BAIT KEDUA PULUH LIMA

718 129 335
                                    

Empat hari kesekian.

Anak berkaca-mata itu berjalan ke sana-kemari mengitari ruang studio musik berukuran sedang luasnya. Tidak, ia tidak sedang melihat-lihat ruang studio musik barunya. Ia sedang gelisah, mondar-mandir tidak jelas.

Sesekali ia terdiam, berhenti mondar-mandir, mengacak-acak rambut, tertunduk frustasi. Lantas kemudian berjalan ke sana-kemari lagi. Begitu seterusnya, bahkan sudah satu jam ia lewatkan sia-sia.

"Yya! Tinggal tiga hari tersisa, lantas bagaimana keputusan anak itu?!?" Jae akhirnya memutuskan bicara, menumpahkan seluruh rasa gelisahnya pada Young Hyun dan Sungjin yang masih asyik berduaan di pojok ruangan.

Di sekitar mereka lembaran-lembaran kertas berisi lirik dan not musik berserak.

"YYA! KALIAN TIDAK MENDENGARKU BICARA, HAH?!" Hingga suara bernada 10 oktaf dari anak berkaca-mata itu langsung membuat keduanya terlonjak.

Young Hyun kontan menjatuhkan penanya.

"Eeeih, hyeong! Sudah kubilang jangan berteriak-teriak anarkis seperti itu! Meskipun studio ini kedap suara, tapi suaramu berpotensi menghancurkan 2 kali lipat lebih parah dari suara orang normal, kau tahu?!" Anak berambut cokelat itu balas mendumal, sebal. Ia bergegas memungut pena semata wayangnya yang tadi sempat terlempar sejauh 30cm.

Sementara Sungjin yang masih menggenggam sehelai lirik turut mengompor, "Lagipula anak kelas modeling sedang ada rapat di sebelah, hyeong. Apa kau mau diusir dari sini, padahal kita baru dua hari menjadi tetangga baru mereka?" membuat kakaknya hendak gulung-gulung saja di atas keramik.

Jae benar-benar sedang kehilangan akal. Dan sekilas info, studio musik mereka yang baru beberapa hari lalu resmi dihibahkan oleh Profesor Kim memang berlokasi tepat di samping studio model, di gedung paling belakang SMA Doorsaeng. Ruangannya tak begitu luas memang, namun cukup untuk menampung seluruh peralatan musik yang mereka butuhkan.

Sekaligus, cukup pula untuk mereka mencuci mata setiap kali datang ke sana. Puluhan siswi sekelas Cloui tentu akan menjadi pemandangan baru karena mereka kini resmi bertetangga.

Namun kabar baik itu rupanya tak cukup mampu mengubah air paras Jae yang kelabu.

"Aku hanya menggantungkan nasibku pada anak itu! Bagaimana kalau akhirnya ia menolak bergabung, hah? Kau pikir aku akan baik-baik saja? Kau pikir aku akan tetap bisa melanjutkan hidup, bahkan meski kita mempunyai tetangga kelas modeling semacam mereka?!"

Kedua junior malang itu menghela napas panjang.

"Dowoonie memang seperti itu, hyeong." Young Hyun berujar kemudian, "Ia lebih suka membuat keputusan satu jam sebelum detik-H, agar ia tak punya waktu untuk menyesal. Jadi bersabarlah, ia pasti mau menjadi drummermu. Toh ia juga tidak akan sampai hati untuk mematahkan janjinya sendiri." jelasnya, selama tujuh menit, kultum. Sementara jemarinya masih tak henti menari di atas lembaran kertas yang kesekian puluh.

"Lebih baik kau fokus saja pada lagu baru kita, hyeong. Semakin cepat Young Hyun berhasil membuatku tertarik dengan lirik-liriknya, maka semakin cepat pula kita debut." Imbuh Sungjin yang masih fokus pula membaca huruf demi huruf dalam lembaran kertas kesekian belas.

Young Hyun memang mampu menulis lirik hanya dalam waktu lima menit, sedangkan anak beranting tiga itu mampu membaca dengan benar dalam kecepatan lima menit pula, per huruf. Maka tak heran jika kertas-kertas lirik lainnya menumpuk dan berserak tak karuan.

Sementara kakaknya kembali resah hingga membanting kaca mata bulatnya di atas sofa.



ERASER [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang