Di pagi hari yang buta ini, adalah hari dimana Tessa akan berangkat ke Inggris untuk melanjutkan bersama dengan cintanya, Tristan.
Semua keperluan yang diperlukan Tessa dan Tristan di sana sudah di urus oleh Victor.
Kini Tessa sudah berada di hangar pribadi Keluarga Hegdetor dimana pesawat pribadi Victor sudah menunggu untuk membawa Tessa dan Tristan ke Inggris.
"Sampai jumpa, Anakku," ucap Regina sambil memeluk Tessa.
"Sampai jumpa, Ibu," ujar Tessa sambil membalas pelukan Regina yang tak kalah erat.
Tessa berusaha dengan keras untuk tidak meneteskan air matanya. Ia tidak ingin terlihat lemah. Namun, ia akan tetap merindukan kedua orangtuanya itu.
"Jaga Tessa dengan baik ya, Tristan," pinta Darren sambil menepuk bahu Tristan.
"Saya pasti akan menjaganya, Om."
"Oh, tidak Tristan. Kau akan menjadi putraku nanti. Panggil saja Om, Ayah atau Papa."
Deg..
Tristan masih ingat betul kapan terakhir kalinya ia bertemu atau pun berbicara dengan Ayah kandungnya, Herman. Sebelum insiden itu terjadi.
Tristan menatap Darren berbinar-binar, sudah lama Tristan tidak menyebutkan kata Papa atau pun Ayah pada siapa pun.
"Tentu, Papa."
Tanpa kendali Tristan memeluk Darren seperti ia memeluk almahrum Ayahnya. Darren yang terkejut langsung menetralkan dirinya dan membalas pelukan calon menantunya itu.
"Sudah lama aku tidak memiliki seorang Ayah, aku sampai lupa bagaimana rasanya," ucap Tristan.
Darren yang mendengar ucapan Tristan mempererat pelukan mereka. "Dan kini kau ingat."
***
Setelah berpisah dengan Regina dan Darren di hangar, pesawat yang kini Tessa dan Tristan tumpangi sudah berada di udara. Tessa dan Tristan kini duduk bersebelahan, Tessa duduk di dekat kaca, sedangkan Tristan duduk di sampinginya.
Sampai jumpa Indonesia, batih Tessa.
Tristan yang melihat tunangannya murung pun menggenggam tangannya. Tessa sontak menoleh ke arah Tristan yang menatapnya lembut.
"Kau baik-baik saja?" tanya Tristan.
"Ya, sepertinya," jawab Tessa. "Aku akan merindukan Indonesia."
"Iya, aku juga," ucap Tristan sembari menatap ke depan.
"Tristan," panggil Tessa.
"Iya?"
"Tadi saat di hangar sebelum kita pergi, apa yang kau maksud dengan 'sudah lama aku tidak memiliki seorang Ayah, aku sampai lupa bagaimana rasanya'?"
Tristan menyeringai. Rupanya Tessa mendengar perbincangan antara dirinya dengan Darren tadi.
Tristan menghela nafas dalam sebelum ia mengeluarkannya dengan deras. Mengingat Tessa adalah tunangannya sekarang, mau tidak mau, ia harus mempersilahkan Tessa memasuki kehidupannya walaupun banyak yang kelam.
"Jadi seperti ini, dulu aku memiliki seorang Ayah, dia namanya Herman. Dia dulu seorang polisi yang tewas ditembak pengedar narkoba di dekat Selat Sunda, tiga belas tahun yang lalu."
"Ya ampun, Tristan. Maafkan aku, aku tidak tahu," ucap Tessa sambil memeluk Tristan.
Tristan tersenyum. "Hei, kau tunanganku. Pada akhirnya aku juga harus menceritakan padamu tentang kehidupanku kan?" tanya Tristan.
Tessa mengangguk kepalanya. "Apakah kalian dekat?"
"Sangat dekat, dia sahabat terbaikku. Ayahku selalu mengerti diriku. Hal terakhir yang Ayahku ingin aku lakukan adalah untuk menunggunya pulang ke rumah agar ia dapat mengajariku bersepeda. Aku berumur lima tahun pada saat itu. Tapi, dua hari kemudian, temannya, Chandra datang ke rumah dan mengabari Ibuku kalau Ayahku wafat saat bertugas."
Tes..
Tristan meneteskan air matanya setelah mengingat kejadian tiga belas tahun yang lalu itu lagi. Ia sangat merindukan Herman. Ia merindukan sosok Ayah yang selalu ada untuknya setiap saat.
"Ayah! Ayah! Ayah akan kapan kembali?" tanya Tristan kecil.
Herman kemudian menyamakan tingginya dengan Tristan yang jauh lebih pendek dari dirinya.
"Tunggu Ayah pulang ya. Ayah berjanji, Ayah akan kembali dan mengajarimu bersepeda," ujar Herman.
"Yay! Cepat pulang ya, Yah! Tlistan akan menunggu kedatangan Ayah! Tlistan gak sabal!"
"Ayah..," lirih Tristan.
"Shh.., aku di sini. Aku di sini," ujar Tessa sambil mengelus-elus kepala Tristan.
Tristan memeluk erat pinggang Tessa yang ramping itu seraya menyalurkan segala kesedihannya yang telah ia pedamkan dari dunia.
Baru kali ini Tessa merasa Tristan yang begitu kuat dan tahan banting menangis tersedu-sedu seperti ini. Siapa pun Herman dulu, ia pasti sangat dekat dengan Tristan.
---
Hai Hai Hai..
Sebentar lagi Pemuda Misterius bakal END lho..
Aku akan merindukan kalian.
Jangan lupa baca Sequel nya ya..
JANGAN LUPA VOTE BAB YANG KALIAN SUKA
JANGAN LUPA VOTE YA..
KAMU SEDANG MEMBACA
Pemuda Misterius [SELESAI]
Teen Fiction#1 Sanjaya Highest Rank: #985 ---- Tessa, seorang gadis biasa bertemu dengan seorang pemuda yang manis namun enggan untuk memberitahu namanya dan semua tentang dirinya. Hingga seiring waktu, Tessa berhasil membuka satu per satu teka-teki yang disem...