PART 14

13 0 0
                                        

"Gue ngga tahu siapa yang pergi dari hidup lo, tapi yang pasti orang yang kita sayang telah pergi tanpa peduli, kalau kita terluka."

                      Aron Brian Axel

___T&D___

Ternyata band yang dinanti, datang setelah Aurel menyelesaikan lagunya. Mereka pun menggantikan posisi Aurel dan menghibur pengunjung.

“Pas kan, bandnya datang setelah kamu nyanyi,” ujar Angel saat Aurel berdiri berdampingan dengannya.

“Iya-iya. Kamu ngga di kasir?” heran Aurel ketika sahabatnya tidak berdiri di balik mesin penghitung, setelah mengganti seragam sekolah dengan baju casual.

“Kata bunda Linda, ngga perlu. Angel bantuin antar pesanan,” jelasnya.

Mereka mengambil baki yang berisi pesanan dan mulai melaksanakan tugas . Keduanya mengambil arah yang berlawanan sesuai dengan nomor meja yang ditentukan.

Aurel melihat penanda angka 7 di atas meja, segera saja dia hampiri. Tidak disangka pria yang duduk di sana adalah Brian, pria dingin yang menjadi incaran kaum hawa di sekolah.

Secangkir kopi hitam kental, dia letakkan ke atas meja. Padahal Brian telah memesan secangkir kopi sebelumnya, terlihat dari ampas yang tertinggal dari cangkir putih itu. Matanya menusuk iris cokelat Aurel, sehingga si empunya dihantui perasaan tak karuan.

Meski takut, dia tetap menunjukan senyuman sebagai bentuk pelayanan. “Selamat menikmati,” tuturnya.

Baru ingin melangkah, lengannya dicegat oleh Brian, “Lagu yang lo nyanyiin udah ungkapin perasaan lo,” terkanya.

Perkataan Brian berhasil membuat Aurel mematung. Bagaimana bisa dia mengetahui perasaannya? Bukankah dari jarak yang jauh dari panggung, dia tak bisa melihat air matanya?

“Bagaimana kamu bisa tahu?” bingung Aurel.

“Karena gue ngerasain hal yang sama. Gue ngga tahu siapa yang pergi dari hidup lo, tapi yang pasti orang yang kita sayang, telah pergi tanpa peduli apakah kita terluka,” ratapnya.

Aurel tak bisa mengucapkan sepatah katapun untuk membalas perkataan Brian. Bolehkah dia percaya dengan ujaran Brian? Benarkah lelaki itu benar-benar memahami dirinya?

“Aurel,” panggil Linda.

Dia segera melepaskan lengannya dari genggaman Brian. “Maaf, tapi kamu tidak paham apa pun.”

Kakinya melangkah pergi meninggalkan Brian yang bingung menata hatinya. Tidak seharusnya dia berbicara seperti itu dengan Aurel. Bagaimana bisa dia berkata memahami luka Aurel? Sedangkan mereka hidup seperti orang asing di sekolah.

Siapa sangka? Kalau Angel harus mengantarkan pesanan ke meja Dimas dan Celia. Gadis itu tampak kecentilan kepada sang most wanted. Dia jadi geram sendiri melihat tingkah Celia. Dia memang menyukai Dimas, tapi tidak pernah bertingkah seperti itu.

Angel meletakkan piring sedikit keras, agar Celia menghentikan tingkahnya yang membuat dia jengah. Cara itu berhasil menghentikan sikapnya.

“Naruhnya bisa agak pelan ngga? Ganggu orang aja,” sinis Celia.

“Oh maaf.” Angel memberi sedikit senyum pada gadis itu.

“Loh Angel, lo kerja di sini atau gimana?” tanya Dimas.

“Angel lagi bantu Bunda Linda, karena lagi banyak pengunjung.” Dia memberi senyum tulus.

Sekaligus dihukum karena udah bohongin bunda,” tambahnya dalam hati.

Waktu dan MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang