TWENTY THREE

570 62 2
                                    

KENDALL's POV

Sudah empat jam berlalu, Harry masih belum menunjukan tanda-tanda bahwa ia akan membuka matanya. Dengan sabar aku berdoa dalam hati sambil menunggu Gemma yang akan datang.

Dia begitu kaget setelah mengetahui bahwa adik tersayangnya masuk rumah sakit. Mendengar nada paniknya di telepon membuatku semakin menyesal telah membantah Harry.

Air mataku keluar setelah mengingat kecerobohanku hingga menyebabkan orang yang ku kasihi terbaring di rumah sakit. Jika saja aku menuruti perintah Harry, pasti ia akan baik-baik saja saat ini.

Aku menundukkan kepala di atas lipatan kedua tanganku sambil menangis sesenggukan. Aku merasa agak tenang ketika sebuah tangan mengelus pundakku, setidaknya sentuhan ini bisa membuatku sedikit lega.

Mendongak, aku mendapati Gemma yang menatapku prihatin. Aku kira Harry yang mengelus tadi. Tangannya beralih mengelus wajah Harry yang damai itu, membuatku semakin terisak.

"Gem, maafkan aku. Ini semua salah--"

"Tidak, tidak, kau tidak bersalah. Aku tau masalah kalian karena Harry sempat bercerita padaku soal kau melamar pekerjaan. Dalam hal ini, Harry salah karena telah membatasimu berlebihan."

Aku menggeleng tidak setuju, "Tapi aku tidak bisa mengendalikan emosi Harry hingga dia bertengkar dengan temanku dan perutnya terbentur ujung meja!" Aku menyentak.

Gemma memelukku dan dia mengusap-usap punggungku. Aku hanya bisa pasrah meratapi kebodohanku.

"Lebih baik kau istirahat, aku yang akan bergantian menjaga Harry." Ujar Gemma.

"Tidak perlu, Gem, aku tidak akan tertidur sampai Harry akan sadar."

HARRY's POV

Aku mendengar seorang wanita yang berbicara kepadaku, ia menyebut namaku beberapa kali dan menyuruhku untuk membuka mata. Jujur, aku tidak bisa merasakan apa-apa. Mataku enggan untuk terbuka dan aku hanya mencium bau obat-obatan.

Harry, bangunlah, ku mohon..

Itu suara Kendall, suara wanitaku yang terisak, ada apa dengannya?

Aku mencoba untuk memanggilnya dengan lidah keluku, baru aku ingin membuka mulut, entah kenapa aku tidak mengeluarkan suara.

Ku terus mencoba semampuku, "K-kendall.." Aku berhasil memanggilnya tapi mataku tidak terbuka sepenuhnya. Hanya sekilas cahaya putih yang aku lihat.

"Harry? Harry, kau memanggilku? Harry bangun.." Ku dengar lagi suaranya.

Akhirnya, matakupun terbuka walaupun sedikit. Aku dapat melihat wajah Kendall yang habis menangis tapi memancarkan raut kebahagiaan.

"Kendall.." Panggilku lagi.

Kendall menggengam erat tanganku dan ia mengecup pipiku berulang-ulang seakan kami tidak bertemu dalam waktu yang sangat lama.

Beberapa saat kemudian, aku baru ingat jika aku sempat membentak Kendall, bertengkar dengan Chandler dan akhirnya aku terbentur meja.

Ku pandang wajah Kendall dengan perasaan bersalah, "Maafkan aku, Kendall." Ucapku pelan dan lirih.

Dia menggeleng keras, "Tidak, aku yang bersalah karena aku tidak bisa menjaga emosimu seperti yang sering aku lakukan dahulu. Maafkan aku, Harry."

Aku mengelus kepalanya dengan kasih sayang dan kelembutan yang tak pernah ku berikan pada wanita lain kecuali dirinya, "Ken, awal dari semua ini adalah aku. Aku melarangmu, membentakmu hingga kau terlalu takut untuk meredamkan amarahku. This is all my fault, I'm not supposed to yelled at you again, but I did, so.. I'm sorry."

PARTNER IN LOVE✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang