Epilogue

243 15 16
                                    

14 tahun kemudian

Tessa kini sedang menikmati teh paginya di taman. Setelah delapan tahun pernikahan dengan Tristan, mereka memutuskan untuk kembali ke Indonesia dan tinggal di sana. Kini, mereka telah dikaruniai dua anak yang sangat nakal, namun, cerdas.

Prang..

Suara piring pecah dan dua suara argumen tiba-tiba mengisi heningnya suasana.

"Abang yang ngelakuin, Papa!" teriak seorang gadis berumur lima tahun.

"Enggak! Dedek yang ngelakuin!" teriak seorang bocah laki-laki berumur tujuh tahun.

Tessa menghela nafasnya jengah.

Mari kita mulai, batin Tessa.

Tessa dengan hati-hati bangkit berdiri, karena perutnya yang membuncit sudah memasuki bulan kelima. Ya, Tessa dan Tristan kini sedang mengunggu kedatangan malaikat mereka yang ketiga. Tessa kini hanya dapat berdoa, jika anak mereka yang ketiga ini tidak sama seperti kakak-kakaknya.

Saat Tessa masuk ke dalam, Tessa mendapati Tristan yang sedang kesulitan menenangkan kedua anak mereka.

"Papa! Abang Ricko yang mulai!" pekik Putri, gadis lima tahun Tessa dan Tristan. Rambutnya hitam bergelombang seperti Tessa, mata hitam almondnya menyerupai Tessa, hidung pesek Tristan pun menurun kepadanya. Putri merupakan gabungan antara Tessa dan Tristan.

"Enggak! Dedek yang mulai!" balas Ricko, bocah tujuh tahun Tessa dan Tristan tidak terima. Wajah Ricko sangat identik dengan Tristan saat ia maish muda, mungkin itu sebabnya banyak yang memanggil Ricko 'Tristan Cikil'.

Tessa dan Tristan sengaja menamai anak sulung mereka Ricko, karena Tessa yang memintanya. Ia bilang, Ricko adalah nama yang cocok untuk putra mereka, sama dengan anak kecil yang muncul ditaman saat mereka masih remaja. Namun, Tristan menegaskan kalau mereka memakai nama Jericko sebagai pelengkapnya.

"Iya iya, Papa tahu," ucap Tristan.

"Enggak! Papa gak tahu! Papa kan baru datang!" pekik Putri.

"Iya! Emang Papa punya indera keenam apa sampai bisa tahu siapa yang salah!" lanjut Ricko.

Tristan menghela nafas panjang sambil mengusap wajahnya kasar. Ini melelahkan.

Tessa menyeringai. Ternyata kedua anaknya ini mewarisi kemampuan dedatnya, buktinya saja sudah cukup di mata Tessa. Mereka telah berhasil membuat Tristan tak dapat berkata-kata lagi.

"Cukup! Kasihan Papa kalian. Masa dua lawan satu?" lerai Tessa.

Dengan kompak, semua yang berada di ruangan itu menoleh ke arah Tessa.

"Abang yang tadi ngerebut piring Adek, Mah!" adu Putri,

"Siapa yang suruh ambil piring favoritku?!" ujar Ricko,

"Itu piring favoritku, Abang! Piring Abang kan yang Barbie itu!"

"Ih..! Emang Abang banci apa?! Barbie mah buat cewek!"

"Mama bilang cukup! Jika kalian terus bertengkar, Mama sama Papa gak bakal beliin piring itu buat kalian masing-masing!" ancam Tessa.

"Iya, Mah..," ucap kompak Ricko dan Putri.

"Kalian berdua pergi saja ke taman belakang, ada banyak serangga tuh," ujar Tessa.

Ricko maupun Putri menatap Tessa berbinar-binar sambil tersenyum lebar memperlihatkan gigi mereka. Mereka seakan lupa apa yang tadi baru mereka perkelahikan.

Pemuda Misterius [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang