Teriakan menggema di seluruh penjuru lapangan basket yang dikelilingi gedung bertingkat dua. Kaum hawa dengan sekuat tenaga menyemangati kapten tim basket sekolah, Dimas anjaya.
Itulah nama yang Aurel dengar dari beberapa gadis di sebelahnya. Sekarang dia menyesal keluar dari perpustakaan dan harus berada ditempat yang ramai ini.
Lagi pula tidak ada hal yang bisa dia lakukan di sini, semua terasa asing baginya. Teriakan para gadis, ponsel yang digunakan untuk memotret, dan gaya para gadis ini. Aurel seperti berada ditempat dimana disudutkan, dia sungguh tidak nyaman.
Saat Aurel ingin melangkah pergi, dia seperti terdorong untuk menyaksikan pertandingan ini.
Dia mendekat dengan memeluk buku astronomi didadanya, seolah-olah buku itu punya kaki dan akan lari kalau dilepas. Tidak ada yang memperhatikannya, semua sibuk menatap ke Lapangan.
Dua pria disana sama sekali tidak terganggu dengan teriakan dan sorotan kamera ponsel dari wanita di sini. Masing-masing mencoba merebut bola dari lawan dengan lihai.
Pria dengan rambut yang acak-acakan dan memiliki wajah yang tegas, berulang kali memantulkan bola orange itu, kemudian tiba-tiba melakukan shoot up. Dalam hitungan detik bola masuk kedalam keranjang. Didetik yang sama pertandingan itu berakhir.
Pria itu menyalami lawannya dan memberikan senyuman. Kemudian dia mengedipkan sebelah matanya kepada gerombolan kaum hawa, membuat mereka semakin menjerit.
Aurel jadi bingung hanya dengan satu kedipan mata para gadis itu seolah tersihir. Apa jangan-jangan dia penyihir? Tidak mungkin, ini pasti efek membaca novel yang diberikan Angel. Pikirannya jadi terisi oleh hal-hal aneh seperti itu.
Beberapa gadis disampingnya, masih memotret pria itu. Mereka terus menyebutkan Dimas ganteng, Dimas keren, dan pujian-pujian lainnya. Sepertinya lelaki tadi adalah Dimas Anjaya, kapten tim basket sekolah yang selalu dibicarakan teman-teman sekelasnya.
Disaat itu Angel menghampirinya bersama Dika. Lantas Aurel menghadap kearah mereka bahkan setelah disini mereka masih saja bertengkar. Namun di depan sana Dimas memperhatikan wajah Aurel dengan seksama, kemudian mengangkat alisnya dengan mata yang sedikit membesar.
“Angel, Dika udah dong debatnya. Kalian ngga capek bicara terus?” kata Aurel.
“Capek sih,” sahut Angel.
“Bener sih kata Aurel. Ya udah mendingan sekarang kalian bantuin gue ngerjain tugasnya Pak Bad,” ujar Dika dengan santai, sambil mengangkat kedua alisnya.
“Pak Badron Dika, bukan Pak Bad.” Aurel mencoba membenahi ucapan Dika.
“Coba bad artinya apa?” Dika balik bertanya.
“Buruk,” ujar Aurel dengan polosnya.“Nah, karena nilai kimia gue di tangan Pak Badron selalu buruk, jadi gue panggil Pak Bad. Karena guru itu kalau jelasin bukannya bikin murid paham malah bikin ngantuk,” jelas Dika.
"Itu sih salah sendiri. Makanya otak Dika jangan cuma diisi games aja. Pak Badron jelasinnya udah bener, otak Dika aja yang lemot," Sinis Angel.
"Untung lo cewek, kalo cowok udah gue pukul dari tadi." Dika mengepalkan tangannya keudara. Meninju hembusan angin yang tentunya tidak akan membuat sakit
KAMU SEDANG MEMBACA
Waktu dan Mimpi
Novela JuvenilMeski telah berusaha melupakan kecelakaan yang merenggut orang tersayangnya, Aurel tetap mengingat hari itu. Lalu seseorang dari masa lalu mengusik hidupnya dan orang-orang terdekatnya. Kemudian waktu memaksanya mengungkap siapa sosok penuh rahasia...