PART 25

15 1 2
                                    

Sampai kapanpun, kebenaran akan tetap terungkap. Itu sudah aturan semesta. Dan mereka yang menutupi kebenaran, hidupnya takkan tenang.

___W&M___

Jari Aurel mengetuk dimeja dengan pandangan mengarah ke depan. Walau matanya tertuju pada Pak Badron, tapi pikirannya berada pada pesan singkat yang dikirim Bima. Kemudian dia mengalihkan Pandangannya ke arah bawah dan kembali melihat pesan dari Bima.

Andika Satra itu adiknya Leonard. Mereka ngga tinggal serumah, tapi ada yang lihat penjahat itu datang ke rumah Andika 2 minggu yang lalu.

Kalimat terakhir dari pesan yang dikirim Bima, terus mengganggu pikirannya. Apa mungkin Dika tahu soal apa yang dilakukan Leo padanya, tapi kalau Dika tahu pasti dia sudah beritahu pada Aurel. Namun mereka bersaudara, Dika bisa menutupi perbuatan kakaknya. Ini benar-benar mengganggu pikiran Aurel.

Bel pertanda istirahat berbunyi, sehingga Pak Badron segera mengakhiri kelasnya. Tentu saja memberi kelegaan bagi mereka yang menunggu waktu istirahat.

Aurel sontak berbalik badan dan menatap tepat pada netra Dika. "Dik, ada yang mau aku bicarain sama kamu," tegasnya.

__W&M__

Hembusan angin menerpa wajah Dika. Bentangan langit terlihat sangat jelas dari bubungan atap sekolah. Bahkan matahari menyengat tanpa gentar pada sepasang insan itu.

"Apa yang mau lo bicarain?" tanya Dika.

Kedua tangan Aurel mengepal dengan iris cokelatnya yang menatap tepat manik lawan bicaranya. "Aku mau kamu jawab dengan jujur. Kamu tahu siapa yang menculik aku 'kan, Dika?"

Bola mata Dika melebar untuk beberapa detik. "Kenapa lo tanya kaya gitu? Tentu aja gue ngga tahu." Dia terkekeh diakhir perkataannya, tapi tidak dengan Aurel.

"Kamu ngga pandai bohong Dik." sarkas Aurel.

Dika mundur satu langkah, lalu menghadap ke samping. "Gue ngga bohong. Udah gue bilang ngga tahu," elaknya.

Tangan Aurel menarik satu tangan Dika dengan keras, sehingga wajah mereka berhadapan. "Aku ngga nyangka kamu bohongin aku." Dia menggigit bibir bawahnya. "Apa kamu tahu, karena penjahat itu aku hidup dalam ketakutan Dika. Dia selalu ngancam aku menggunakan orang-orang terdekatku. Padahal aku sendiri ngga tahu tujuan dia," cecarnya, lalu melepas tangan Dika. Genangan air terlihat jelas dipelupuk matanya.

"Sejak kapan kamu tahu soal penjahat itu?" tuntut Aurel.

"Udah gue bilang, gue ...." Aurel menampik ucapan Dika. "Jawab jujur Dika!" bentaknya.

"Oke. Saat gue dan Angel nyelamatin lo. Waktu gue buka maskernya, gue tahu kalo dia kakak gue," ungkap Dika.

"Jadi sejak 2 minggu yang lalu. Kenapa kamu sembunyiin semua itu?" ringis Aurel dengan air yang menggenang dipelupuk matanya.

"Gue takut ... lo bakal jauhin gue." Aurel menatap nanar pada Dika, "Gue ngga mau kehilangan lo, Rel. Seengganya kalo gue ngga bisa jadi pacar lo, gue bisa jadi sahabat yang selalu ada disisi lo."

"Kamu yang ngejauh dari aku dan Angel, Dika. Sekarang aku mohon sama kamu, minta kakak kamu berhenti usik hidup aku lagi."

"Gue ngga bisa. Kita udah ngga ketemuan selama 15 tahun. Gue juga ngga tahu nomor teleponnya."

Aurel memejamkan mata bersamaan helaan napas panjang. Padahal Bima baru memberitahu kalau mereka bertemu dua minggu yang lalu. Namun Dika mengatakan yang sebaliknya. Aurel memilih menyerah bertanya, sebab dia yakin Dika akan berbohong lagi.

"Ya udah. Aku mau balik ke kelas." Dika menahan lengan Aurel, sehingga gadis itu menghentikan langkahnya.

"Lo ngga bakal jauhin gue karena hal ini 'kan?"

"Kita tetap temenan. Anggap aja aku ngga pernah nanya semua itu ke kamu. Karena aku juga ngga mau ngerusak pertemanan kita." Aurel tersenyum, lalu melepas pegangan Dika menggunakan tangan yang lain.

Dika menatap punggung Aurel yang menjauh. "Maaf Rel, gue harus rahasiain ini."

__W&M__

Sebisa mungkin Aurel menyembunyikan raut sedihnya. Karena di depan sana sahabatnya masih setia duduk dibangku, dengan kebingungan yang terlihat jelas. Wajar, sebab Aurel sangat jarang berkata tegas pada seseorang.

"Apa yang Aurel bicarain ama Dika?" ujar Angel, saat Aurel berdiri dihadapannya.

Senyum menghiasi wajah Aurel. "Aku cuma mau nanya apa aku bisa ketemu sama neneknya. Soalnya selama ini, aku ngga pernah ke rumahnya."

"Tumben Aurel mau ke rumah si Alien. Biasanya kalo mau ngobrol di sekolah doang. Tapi ide kamu bagus juga sih. Angel juga mau ke rumah si Alien deh, jadi kapan kita pergi?" heran Angel.

"Aku rasa ngga bisa dalam waktu dekat." Perkataan Aurel membuat Angel mengangkat sebelah alisnya. "Maksud aku, kita 'kan harus latihan buat pensi."

"Kalo gitu abis pensi aja kita ke rumah dia." Aurel mengangguk pelan dengan perkataan Angel.

Angel meraih salah satu tangan sahabatnya. "Kita ke kantin yuk," ajak Angel.

Gadis berkacamata itu menggeleng pelan. "Ngga deh. Aku ngga laper."

"Kalo gitu Angel ke kantin dulu ya." Angel melangkahkan kakinya menjauhi ruang kelas, kemudian Aurel duduk dikursinya.

Dia mengambil sebuah buku dari dalam tas. Kemudian menatap buku pemberian Kesia. Kemarin dia belum sempat membaca buku itu dan mungkin sekarang waktu yang tepat. Lalu jarinya bergerak perlahan, membuka halaman pertama.

20 Juli 2015

Aurel masih kesusahan belajar gitar. Padahal dia udah belajar seminggu.
Walaupun dia ngeselin dan gampang banget nyerah, gue bakal ajarin dia sampai bisa. Karena gue percaya dia bisa ngelakuin apa yang dia pikir ngga bisa.
Walau artinya gue harus sedikit sabar hadapin sikap keras kepalanya.

Aurel tidak bisa menahan bibirnya untuk tersenyum. Ternyata kakaknya lebih perhatian dari apa yang dia pikirkan. Ah, dia merindukan kakaknya.

Gadis itu kembali membuka helaian kertas, hingga melewatkan beberapa halaman.

26 Juli 2015

Hari ini Aurel pentas, gue berharap dia bakal ngelakuin yang terbaik nanti.
Walau persiapannya ngga lama, gue percaya Aurel bakal tampil yang baik.
Karena Aurel ngga bakal ngecewain kakaknya.

Air mata menggenang di pelupuk matanya. Dia tidak mungkin lupa dengan peristiwa di hari itu. Hari itu pentas pertamanya, tapi dia tidak bisa menyelesaikan lagunya karena kebakaran di sekolah. Dia mengecewakan harapan kakaknya.

"Maaf kak," lirih Aurel.

Brian membuka matanya saat mendengar lirihan Aurel. Tentu dia bisa dengar, sebab headphone ditelinganya tidak disetel lagu. Tidak tahu kenapa, suara Aurel yang berubah lemah dan sedih, menyayat hatinya. Dia tidak ingin gadis itu bersedih, tapi saat ini dia hanya bisa diam.

29 Juli 2015

Gue berharap Aurel bakal selalu sehat dan ngga nangis kaya hari ini.
Hanya karena orang itu, adik kecil gue jadi merasa bersalah.
Apalagi ucapan aneh yang dia ucapkan hari ini.
Beruntung dia menuruti perkataan gue dengan pindah sekolah dan tidak mengganggu Aurel lagi.

Aurel tidak mengerti siapa yang dimaksudkan kakaknya. Namun firasatnya mengatakan kalau orang itu bukan orang yang baik. Kata 'mengganggu' itu mengusik pikirannya. Kira-kira apa penyebab Aurel terganggu waktu itu. Sebentar, apa yang dimaksud kakaknya adalah penjahat itu, namanya Leonard.

Dia ingat perkataan penjahat itu, membalas perbuatan Aurel di masa lalu. Sekarang Aurel tahu perbuatan apa yang dimaksud Leo. Namun ada yang harus dia pastikan. Rekaman telepon terakhir Ailan, dengan begitu dia tahu siapa yang membuat kakaknya marah dan adakah hubungan orang itu dengan kecelakaan yang dia alami. Walaupun kasus itu sudah selesai dengan hasil, rem truk itu tidak berfungsi. Aurel tetap ingin tahu apa yang diucapkan orang itu, sampai kakaknya marah.

Waktu dan MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang