INTRO

5.4K 372 196
                                    

Sabtu, 2 September 2017


Sudah hampir pukul sembilan lewat sepuluh, ketika hujan menderas dan para siswa berlarian pulang usai menuntaskan jam belajar malam. Lampu-lampu kelas satu per satu mulai padam. Suara decit sepatu perlahan berganti oleh desau angin yang kian ramai berlalu-lalang, membuat seluruh koridor terasa lengang.

Pukul sembilan lewat tiga puluh, tidak ada lagi siswa tersisa. Namun, ruang kelas 2-1 itu masih tampak terang, dan hanya satu-satunya.

"Matematika, biologi, bahasa Inggris...." ialah Hanna, siswi terpandai Gangyoo Senior High School, yang sedari tadi masih sibuk bergumam, mengecek satu per satu buku yang hendak ia masukkan ke dalam tas. Ia baru saja selesai mencatat materi terakhir yang disampaikan, ketika teman-temannya sudah berlarian pulang menerobos hujan.

"Nah, sudah." Hingga ia rampung urusan dengan seluruh buku catatan dan bergegas bangkit dari bangku, hendak buru-buru keluar sembari memadamkan lampu.


Klek.


Kontan seluruh cahaya padam, membuat ruang kelas yang hendak ditinggalkannya itu menjadi kian terasa lengang. Sesekali angin berembus memainkan anak rambut, dinginnya mulai terasa menusuk tulang. Hanna merapatkan jaketnya, berjalan secepat mungkin melewati koridor yang sudah gelap.

Sejujurnya ia benci perasaan semacam ini, perasaan takut yang berlebih ketika ia pulang melewati koridor demi koridor yang hanya tinggal menyisakannya sendiri. Hampir setiap malam, Hanna selalu menjadi siswa yang paling akhir meninggalkan ruang kelasnya. Seharusnya ia sudah terbiasa. Namun, peristiwa belakangan membuatnya selalugagal berbaik sangka. 

Sudah hampir seminggu ini, Hanna merasa diikuti oleh suara derap langkah yang entah siapa. Decit sepatu yang seolah tertinggal di belakang, dan baru menghilang setelah ia melewati pos satpam yang masih terang di gerbang depan.

Malam ini, suara derap itu datang lagi.

Hanna kontan meminimalkan kecepatan demi mendengar decit sepatu yang selalu tertinggal di belakang itu. Jejak langkah yang kini berbaur dengan suara rinai hujan yang kembali menderas di luaran. Derap yang membuat suasana koridor malam ini menjadi lebih mencekam.

Maka kembali ia percepat langkahnya, ketika suara petir terdengar menyambar untuk kali pertama. Kilatnya membuat terang suara langkah yang kini juga terdengar semakin cepat mengejar. Hingga Hanna memutuskan untuk berlari, secepat mungkin melewati koridor, bergegas menuruni anak tangga.

"Hanna-yya!" Tanpa diduga, untuk kali pertama decit sepatu itu menguar vokal.

Seorang lelaki.

"Hanna-yya!" Kali kedua, dan Hanna kian gemetar menjejakkan kakinya menuruni anak tangga. Napasnya kian memburu, peluhnya bercucuran. Sekilas ia menilik jejak langkah itu, dengan samar ia melihat warna dan bentuk sepatunya. Juga celana dengan bahan serupa seperti yang ia kenakan, menandakan bahwa suara langkah yang selama ini selalu mengekorinya itu ternyata masih rekan satu sekolah.

Namun, siapa? Dan mengapa ia melakukan hal demikian?

Hanna sungguh tak sempat lagi memikirkan. Napasnya kian tersengal, langkahnya sudah tak beraturan, entah menjejak atau tidak. Rasa takut kian memburunya dalam redup.

"Pergilah! PERGI!!!" Teriakan gadis itu menggema di setiap sudut anak tangga. Dengan sisa tenaga ia menjerit, menangis, sembari terus berlari.

Sementara siluet lelaki itu tampak kian lekat di setiap dinding yang kini ia lewati. Siswa dengan sebuah benda panjang teracung di tangan. Hanna menjerit kian lantang saat menyadari bahwa decit sepatu yang selalu tertinggal di belakang itu rupanya tidak bertangan kosong.

Apa yang akan dia lakukan? Apa yang sebenarnya ia inginkan?

"AAAA!!!" Hanna kembali berteriak, semakin kencang dengan seluruh sisa tenaganya, hingga mampu menjangkau telinga dua orang satpam yang kebetulan sedang melakukan tugas jaga malam.

Namun, sayang. Teriakan itu menjadi kali terakhirnya.

Hanna ditemukan sudah tak bernyawa di sebuah anak tangga, dengan darah segar mengalir membungkus raga, tepat ketika dua orang satpam tersebut tiba.

Semua terlambat. Sudah benar-benar tamat.

🍁 🍁 🍁

-Revised: May, 2021-



ERASER [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang