Autumn Anterograde 2: Bertemu

4.6K 757 44
                                    

"Aku harus pergi menjemput putraku, Mingyu-ssi. Maaf tidak bisa menemanimu berlama-lama di sini." Wonwoo seraya bergegas dengan dua cup es krim vanilla di tangannya.

"Bolehkah aku ikut?" Lelaki itu dengan cepat menggenggam pergelangan tangan Wonwoo, yang digenggam hanya gelagapan, terkejut dengan waktu yang tiba-tiba berjalan cepat, secepat degup jantungnya yang berdentum tak beraturan.

Dunia Wonwoo tidak akan pernah sama lagi setelah ini. Angin yang bertiup di bulan Oktober ini, menerbangkan setiap helai rambut hitam pekat pemuda manis yang berjalan di sebelahnya. Menatap Wonwoo sama saja seperti melempar Mingyu pada ribuan hari di belakangnya ketika musim gugur di Quebec City. Hari ini dengan kemeja berwarna kuning pastel dan celana denim biru muda melekat pas di kakinya yang ramping. Tidak lupa tas selempangnya yang berwarna hitam berisi kamera dan berlembar-lembar foto polaroid berisi catatan kecil.

Mingyu masih setia memandanginya dengan kagum sebelum akhirnya membuka suara, "Ah ngomong-ngomong berapa usiamu? Dari tampilanmu seharusnya kau adalah pemuda yang maniak karir dan belum menikah."

Yang dikomentari hanya tergelak pelan dan mulai menjawab di sela tawanya. "Dua puluh lima. Aku dua puluh lima tahun, Mingyu-ssi. Sudah cukup pantas untuk memiliki seorang putra 'kan?"

Mingyu mengangguk sekilas, "Mungkin iya, mungkin juga tidak. Ah satu lagi, cukup panggil aku Mingyu." Wonwoo mengangguk tanda mengiyakan lalu suasana hening kembali.

~~~

Sejak Wonwoo tahu terkena amnesia anterograde, ia menjadi sangat hati-hati jika berhubungan dengan seseorang. Wonwoo tidak pernah berprasangka buruk bahwa orang lain akan menjahatinya, ia hanya takut salah bicara kalau-kalau ternyata orang itu memiliki kenangan buruk dan Wonwoo malah mengungkitnya karena lupa. Pernah suatu hari ia menanyakan kemana suami Bibi Shin dan mengapa Bibi Shin selalu sendirian di kedainya. Ternyata Paman Shin--suaminya-- telah meninggal sejak 3 tahun yang lalu. Bila ingin tahu kenapa suami Bibi Shin meninggal, ia meninggal saat menyelamatkan Minwoo, putra Wonwoo.

Ketika Wonwoo dan Minwoo sedang menyeberang jalan sehabis membeli es krim dari kedai Bibi Shin, sebuah minibus melaju kencang ke arah mereka berdua, saat itulah Paman Shin mendorong Wonwoo dan menarik Minwoo dalam pelukannya, tapi nahas Paman Shin dan Minwoo malah menghindar ke arah di mana minibus itu juga menghindar, seketika benturan tidak dapat dielakkan lagi. Sedangkan Wonwoo, mendapat trauma benturan berat pada kepalanya akibat dorongan Paman Shin.
.
.
.

"Mengapa bibi membuka kedai sendirian? Apa paman Shin belum pulang dari pasar?" Wonwoo bertanya dengan polosnya. "Diamlah Wonwoo, aku sudah lelah. Kau sudah menanyakannya berkali-kali dan aku cukup muak menjawabnya berulang-ulang. Paman Shin mu telah meninggal karena menyelamatkanmu asal kau tahu." Bibi Shin memang tidak menjawab dengan suara yang meninggi tetapi nada datarnya seakan menyimpan kesedihan yang teramat sangat.

Pasangan itu memang menyayangi Wonwoo sejak lama. Paman Shin merupakan tukang kebun di sebuah rumah mewah tempat Wonwoo dibesarkan. Waktu itu Paman Shin remaja harus membantu kakak perempuannya merawat bunga di sebuah rumah mewah, di situlah Paman Shin remaja melihat bayi Wonwoo yang manis dengan mata rubahnya, sejak saat itu Paman Shin remaja menyayangi Wonwoo seperti keponakannya.
.
.
.

Sejak peristiwa yang menyakiti hati Bibi Shin itulah Wonwoo mulai sangat berhati-hati dan mencatat dengan lebih detail setiap peristiwa yang terjadi pada orang-orang terdekatnya. Wonwoo juga tidak pernah membiarkan orang lain terlalu menyayanginya, karena ia tahu bahwa setiap hari berganti ia akan dengan mudah melupakan kasih sayang itu dan ia tidak ingin diliputi terus oleh rasa bersalah. Wonwoo amat sangat hafal bagaimana rasanya dilupakan, maka ia tidak ingin melakukan itu pada orang lain.

~~~

"Apa melamun menjadi salah satu hobimu? Setelah mengumpulkan berlembar-lembar foto polaroid yang bahkan hasil jepretannya tidak artistik sama sekali." Lelaki itu tidak tahan dengan keheningan di riuhnya jalan raya pagi hari. Celana denim biru navy melekat pas di kaki jenjangnya. Kaus putih dengan jaket bomber hijau army menjadi padanan yang pas di tubuh atletisnya. Siapa sangka pilot tampan ini telah menginjak usia 31 tahun.

"Ah aku hanya sedang memikirkan sesuatu." jawab pemuda manis itu dengan kikuk.

"Kau bisa menceritakannya padaku, kita sudah berteman bukan?" Mingyu tersenyum kecil.

"Mingyu, jika besok, lusa, atau hari-hari berikutnya kita bertemu lagi entah di mana, jangan segan untuk memperkenalkan diri lagi ya. Aku juga akan mencatatnya sih, hanya saja aku takut lupa." Lagi-lagi Wonwoo tersenyum canggung sambil memainkan tali tas selempangnya.

"Memangnya kau akan dengan mudah melupakan wajah tampanku?" tanya Mingyu menggoda dengan menaik turunkan alisnya.

"Eeewwwhh cheesy." Wonwoo memukul pelan lengan Mingyu.

Lelaki tampan itu, ia tahu apa yang terjadi pada pemuda manis disampingnya. Ia hanya ingin Wonwoo menceritakannya sendiri. Mingyu ingin mendapat kesempatan itu untuk kedua kalinya, ia ingin mendapatkan kepercayaan Wonwoo lagi. Wajah pemuda disampingnya tertunduk, seperti berpikir, menimbang-nimbang akan bercerita atau tidak.

"Mm...Mingyu, bagaimana jika... Ah tidak, lupakan saja." Mingyu menghentikan langkahnya yang seketika membuat Wonwoo bingung.

"Katakan saja, jika kau berpikir aku akan menjauhimu atau tidak ingin berteman lagi denganmu, buang jauh-jauh pikiranmu itu. Sebab itu tidak akan pernah terjadi." Lelaki disampingnya berkata dengan mantap.

Wonwoo memejamkan mata lalu menghembuskan napas kencang, seperti tersirat arti bahwa ia akan menceritakannya dengan siap.

"Baiklah. Mingyu, aku akan melupakanmu, melupakan setiap detail apa-apa saja yang terjadi hari ini saat aku membuka mataku esok pagi. Aku terkena amnesia anterograde saat aku kecelakaan. Itulah mengapa aku selalu sibuk mencatat segala hal yang terjadi setiap harinya. Aku selalu mengumpulkan berlembar-lembar foto polaroid dari setiap orang yang aku temui. Jadi saat penghujung pertemuan kita nanti, izinkan aku mengambil fotomu. Barangkali besok kita bertemu lagi, biar aku tidak lupa. Karena menyedihkan rasanya ketika kita dilupakan." ucap Wonwoo lirih panjang lebar. Tanpa ia sadari, tangan kekar Mingyu telah merangkul bahunya, terasa menenangkan dan terasa familiar.

~~~

Anak-anak dengan riang berlarian keluar kelas, menghambur satu persatu ke dalam pelukan orang tuanya. Wonwoo dan Mingyu menunggu, terus menunggu sampai anak terakhir berada dalam dekap ibundanya. Wonwoo menunggu di ayunan seperti biasanya, sedangkan Mingyu memandang sekeliling sambil memunggungi bangunan sekolah warna-warni itu. Perempuan cantik dengan rambut diikat satu membentuk ekor kuda menghampiri Wonwoo, seperti biasa ia menyerahkan kertas merah muda seperti biasanya.

"Kau sudah tiba Wonwoo-ya. Sangat tepat waktu seperti biasanya. Bawa ini dan belilah buket bunga lily putih campur merah muda di toko bunga pertigaan jalan sana." ucap Minkyung Saem dengan lembut. Seketika Mingyu menoleh dan ingin membawa Wonwoo beranjak dari sekolah itu mengikuti saran dari perempuan yang barusan berbicara, sampai pandangan mereka bertemu.

"Mingyu...?"

"Minkyung-ah...?"

Wonwoo menatap keduanya bingung.


To be continued

.
.
.
.
.

P.S
Terima kasih atas apresiasi nya di chapter pertama, nggak nyangka ada aja yang baca, ada yang vote, ada yang komen. Itu seperti healing buat saya. Selamat membuka kotak pandora!

Autumn Anterograde [Meanie] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang