Chapter 18

4.6K 361 0
                                    

Teman-teman sekalian apa kabar? Saya menyarankan sebelum membaca beberapa paragraph dibawah ini silakan menyalakan lagu (Big Baby Driver- Here For You/The Heirs OST) atau silakan klik video yang sudah disediakan untuk menambah suasana ^^ .  Happu reading jangan lupa vote dan comment kalau menarik.

 

 

 

 

 

Mingli menbuang payungnya, dia menarik kedua tanganku menhentikan aktivitas penyiksaan diriku. Tubuhnya mullah basah kuyup tetapi dia tak memperdulikannya, dia menarik tubuhku menuju dekapan tubuhnya, hangat seperti biasanya, wangi yang sangat kukenal.

“setidaknya ini yang dapat kulakukan . . . “Mingli berujar lirih

Mingli mendekatkan wajahnya ke wajahku, sangat dekat sekali, aku dapat merasakan hembusan nafasnya mengenai kulit wajahku, dia memandangku penuh cinta, perlahan-lahan dia melumat bibirku. Aku terkejut dan berusaha melepaskan diri, tapi Mingli memelukku kuat, bibir kami saling bertautan menyambut satu sma lain. Anehnya, aku sama sekali tak menolaknya, mataku tertutup menikmatinya.

------

Normal POV

Mingli mengunjungi kota terlarang, di istana Harmoni kebijasanaan, tempat Mingguo tinggal selama ini. Tubuhnya masih basah kuyup, dia berjalan penuh kemarahan setiap langkahnya menuju bilik tengah. Para kasim dan pelayan segera  member hormat. Kasim kepala istana Harmoni Kebijaksanaan segera menyambut kedatangannya.

“Pangeran ada apa ini? Oh! . . . . . pakaian anda?” kasim kepala kelihatan heran.

“aku ingin bertemu putera mahkota” ujar Mingli dingin.

“maaf pangeran, saat ini Yang Mulia berkata tak ingin di ganggu”

Mingli tetap memaksa masuk, tapi kasim kepala menghalanginya, dia merentangkan kedua tangannya menghalangi pintu masuk bilik tengah.

“maafkan hamba pangeran, anda lebih baik pulang saja”

“Minggir!” Mingli berseru.

Kasim kepala tak bergeming sedikitpun seperti patung dia berdiri menghalangi. Sekali lagi Mingli meneriaki agar kasim kepala minggir, ia tetap tak menjauh sesenti pun. Mingli mendorong bahkan menendangnya hingga tersungkur ke lantai. Mingli menuju sayap barat dengan kemarahan yang semakin memuncak.

Mingguo sedang asik memilih-milih gelang jadeyang ada di hadapanny, dia keheranan ketika menyaksikan Mingli memasuki ruangan ini dalam keadaan basah. Mingguo menghampiri adiknya.

“kau kehujanan? Akan ku panggil kasim Wu membawa pakaian bersih”

Mingli menahan kakaknya, dia tak mau berbicara hanya menggeleng pelan seraya menahan tangan kakaknya. Lalu menatap kakaknya marah, Mingguo juga menyadari kemarahan adiknya, dia lantas bertanya.

“katakana padaku, siapa yang menbuatmu marah” Mingguo meneruskan “sudahlah, dinginkan kepalamu, minumlah tea bunga krisan ini”

 Mingguo menyodorkan cangkir berisi penuh kepada Mingli dan mendorongnya duduk. Mingguo lalu menunjukkan gelang jade  yang berjejer di meja.

“menurutmu model mana yang lebih sesuai dipakai Xiufeng? Aku ingin membuat kejutan untuknya, bagaimana kalau yang putih bercampur merah?” Mingguo berpikir-pikir. “kalau Xiufeng memakainya pasti akan terlihat anggun . . .hmm . . . yang hijau pucat ini juga bagus . . .”

Mingli berbicara panjang lebar tak tentu arah membuat kemarahan Mingli bertambah, dia tak menyukai kakaknya mengoceh tentang Xiufeng, dia sangat muak. Apalagi setelah mengetahui kenyataan yang pahit itu, gadis yang disukainya menangis dan terluka untuk orang yang berdiri di hadapannya, dan orang ini sekarang sedang asik tersenyum tanpa menyadari sakit hati Furong. Mingli mengepalkan tangannya, dia sangat geram.

Dia tak dapat lagi menyembunyikan rasa marahnya, dia melemparkan seluruh gelang di atas meja  hingga jatuh berkeping-keping berhamburan di lantai. Mingguo tentunya terkejut, dia tak menyangka Mingli akan sebuas ini ketika sangat marah, lebih lagi Mingli mengcengkram bajunya dan melontarkan kalimat yang tak dia mengerti.

“kau bersenang-senang disini sementara orang lain terluka karnamu!!” seru Mingli berteriak marah.

“apa maksudmu?” Mingguo tak mengerti.

“JANGAN PURA-PURA!! FURONG MENYUKAIMU!”

Mingli melempar kakaknya ke lantai, lalu berjongkok menarik kerah bajunya, kali ini  sangat erat, dia menatap Mingguo dekat.

“Li, jangan bercanda!” seru Mingguo marah.

“aku tidak bercanda! Dia mengakuinya tadi! Wanita yang kusukai menyukai kakaku. Ironis sekali kakakku sama sekali tak pernah memerhatikannya” mingli menjawab cepat.

Mingguo terdiam, benar dia tak pernah menyadari perasaan Furong , selama ini dia Cuma menganggap Furong seperti adik, dia tak akan tahu kalau bukan Mingli yang menberitahunya sekarang. Mingli berteriak frustasi, matanya merah air matanya membasahi pipinya, dia mengamuk memecahkan cangkir the diatas meja dengan putus asa., dia duduk dikursi dan kedua tangannya menutupi wajahnya yang pilu.

“Furong . . . aku tak tahan melihatnya terus menangis . . . hatiku terluka . . . aku . . . aku sanagt mencintainya  . . . “ aku Mingli seraya menyeka air matanya

Mingguo merasa prihatin, dia berniat menenangkan Mingli, tepat saat itu lusinnan prajurit serta kasim kepala memasuki ruangan tersebut. Mereka segera menghampiri Mingli menangkapnya. Kasim kepala membantu Mingguo berdiri, dia menanyakan keadaan putera mahkotadengan khawatir.

“Tangkap dia! Pangera Li berniat melukai putera mahkota” kasim kepala memerintah.

“lepaskan dia, itu bukan salahnya. Akulah yang bersalah”

Prajurit-prajurit itu pun melepaskan tangkapan mereka. Mingli kesal diperlakukan tak sopan, dia berjalan pergi sambil sengaja menyenggol pundak prajurit. Setelah semuanya bubar, Mingguo berdiri menatap kosong keluar jendela.

Only LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang