Krrriiiingggggggggg........................
Bel tanda tamat belajar berbunyi, membuat rusuh sekitaran koridor. Para siswa berlarian pulang, hingga akhirnya menyisa lengang. Separuh lebih kehidupan hilang dari kelas 2-3, tinggal menetap dua siswa lelaki yang berperawakan sama besarnya. Entah, namun mereka hanya menatap kosong bangku-bangku. Ketika dirasa tepat, barulah salah satunya menyapa.
"Yya," siswa beranting tiga itu membuka, meski masih enggan bertumbuk sua.
Begitu pula dengan siswa pelangi di bangku sebelah kiri.
"Mwo (apa)?" Merespons sama singkat, impas.
"Aku bahkan tidak mengenalmu. Dan kau malah ingin bekerja sama denganku?" Sungjin kini menoleh, memandang tajam rekan dengan kaki tersilang.
Yang lalu bersambut gelak sinis, "Kau sungguh tidak mengenalku?" Anak bersurai pelangi itu balas menilik, "Bukankah kita pernah bertemu? Saat kau memanggil kami bertiga dari kejauhan dengan sebutan hyeong," jelasnya, sontak membuat Sungjin membeliak.
Insiden tampar-menampar itu, apa dia juga tahu?
"Ah, dan setelah kupikir-pikir, yang kau panggil hyeong sebenarnya hanya satu. Jaehyung Sunbaenim." Seolah sengaja menggantung jeda, Younghyun memang berniat menjebak Sungjin dengan tanya yang sangat ingin ia ketahui jawabannya. "Bagaimana kau bisa memanggilnya dengan sebutan hyeong?"
Lawan bincang kontan terbungkam, gugup menelan saliva.
"Apa dia... kakakmu? Maksudku, apa mungkin kalian dekat atau... bersaudara?" Dan pertanyaan maut ini akhirnya muncul, membuat Sungjin kian mematung.
Sungguh tidak seharusnya ia mengajak Younghyun bicara.
"Kau, apa hakmu bertanya hal demikian?" Terpojok, anak tiga anting itu lantas berusaha mengalihkan bincang, berharap Younghyun bisa segera dibungkam.
"Aku hanya bertanya saja, memang apa salahnya?" Namun rekan barunya itu malah semakin gencar mengelak, seolah ingin sekali mendengar jawaban meski hanya sekadar "ya" atau "tidak".
"Lagi pula apa masalahnya kalau kau dan Jaehyung Sunbaenim benar bersaudara?" Dan sontak anak pelangi itu turut berdiri begitu Sungjin bangkit menghampiri pintu.
Si anting tiga jelas kembali tertahan langkahnya. Namun, satu jawaban, dan ia takkan bisa lagi bertemu dengan kakaknya sepanjang sisa usia. Begitu ancaman Jae yang masih lekat terngiang, meski itu bukanlah kalimat yang indah diingat.
"Yya, Park Sungjin! Kau tidak ingin menjawabku?" Younghyun kembali memecah atensi, yang sekaligus membuat murka Sungjin tersulut.
"Sebenarnya apa maumu, hah?" Ia lantas berbalik malas, sengaja membanting tas, berharap dengan bau-bau pergulatan ini Younghyun akhirnya mau menyerah, atau setidaknya mengalah.
Namun, selain gembul, rekan baru Sungjin rupanya juga bebal. Bocah bersurai pelangi serupa es krim singa itu malah kembali terkikik geli menanggapi situasi.
"Astaga, mauku? Aku hanya mau mengajakmu mengerjakan tugas kelompok, itu saja."
Sungjin mengembang seringai sangsi, "Dengan mencecarku seperti ini? Kau pikir aku bodoh, hah?" Meskipun memang.
"Eih, bukankah aku harus mengenalmu terlebih dulu sebelum mulai bekerja sama?" Dan seperti biasa, Younghyun memang tuannya bersilat kata.
Namun, si anting tiga juga tuannya keras kepala.
"Kalau begitu, bekerjalah sendiri."
"Apa?"
"Lagi pula aku juga tidak pernah mengiyakan ajakanmu. Jadi, kerjakan saja tugas itu sendiri." Ia dengan santai kembali menyambar tas, melenggang keluar kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
ERASER [Sudah Terbit]
Fanfiction[Under Revision] "Jika kau dan aku menjadi kita, maka kuyakin semua akan baik-baik saja." -ERASER- 🍁BLURB🍁 Berawal dari insiden kematian Hanna, sebuah band akhirnya dibentuk demi meredam perundungan yang menyeret nama Younghyun dan Dowoon sebagai...