BAIT KELIMA PULUH

708 90 163
                                    

Klek.

Sesaat gadis itu terdiam, memandang ruang kelas yang tak lagi terang sekaligus lengang. Sebelum lantas menutup kenop pintu, memastikan alat penguncinya terpasang dengan benar. Sekejap, tengkuk gadis itu meremang pula dalam imaji yang kian menjadi.

Atau mungkin bukan. Semua yang Hanna rasa bukan sekadar imaji belaka.

Seseorang itu, anak berambut cokelat yang sedari tadi tampak menunggu, akhirnya bangkit dari posisi dan bergegas mengikuti. Menjadikan derap langkahnya sebagai musik latar di sela suara kilat dan hujan. Menjadikan suara langkah Hanna bukan lagi menjadi satu-satunya.

Hingga gadis itu berujung menghentikan jejak, sejenak. Sedang anak berambut cokelat itu turut terhenti pula langkahnya, terkesiap. Namun tak sekali pun Hanna memutuskan untuk berbalik, dan hal tersebut membuat Younghyun berujung ingin menghampiri rekannya secara baik-baik.

Ia tetap santai saja dengan sebuah payung hitam dan berbungkus sandwich di tangan. Toh, memang hanya itu yang ingin ia lakukan.

Memberi Hanna tumpangan pulang.

Sedikit-banyak, di hari sebelumnya, ia mendengar rumor bahwa ada sesuatu yang belakangan tampak ganjil di sekitaran koridor. Suara derap langkah yang tak pernah memiliki wajah (tanpa identitas), berkeliaran saat malam, terutama setelah para siswa berlarian pulang. Sedang ia tahu pasti, Hanna yang saat itu juga bersaing dalam pra-olimpiade sebelum akhirnya lolos seleksi, hampir selalu pulang melebihi jam malam yang ditentukan.

Maka, sebagai rekan seangkatan, sekaligus teman dalam persaingan pra-olimpiade selama lebih dari satu bulan, Younghyun hanya merasa ingin sesekali menawarkan tumpangan.

Namun, niat tersebut rupanya tak berjalan begitu lancar.

Bahkan belum sempat anak berambut cokelat itu menghampiri, Hanna sudah lebih dulu mempercepat langkahnya, berlari. Sesaat Younghyun berusaha mencerna. Dan ia akhirnya paham bahwa Hanna telah salah mengartikan beberapa maksud dari derap langkah yang ia dengar tertinggal di belakang.

Hanna pikir derap langkah itu sama dengan yang ia dengar di malam-malam sebelumnya. Namun, bukan. Bahkan gadis itu terlampau takut untuk sekadar mengenali suara Younghyun saat anak berambut cokelat itu memanggilnya secara berulang.

Gadis itu tetap berlari, bahkan berteriak. Berkali-kali menyuruh Younghyun pergi. Namun anak berambut cokelat itu urung pula untuk berhenti.

Hanna sedang berlari menuju koridor yang seharusnya tak pernah ia lalui. Koridor paling lengang, tempat paling ujung sekolah yang bahkan tak pernah terjamah. Satu-satunya jalan pintas menuju gerbang belakang sekolah. Koridor itu cukup licin saat hujan, tersebab atapnya yang selalu lewat diperbarui secara berkala. Younghyun ingin mencegah Hanna melewati jalan itu.

Namun, terlambat. Waktunya sudah lewat.

Hanna benar-benar tergelincir saat berlari dengan langkah terburunya melewati anak tangga. Dan ketika Younghyun hendak meraih tangan gadis itu, seolah detik per menitnya terlampau cepat berlalu.

Semua sudah usai terlebih dulu.

🍁 🍁 🍁


Tak nampak selaiknya hari biasa, halaman depan rumah sakit kini sesak oleh beberapa mobil dinas kepolisian yang sibuk berlalu-lalang, juga beberapa mobil milik wartawan dan rakyat setempat yang sibuk berebut lahan untuk sekadar mengambil gambar.

Sedang Detektif Seo, satu-satunya yang terpercaya selain senior wanitanya, tetap fokus membawa target incaran mereka. Ia menggenggam erat sebelah lengan anak berambut hitam itu, tanpa semacam gelang borgol atau apa pun yang dirasa tak perlu.

ERASER [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang