Dua hingga tiga jam sebelum arloji menjejak waktu Showcase. Atau dengan frasa lain, D-Day.
Selaiknya ritual, ruang belakang panggung begitu ricuh dengan lalu-lalang persiapan. Sungjin sedari tadi bergerak ke sana kemari mencari sejumlah antingnya yang mendadak pergi tanpa permisi. Tak berbeda pula dengan kakaknya yang gaduh mengajukan interview pada setiap staf yang membantu,
"Permisi, apa kau melihat kacamata bulat tanpa lensa yang tadi kuletakkan di sini?"
"YYA! SIAPA YANG BERANI MENCURI KAUS KAKIKU, HAH?? KENAPA HANYA MENCURINYA SEBELAH SAJA, SAEKKI-YYA?!?" Teriakan dari sudut ruang kontan mengiterupsi seluruh kegiatan. Dan tak perlu dipertanyakan siapa oknum yang selalu putus koneksi dengan kaus kaki.
Sedang di lain sisi, dua anggota termuda begitu rajin menyusun satu per satu unsur kibor di atas panggung, mengabaikan penata rias yang sedari tadi memaksa untuk mempertampan wajah mereka.
"Kalau kalian menolak memakai make up dan lebih senang menggulung kabel, lantas kenapa tidak beralih profesi saja sekalian menjadi tukang sound?!"
Keduanya hanya balas cengengesan, berakhir menurut sebelum Leader Eraser turun tangan.
"Yya--yya--yya! Cepat berkumpul!" Selang lima menit, Sungjin siap mengambil peran dalam memimpin masa tenang.
Keempat anggota bergegas, membuat posisi lingkaran tak beraturan di tengah ruang.
Lengang sekejap.
"Yya, apa kalian merasa grogi kali ini?"
"Geureom!" Younghyun langsung menyahut, "Apalagi ini showcase pertama—"
"Dan terakhir." Sabotase tak terduga.
Hampir saja anak berambut hitam itu hilang kendali dan menendang Wonpil dengan sebelah kaki.
"Terlebih karena orang tuaku memutuskan datang hari ini. Rasa cemasku jelas sudah beranak-pinak jumlahnya."
"Jinjja?? Uri eomma tto (ibu kami juga)," Jae membuat persekutuan. Park Eomma memang sudah berjanji akan datang. Mungkin beliau bisa saling bertukar sapa dengan orang tua Younghyun nanti, di luar panggung.
"Wah... daebak! Aku jadi semakin berpikir kenapa ayahku lebih memilih menyusun undang-undang sekolah daripada anaknya sendiri."
"Eih... gwaenchana, Hyeong! Ibuku juga tidak mungkin datang sendirian karena ayahku sedang di luar kota."
Dua baby Eraser berujung dengan saling berpelukan.
"Yya, lagi pula masih banyak teman-teman yang datang! Penggemar kita, bahkan tunanganmu juga!" Younghyun menang telak dalam membuat tirus paras Wonpil memerah.
Anak berpostur kurus itu memang tak berharap lebih, namun juga tidak sebegitu pasrah. Ia bahkan rela mampir memberikan tiket pada Cloui sebelum pulang larut malam kemarin.
"Omong-omong soal tunangan, tadi aku juga melihat Jian datang bersama Daeun di lobi depan, Sungjin-ah," seolah sengaja, Jae mengedip jahil pada adiknya yang kontan merona jua.
"YYA, JADI SUNGJIN DAN JIAN JUGA SUDAH BERTUNANGAN???" Tak perlu inisial nama siapa yang kini gaduh dengan hipotesis terlampau pintarnya.
Seluruh anggota menghela napas iba.
"Geurae!" Sungjin lalu menepuk telapak sekali dua, mengabaikan kebodohan Younghyun, semiotik dari perintah untuk membentuk formasi doa, ritual seperti biasa.
"Malam ini memang akan menjadi malam terakhir kita, kalian juga tahu itu, bukan? Setelah ini... Eraser mungkin tidak akan ada lagi," anak beranting tiga itu diam sekejap, teringat ulang pesan kakaknya untuk membuat Eraser tamat dengan bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
ERASER [Sudah Terbit]
Fanfiction[Under Revision] "Jika kau dan aku menjadi kita, maka kuyakin semua akan baik-baik saja." -ERASER- 🍁BLURB🍁 Berawal dari insiden kematian Hanna, sebuah band akhirnya dibentuk demi meredam perundungan yang menyeret nama Younghyun dan Dowoon sebagai...