuletakkan cangkirku dan mendekati ranjangnya. Aku duduk ditepi ranjang, memandangi wjahnya yang halus dan putih itu. Bulu matanya indah panjang dan lentik, sepasang alisnya tipis tapi hitam berkilau, bibirnya merekah semerah bunga plum musim dingin. Aku berbisik pelan.

“kau tahu, kau sangat cantik dan sempurna. Aku ingib sekali menjadi pemilik jiwa dan ragamu . . . aku tahu aku tak boleh memaksamu, jadi mulai sekarang sukailah aku perlahan-lahan, sedikit demi sedikit setiap aku menemuimu” aku membelai wajahnya seolah memantrainya.

Kuelus bibrnya dengan jempolku, aku berharap waktu berhenti selamanya disaat seperti ini, didalam ruangan ini, dan hanya pada diriku dan gadis ini. Kubelai pelan rambutnya yang panjang.

Tepat sekali ucapan orang-orang, cinta bisa mengubah seseorang. Sebelumnya Mingguo mengatakan aku begitu dingin dan tak berperasaan, tapi setelah kemarin segalanya berubah. Aku telah berubah menjadi seorang lelaki perhatian dan penuh rasa sayang. Saat aku pertama kali bertemu lagi dengannya, sosok lelakinya benar-benar menbuatku marah dan curiga padanya, kuakui itu salah, dia hanya seorang gadis yang ingin berteman pada siapa saja. Hatinya murni dan keinginannya hanya satu menjadi teman kami.

Aku duduk dibawah ranjangnya, menunggunya. Sepasang kelopak mataku terasa berat, perlahan-lahan tertutup dan gelap . . .

catatan :
qing wang : ranking tertinggi dalam gelar kebangsawanan (prince in the first line)
wang ye : panggilan suami kepada para pangeran mirip my lord.

tolong dikomentari, setiap komentar adalah sebuah semangat.

Only LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang