AUTHOR's POV
Sudah seminggu lamanya mereka tidak bertemu, tidak mendengar suara satu sama lain, selama seminggu ini, keduanya menjalani hari dengan lesu. Tidak ada senyuman di wajah rupawan mereka, itu semua terjadi karena pertengkaran mereka di kantor beberapa hari lalu.
Saat wanita itu memutuskan untuk resign dari kantornya dan si Lelaki yang membentak dengan sangat keras, bahkan sekarang wanita itu masih ingat betul bagaimana perkataan yang telah dilontarkan kekasihnya. Eh? masih bisakah mereka disebut sebagai sepasang kekasih?
Karena faktanya, kata-kata perpisahan terucap begitu saja dari mulut si Pria.
"Selamat pagi, ini sarapanmu." Ucap Sarah sambil meletakkan nampan berisi sarapan. Wanita tua itu mengambil lagi nampan bekas semalam yang masih lengkap isinya, tidak tersentuh sedikitpun oleh Kendall.
"Bawa saja makanan itu, Sarah. Aku tidak lapar." Ujar Kendall lemah, tanpa menghadap pada Sarah.
"Tapi kau belum makan dari kemarin, Kendall. Tubuhmu semakin kurus dan lemas." Bujuk Sarah.
Kendall tetap berada pada pendiriannya, Ia tidak mau makan dikarenakan mood nya yang begitu hancur seperti kelopak bunga yang rontok dan sulit untuk diperindah lagi.
"Baiklah kalau itu maumu, aku akan mengambil lagi makanan ini, tapi jika kau lapar, kau bisa memanggilku."
Kendall tersenyum simpul, meski Sarah tidak melihatnya.
Tidak lama setelah Sarah keluar, adik satu-satunya Kendall masuk dengan tatapan prihatin terhadap kakaknya.
"Ken.." Kylie duduk di pinggir ranjang lalu merengkuh tubuh Kendall.
"Kylie, kenapa kau menangis? Apa ada yang mengganggumu?" Kendall bangkit dan memegang kedua bahu Kylie.
"Aku sedih melihatmu terpuruk seperti ini, Kendall. Aku tidak kuat melihatnya,"
Seketika perkataan Kylie membuat Kendall menunduk, wanita itu merasa bersalah pada adiknya. Padahal, Ia yang mempunyai konflik tapi adiknya yang menangis tersendu-sendu.
"Ku mohon, kembali menjadi Kendall yang dulu, Kendall yang selalu tersenyum walau punya masalah, Kendall yang selalu bersemangat dan banyak bicara. Aku merindukanmu." Rengek Kylie, Ia meremas tangan kakaknya dengan pelan.
"Aku tidak berjanji, tapi akan aku usahakan itu semua. Demi kau, Kylie. Aku menyayangimu." Kendall memeluk Kylie dengan erat dan Kendall sadar bahwa Ia tidak sendirian, Kendall punya Kylie dan Eleanor yang bisa mendengar curahan hatinya.
***
Setelah makan setengah lembar roti, Kendall duduk di sofa dan memutuskan untuk menggambar sesuatu yang menurutnya tidak membosankan.
Mulai dari bagian kepala sampai menggambar bagian dagu dan rambut.
Beberapa saat kemudian Ia terkejut dengan hasil final goresan tangannya.
Lelaki itu melemparkan barang ke segala arah hingga sebuah kaca pecah berkeping-keping. Sementara wanita di hadapannya bergidik ngeri.
"KAU TAU BAGAIMANA POSISIKU?! SULIT! POSISIKU SANGAT SULIT, KENDALL! BAHKAN BELUM GENAP SATU HARI KITA BERHUBUNGAN, TAPI KAU SUDAH MEMULAI PERTENGKARAN!..."
"...KAU PIKIR AKU BAIK-BAIK SAJA SAAT MELIHATMU BERSAMA LELAKI LAIN DI CAFÉ TADI?! DENGAN BAHAGIANYA KALIAN TERTAWA, HAH?! AP--"
Seketika Kendall menampar pipi kiri Harry, membuat lelaki itu diam, tak berkutik.
"Salahkah jika aku tertawa bersama temanku? bagaimana denganmu? bahkan kalian berciuman dengan hangatnya, bukan? jangan pikir aku tidak tau itu semua." Ucap Kendall sambil menggeleng tidak menyangka.
KAMU SEDANG MEMBACA
PARTNER IN LOVE✔️
FanficBOOK 1/2 OF PARTNER IN LOVE *dalam revisi* Apakah aku pernah berkata bahwa cinta itu datang tanpa diduga? Jika belum, maka aku baru saja mengatakannya. Sejujurnya, siapa aku? Hanya gadis pengangguran yang hidup seadanya, namun Sang Kuasa mempertemuk...