Chapter 27

3.9K 310 0
                                    

"ARGHHH!!!"

Kusapu habis seluruh barang di atas meja hingga semuanya berceceran di atas lantai, tak kuhiraukan aku duduk dikursi menatap cincin jade pemberian Mingli tanpa sadar kumasukan jari manisku ke dalamnya. Aku berteriak frustasi, kulihat sebuah gunting di atas lantai sekilas muncul pikiran bunuh diri dalam benakku, kuambil gunting tersebut mengarahkannya pada leherku.

"Selamat tinggal . . ." Kututup mataku bersiap menusuk diriku sendiri.

"FURONG!!" teriak jie-jie

Kubuka mataku mendapati jie-jie berlari memasuki kamarku, dia menghambur merampas paksa gunting tersebut dari tanganku, nafasnya tersengal-sengal matanya melotot besar padaku yang berdiri tanpa ekspresi.

"Apa yang kau lakukan! Kau bodoh kalau berniat mengakhiri begitu saja"

"Berikan padaku! Semuanya akan terbebas kalau aku berakhir di sini"

"Konyol! Mati tak bisa menyelesaikan apapun, nyawamu hanya akan berakhir sia-sia"

"Nona! Nona!" Yutang datang tergesa-gesa menuju arahku

Pembicaraan aku dan jie-jie terhentikan, Yutang kini berdiri tegap diantara kami, dia datang menyampaikan sesuatu padaku.

"Nona, Li qing wang datang menemuimu"

"Apa? Kenapa tiba-tiba . . . Sampaikan aku tak mau menemuinya" kataku

Belum sampai Yutang menginjakkan kakinya ke depan pintu, Mingli sudah datang berdiri tepat di depan kamarku, dia tersenyum senang menatapku sementara aku berusaha sekuat tenaga menahan kesedihanku.

"Chen Furong kau harus berlaku dingin padanya! Jangan sampai menimbulkan gerak-gerik mencurigakan" ujarku dalam hati

Kupasang topeng kepura-puraanku, aku tak tersenyum sedikit pun melihatnya masuk aku berusaha bersikap cuek.

"Jie-jie dan Yutang menyapanya, Mingli masih sempat-sempatnya tersenyum kepadaku.

"Kumohon . . . Jangan menbuatku goyah . . ." Batinku

Jie-jie bersama Yutang keluar ruangan meninggalkan aku bersamanya, Mingli mendekatiku dan langsung mencium pipiku. Aku berusaha bersikap tenang dan tak terpengaruh sedingin mungkin yang aku bisa.

"Furong apa kau merindukanku?" Mingli duduk disampingku

Dia memegang tanganku aku melepaskannya dingin bahkan membelakanginya, Mingli tertegun mungkin heran dan tak mengerti sikapku yang begitu dingin padanya tak seperti sepasang kekasih yang baru saja jadian.

"Furong kau kenapa?" Tanya Mingli seraya memperhatikan sekeliling ruangan "apa-apaan barang berserakan ini?"

Mingli memungut secarik kertas merah dari lantai, dia membacanya sekilas betapa terkejutnya dia menyadari benda-benda apa yang berserakan di lantai. Mingli menarikku menghadapnya paksa

"Furong mahar pernikahan siapa ini?"tanyanya serius sekali

"Mahar . . . Mahar pernikahanku" jawabku apa adanya

"Si . . . Siapa yang akan menikahimu?!"

"Albert. Dialah yang mengantarkan semua ini, sekarang kau sudah tahu semuanya jadi pergilah aku tak mau melihat wajahmu lagi" aku kembali membelakanginya.

Mingli berdiri, dia sekarang menghadapku, dia meraih tanganku menggenggamnya erat dengan mata berkaca-kaca Mingli menatapku dari mata ke mata. Pandangannya membuatku tak tega lagi melukainya mataku terasa  panas, cairan-cairan memilukan serasa hampir menyembur kepermukaan. Kutahan perasaanku yang menyesakan sekali lagi membuat lelaki yang kucintai kecewa.

"Semuanya benar! Kau PUAS sekarang!? PERGI! aku muak melihatmu"

Kutarik kembali kedua tanganku sekarang berdiri menjauh darinya tepatnya aku menghadap arah ranjangku, kudengar langkah kaki berat menjauhiku dan semakin jauh hingga terdengar suara pintu tertutup. Tak bisa lagi menahan perasaanku, aku ambruk di lantai menangis sesegukan dengan suara kecil.

------

Mingli POV

aku sangat syok menyadari kenyataan ini, sehari yang lalu aku dan Furong baru saja berbaikan tapi sekarang . . . Aku merasa tak mengerti, baru saja hidupku di atas surga, sekarang aku dijatuhkan ke dalam neraka.

"Apa salahku? Kenapa jadi demikian?"

Pertanyaan itu terus-terusan berputar dibenakku tak ada jawaban yang kudapat melainkan sesak di dada sangat sakit, aku berhenti di bawah pohon cemara tinggi berniat menenangkan dan menjernihkan pikiranku saat itu terlintas dipikiranku puisi Su Dong Po yang terkenal itu

" Perjalan Masa Muda

Jauh dari orang, bekerja di Runzhou

Perpisahan tahun lalu di luar Yuhang,

Salju terbang bak bunga poplar,

Akhir musim semi, bunga poplar berterbangan bak salju

Tak terlihat kau berkunjung

Bermabukan beriringan bulan malam

Terpantul bayang gadis jelita "

Xiufeng menepuk pundakku, dia terlihat bersimpati padaku. Aku sangat mengerti pandangan itu sejak kecil aku selalu melihat tatatapan tersebut dari orang-orang di sekitarku lantaran status er'niang

yang rendah. Aku benci terhadap tatapan itu. ku tatap balik Xiufeng berusaha bersikap biasa saja.

"Xiufeng, kau pasti tahu apa yang terjadi pada Furong bukan? Katakan padaku sekarang kenapa dia ingin bertunangan dengan seorang barbar"

Xiufeng menunduk tak bisa memberi jawaban padaku, kutarik lengannya berusaha mengyakinkannya namun tetap gagal. Tanpa bisa berbuat apapun cairan bening bermunculan di mataku membuat pandanganku buyar.

"Xiufeng, kenapa kau sama kejamnya dengan Furong? Dia menolakku tanpa memberi penjelasan logis kau juga sama kejinya . . . " ku hapus air mata yang menempel di sudut mataku.

Aku memutuskan beranjak pergi tepat saat itu Xiufeng memanggilku, aku menoleh melihatnya menarik napas panjang kemudian menutup mata mengatakan sesuatu dengan keras dan laju.

"Furong dipaksa menikah! Kalau dia tak melakukannya kau akan mati!"

Aku terperanjak oleh perkataan Xiufeng, ku dekati dirinya sekali lagi mempertanyakan kebenaran perkataannya. Dia mengangguk lemas kelihatannya baru melepaskan beban yang sanhat berat begitu menyiksa dirinya, aku berlari lagi dan kini kudapati sabdaran hatiku sedang bersedih hati di tengah tumpukan bunga mekar.

"Mingli . . . Maafkan aku, maafkan aku . . ." Katanya pada angin.

Aku menghambur memeluknya dari belakang, badannya bereaksi terpana.

To be continue . . .

Maaf ya telat, anyway silakan dinikmati dan berilah dukungan kalian.

Catatan :
Erniang : panggilan ibu kaum bangsawan manchuria

Only LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang