Autumn Anterograde 18: Mosaic (3)

2.7K 543 54
                                    

Namanya Kim Mingyu
Tinggal di unit apartemen sebelah kananku
Memberi teh chamomile padaku
Menyukai es krim choco-avocado Bibi Shin

Wonwoo mengetuk-ngetukkan bolpoin ke dagu putihnya yang tegas, mencoba mengingat segala sesuatu tentang Kim Mingyu hari ini. Ia menahan kantuknya sejak berhenti menangis sore tadi sehabis kembali dari pemakaman Minwoo hanya untuk mencatat tentang pertemuannya dengan Mingyu sebelum ia jatuh tertidur dan melupakan semuanya untuk kesekian kali. Wonwoo memilih kertas berwarna oranye untuk menuliskan sesuatu tentang tetangga baru yang tinggal di sebelah kanan unit apartemennya. Pemutar musik dinyalakan, alunan instrumental piano dari pianis favoritnya menemani malam-malam sepi miliknya. Sekelebat tentang rangkaian terapi yang akan dilakukannya bersama dokter Do kembali memenuhi pikirannya. Helaan napas panjang menghentikan kegiatan tulis-menulis yang ia kerjakan di ruang baca kecilnya.

Wonwoo bangkit dari duduknya dan berjalan ke dapur. Jemari kurusnya meraba seperangkat alat untuk membuat dan menikmati teh. Penyaring kawat, teapot dan cangkir porselen putih, serta kantung berwarna cokelat yang berisi bunga chamomile kering untuk diseduh. Ia memanaskan air, menaruh beberapa sendok bunga kering itu ke dalam tabung penyaring kawat yang terdapat di dalam teapot. Menyeduh dan menghirup wanginya teh chamomile sepertinya tidak buruk, begitu pikirnya. Secangkir teh chamomile sudah berada di dalam genggamannya, hangat yang menjalar perlahan menenangkan dirinya dari angin dingin musim gugur. Salah satu tangannya menyambar coat biru tua dari tiang penggantung pakaian yang berdiri di ruang tengah apartemennya. Pintu balkon ia buka, membiarkan embusan angin menerpa wajah dan helaian rambut hitamnya. Bibir merah muda miliknya menyesap pelan teh chamomile yang masih mengepulkan uap panas. Telinganya mendengar samar hela napas berat orang lain.

"Kim Mingyu-ssi?" Apartemen sederhana memang tidak terlalu ketat akan sebuah privasi, buktinya setiap penghuni dapat saling melihat balkon tetangga sebelahnya. Seperti yang Wonwoo lakukan saat ini, matanya lekat menatap Mingyu seperti ada medan magnet yang kuat dalam diri lelaki itu yang membuat Wonwoo berusaha keras mengingat sesuatu.

"Wonwoo? Sedang apa?" Mingyu terlihat kaget ketika Wonwoo dengan lembut menyapanya.

"Menikmati teh chamomile pemberianmu. Kau sendiri?" Wonwoo mengangkat cangkir putih di tangannya sambil tersenyum.

Mingyu menautkan alisnya, bingung akan sikap Wonwoo yang dengan mudah mengatakan bahwa teh chamomile itu pemberiannya, Wonwoo yang mulai bisa mengingat adalah hal yang paling dinantikan sekaligus ditakutkan oleh Mingyu. "Aku? Aku sedang merenung, mungkin." Jawaban bodoh yang Mingyu lontarkan mengundang tawa kecil dari Wonwoo yang sialnya sangat manis sehingga membuat jantung Mingyu ingin lepas dari tempatnya.

"Bagaimana kalau kita minum teh bersama. Aku akan membukakan pintu untukmu, kau boleh berkunjung kemari." Mingyu mengangguk patuh saat mendengar tawaran Wonwoo.

~~~

Cklek ...

Mingyu melangkah masuk ke unit apartemen sederhana milik Wonwoo. Aroma baby powder yang familiar menggelitik hidung mancung miliknya. Aroma yang tidak pernah berubah. Aroma yang berhasil melempar Mingyu pada beberapa tahun silam ketika ia tinggal bersama Wonwoo dan putra kecilnya di sini. Wonwoo sendiri telah pergi meninggalkan Mingyu ke dapur dan menuangkan teh untuk pria tinggi itu. Mingyu masih melamun, memanjakan hidungnya dengan aroma lembut putra kecilnya hingga tersentak saat permukaan porselen hangat menyentuh punggung tangannya. Wonwoo telah membawakan secangkir teh untuk Mingyu yang berdiri terpaku di ruang tengah.

"Renunganmu belum selesai, ya?" Wonwoo terkekeh sambil menggenggam pergelangan tangan Mingyu agar mengikutinya ke balkon.

"Ah ... Iya, mungkin." Pria tinggi itu tersenyum canggung, ingin rasanya ia memeluk Wonwoo dan menceritakan semua yang mengganggu pikirannya. Tapi tidak bisa. Ia hanya tetangga baru untuk Wonwoo. Akan terasa aneh jika tiba-tiba ia memeluk Wonwoo.

"Oh iya, sebentar ..." Wonwoo berucap riang sambil meletakkan cangkir tehnya di meja kayu yang terdapat di balkon apartemen. Ia melangkah masuk meninggalkan Mingyu yang mematung.

Kini di tangannya penuh kertas catatan berwarna oranye yang membuat kening Mingyu berkerut.

"Ini catatan pertama yang kau buat saat mengantarkan sekantung teh chamomile untukku. Ini catatan yang baru saja kubuat agar aku tak melupakanmu lagi. Jadi setiap hari jika kita bertemu di lift atau di mana pun, aku bisa dengan mudah menyapa dirimu. Percayalah, Mingyu-ssi dilupakan itu rasanya tidak enak. Maafkan aku selama ini ya." Wonwoo tersenyum sangat manis, membuat perut Mingyu terasa diaduk oleh rasa bersalah yang semakin dalam. Wonwoo bahkan meminta maaf telah melupakannya. Padahal Mingyu pantas mendapatkan itu.

Tangan Mingyu terulur ke arah coat yang tidak dikancing oleh Wonwoo.

"Kau ini, kau 'kan tahu angin musim gugur sangat cepat membuatmu flu. Kancingkan mantelmu, Wonie-ya! Jangan karena hyung akan selalu mengancingkannya untukmu maka kau selalu sengaja tidak menutupnya."

Tanpa sadar Mingyu mengancingkan coat panjang yang dipakai Wonwoo sambil berbicara dengan santai seperti yang sering ia lakukan dulu terhadap dongsaeng kesayangannya. Wonwoo tertegun dengan ucapan Mingyu, kepalanya terasa sakit namun segera ia tepis kesakitan itu dan bergegas menggenggam erat tangan pria tinggi yang berdiri di hadapannya hingga pria itu terkejut dan mengatupkan rahangnya kuat-kuat.

"Siapa kau sebenarnya, Mingyu-ssi?" Tatapan Wonwoo menyendu, Mingyu hanya memejamkan matanya dan menghela napas panjang merutuki kebodohannya.

"Kau siapa?" Wonwoo bertanya sekali lagi, pipinya telah basah oleh air mata yang menetes. Entah ia menangis karena rasa sakit kepala yang menderanya atau menangis karena sepertinya ia telah menemukan sesuatu yang hilang.

Mingyu tidak bisa menahannya lagi, ia memeluk Wonwoo erat-erat di balkon apartemen sederhana itu. Menenggelamkan wajahnya pada bahu sempit pria manis yang sangat dicintainya itu. Balkon apartemen tempat mereka berbagi cerita. Balkon apartemen tempat Mingyu bersembunyi kala menerima panggilan diam-diam dari Minkyung. Di tempat ini ia membahagiakan Wonwoo hingga ke langit ketujuh. Namun di tempat ini pula ia menyakiti Wonwoo hingga ke dasar inti bumi. Isakan samar nan berat keluar dari mulut Mingyu dengan mudahnya. Memeluk Wonwoo selalu terasa menenangkan, mengapa dulu ia sungguh bodoh menyia-nyiakan pria manis dengan hati seperti malaikat ini.

Pelukan Mingyu terasa tidak asing dan panggilan Wonie terasa manis terdengar di telinganya namun membuatnya sesak di waktu yang bersamaan. Wonwoo tidak paham apa yang sedang terjadi. Tetangga barunya ini memeluk begitu erat seperti telah mengenal pada kehidupan sebelumnya. Sebagian hatinya ingin meronta melepaskan pelukan yang membuat sesak itu. Tetapi sebagian lagi memerintahkannya untuk diam dan berdamai dengan pelukan itu.

"Kim Mingyu-ssi, tolong jawab pertanyaanku. Siapa kau sebenarnya?" Ucapan Wonwoo teredam dalam dada bidang milik Mingyu. Pria tinggi itu, tak ada tanda-tanda akan melepaskan Wonwoo dari pelukannya.




To be continued




P.S.

Hmm, feeling so blue :(

Selamat membuka kotak pandora!

Autumn Anterograde [Meanie] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang