Autumn Anterograde 30: Best Decision

4K 531 157
                                    

1 year later ...

Seoul, Korea.

Asap mengepul dari teapot yang berisi teh chamomile, harum aromanya menguar memenuhi meja makan keluarga Kim. Semangkuk besar sup ayam pedas dan beberapa side dish wajib seperti kimchi serta acar lobak kuning menemani makan malam hangat yang tercipta di sana. Mingyu telah kembali aktif di pekerjaannya setelah cuti panjang penuh drama dalam hidupnya berakhir. Wonwoo masih sama, rajin ke makam Minwoo setiap hari untuk mengganti buket bunga lily putih yang bercorak merah muda, kadang ia sendirian di sana hingga sore atau bersama dengan Mingyu ketika pria tinggi itu memiliki waktu days off.

Wonwoo memiliki kesibukan baru, ia mulai mencoba berkecimpung di dunia tulis menulis setelah beberapa bulan lalu ia resmi menjadi anggota tetap perpustakaan kota. Bulan depan, Mingyu akan kembali terbang ke Québec City. Kenangan di kota itu membuat Mingyu hanya mengulas senyum tipis. Bukan Minkyung yang ia ingat, melainkan panggilan telepon dari Wonwoo yang minta dibawakan daun maple musim gugur khas kota itu. Memori itu membuatnya senang sekaligus sedih, jika saja ia tidak egois di masa lalu, jika saja ia tahu betapa baiknya hati Wonwoo, mereka pasti hidup bahagia dengan putra tercintanya, Minwoo.

"Berhenti bertingkah seperti orang gila, hyung. Sejak tadi kau senyum-senyum sendiri. Mengerikan." Siku Wonwoo menyinggung ringan lengan Mingyu.

"Kau ingin dibawakan apa nanti?"  Mingyu sedikit menolehkan kepalanya dan tersenyum manis ke arah Wonwoo.

"Kau selalu tahu apa yang aku inginkan, bukan?"

"Oh ayolah Wonie-ya, daun maple kering itu sama saja di setiap musim gugur."

Wonwoo hanya tertawa kecil sambil mengedikkan bahu. Jika sudah begini keinginan rubah kecil itu tak akan pernah mampu ditolak Mingyu. Wonwoo masih menjadi pria manis yang dengan hati malaikat ketika perlahan-lahan ia mulai menerima semua perhatian dan perlakuan baik Mingyu. Tidak pernah ada lagi benteng yang ia bangun setinggi-tingginya dan bentang jarak yang ia rentangkan perlahan-lahan terkikis begitu saja.

"Sudahlah turuti saja, Kim." Sang ayah yang sejak tadi diam mengamati tingkah kedua putranya kini membuka suara dengan intonasi yang lembut.

"Baiklah. Baiklah. Kau menang." Mingyu mengusak kepala Wonwoo yang sedang sibuk meledek kekalahannya, sebuah kecupan singkat mendarat pada kening Wonwoo membuat manik mata rubah itu membeliak kaget. Sebuah perasaan berbunga kembali membuat dadanya sesak, mengenyahkan segala pikiran dan keinginan untuk bersama kembali.

~~~

Geneva, Swiss.

Ruang konferensi berbentuk melingkar dengan kursi berbahan velvet warna biru gelap terkesan mendominasi. Tatapan lekat penuh konsentrasi tertuju pada layar segi empat berwarna putih yang sedang menampilkan mekanisme kerja vaksin baru yang sedang mereka kerjakan. Seungcheol merasa nyaman berada di sini, melintasi Avenue Appia setiap hari, berjalan-jalan di luasnya kompleks kantor pusat WHO, hingga duduk berjam-jam di WHO library untuk memperkaya ilmu atau sekadar berbalas surel dengan Wonwoo yang berada jauh di Korea.

Pria tampan dengan bulu mata lentik dan lesung pipi yang terkesan manis itu tidak benar-benar paham arti sebuah rasa cinta. Sosok Wonwoo yang lemah dan aura manis dari pria dengan manik foxy membuat Seungcheol ingin selalu menyayangi dan melindunginya tanpa pernah ia sadari bahwa tak pernah ada debaran berarti jika ia sedang bersama Wonwoo, hanya ada rasa nyaman dan hangat yang melingkupi hatinya ketika menjalani hari-hari bersama pria manis itu tanpa pernah ada arus deras aliran darah pada nadinya yang membuatnya berdesir hebat.

Autumn Anterograde [Meanie] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang