Beberapa hari kemarin menjadi hari paling menyakitkan bagi Mingyu. Sepulangnya dari rumah sakit, Wonwoo memilih pergi bersama Seungcheolㅡseseorang yang tidak pernah Mingyu kenalㅡia sadar bahwa ia telah melewatkan banyak hal ketika memilih pergi dan membawa rasa bersalahnya. Pagi ini Mingyu kembali akan mengikuti Wonwoo ke mana pun pria manis itu pergi. Mingyu telah hafal kegiatan repetitif seorang Jeon Wonwoo, menyesap cokelat hangat sebagai pengganti sarapan di apartemennya, jam sepuluh pagi akan berjalan dengan ceria ke kedai es krim Bibi Shin, menjemput Minwoo ke sekolah dan bertemu Minkyung, membeli buket bunga lily putih campur merah muda, ke pemakaman Minwoo dan menangis hingga sore hari, pulang ke apartemen dan menyeduh lagi secangkir cokelat hangat dengan mata yang sembap. Mingyu bertekad ia akan ada di setiap kegiatan Wonwoo setiap hari.
Musim gugur semakin memperlihatkan pesonanya. Daun-daun Ginkgo yang menguning tampak cantik di sepanjang jalan. Mingyu telah rapi dengan sweater kelabunya. Celana semi-denim berwarna hitam sangat pas di kaki jenjangnya. Serta sepatu olahraga yang juga berwarna abu-abu tampak terlihat pas. Mingyu sengaja menunggu di depan lift untuk dapat seolah-olah bertemu secara kebetulan dengan Wonwoo. Mata Mingyu menghangat ketika dongsaeng kesayangannya terlihat sedang berjalan ke arahnyaㅡke arah lift lebih tepatnyaㅡdengan sweater turtleneck berwarna pink pastel dipadukan dengan coat panjang kotak-kotak berwarna cokelat muda serta denim biru muda yang terlihat manis.
Wonwoo berdiri di sebelah Mingyu menunggu pintu lift terbuka sambil memerika kamera dan tumpukan foto polaroid di tas selempang hitamnya.
"Selamat pagi Wonwoo-ssi." Mingyu menyapanya dengan ramah, Wonwoo menolehkan kepalanya pelan-pelan. Mencoba mencari salah satu foto di tasnya, meyakinkan kalau-kalau ia pernah berkenalan dengan pria itu.
"Ah iya selamat pagi ..."
"Mingyu. Kim Mingyu. Tetangga baru sebelah unitmu, sudah hampir dua bulan. Teh chamomile, jika kau lupa." Mingyu menjawab cepat sambil mengulurkan tangannya.
"Aaah, iya teh chamomile. Maafkan aku melupakanmu, Mingyu-ssi." Wonwoo tersenyum canggung. Mungkin kali ini ia akan meminta foto Mingyu dan mencatat segala hal tentang pria itu agar ia tidak melupakannya lagi. Jujur saja Wonwoo selalu merasa bersalah jika dihadapkan dengan momen seperti ini, momen dimana ia melupakan sesuatu dengan mudah.
Lift telah sampai di lantai dasar ketika terbuka yang terlihat hanya lobby dengan beberapa sofa tunggu yang lengang, meja resepsionis, dan coffee shop yang masih terlihat sepi. Tetapi bukan itu yang menjadi fokus Mingyu, seorang pria tampan yang sedang berjalan ke arah mereka. Tangan Mingyu mengepal ketika pria itu tersenyum manis dengan lesung pipi yang menghiasi wajahnya ke arah Wonwoo yang sedang sibuk mencari selembar foto di tasnya.
"Wonwoo-ya ..." Pria itu mendekat dan mengusap kepala Wonwoo dengan penuh kelembutan, suara beratnya terdengar penuh kasih sayang pada pria manis nan rapuh itu.
"Seungcheol-hyung ..." Akhirnya lembaran foto berhargaㅡmenurut Wonwooㅡitu telah digenggam dan dibacanya agar bisa berkomunikasi baik hari ini dengan pria itu, pria yang ditulisnya sebagai calon teman hidup. "Mengapa hyung ada di sini?"
"Menemanimu, ke kedai Bibi Shin dan menjemput Minwoo." Seungcheol menjawab dan dibalas anggukan yang begitu riang oleh Wonwoo. Mereka berjalan berdampingan ke arah lahan parkir tempat Seungcheol memarkirkan mobilnya dengan Mingyu yang tertinggal beberapa langkah di belakang mereka.
Setiap perlakuan Seungcheol yang lembut terhadap Wonwoo tak sedikit pun luput dari perhatian Mingyu. Bagaimana cara Seungcheol membukakan pintu mobil untuk Wonwoo, melindungi kepala Wonwoo saat mulai memasuki mobil, serta memasang seat belt saat Wonwoo merasa kesulitan. Hal-hal kecil yang bahkan tidak pernah Mingyu lakukan untuk Wonwoo ketika mereka masih bersama dahulu. Pria tinggi itu menunduk, menyesali bagaimana tidak bergunanya ia ketika Wonwoo membutuhkan seseorang yang dapat menjaganya. Mata Mingyu berair, menatap kepergian mobil berwarna silver itu hingga tiada tertangkap lagi dalam jarak pandangnya. Ia mengusap wajah dan air mata yang lancang mengalir, bergegas masuk ke mobil dan menyusul Wonwoo-nya.
~~~
Wonwoo berada di antrean terdepan saat membeli es krim vanilla di kedai Bibi Shin. Beruntungnya Mingyu, ia bisa berdiri tepat di belakang orang yang paling dicintainya dan Seungcheol tidak terlihat ikut mengantre bersama Wonwoo.
"Selamat pagi... Ah ini dia, hmm Bibi Shin. Satu cup es krim vanilla ukuran kiddos. Untuk anakku, katanya es krim di kedai ini sangat enak. Tapi maaf Bibi, aku tidak terlalu ingat rasanya." Wonwoo menggenggam foto polaroid Bibi Shin di tangan kirinya. Setiap kalimat yang terucap telah dihafal oleh Bibi Shin, bahkan wanita paruh baya itu telah menyiapkan es krim sebelum Wonwoo selesai bicara.
"Bibi, bolehkah aku minta satu cup es krim choco-avocado ukuran besar?" Mingyu tiba-tiba menyela dari belakang Wonwoo. Suara yang sepertinya tidak asing. Kepala pria manis itu terasa sakit lagi. Rasanya sama seperti sakit-sakit sebelumnya ketika sesuatu secara tak sengajaㅡatau sengajaㅡmembangkitkan memorinya.
"Maaf Tuan, tapi sebaiknya kau mengantre." Bibi Shin berbicara sambil tersenyum ke arah Mingyu yang dibalas dengan anggukan ringan oleh pria tinggi itu. Wonwoo menoleh dan melihat Mingyu tersenyum ke arahnya.
"Eh ... Mingyu-ssi? Apa kau suka ke kedai ini juga?" Wonwoo bertanya penasaran dan Mingyu mengiyakan dengan sangat antusias. Wonwoo sedikit memegangi kepalanya, kali ini ia harus mencari tahu tentang Mingyu, tentang pria itu. Pria yang setiap pagi selalu berkenalan dengannya. Pria yang telah meninggalkan catatan berwarna oranye dan sekantung teh chamomile.
"Aku dan adikku sering kesini saat kami kecil dulu. Tapi dengan diam-diam, karena ia tak tahan dingin maka ia akan mudah terkena flu jika makan es krim terlalu banyak." Mingyu tersenyum dan menjawil ujung hidung runcing yang memerah milik Wonwoo. "Kau juga sepertinya tidak tahan dingin, jangan mencoba es krim di musim gugur seperti ini ya, kau bisa sakit." Wonwoo tertegun dengan perlakuan Mingyu barusan. Ia merasa mengenal Mingyu. Perasaan hangat ini terasa tidak asing, hangat yang membuat sesak, hangat yang membuat separuh perasaannya merasa takut.
Wonwoo hanya mengangguk kaku, menerima satu cup es krim vanilla dari tangan Bibi Shin sambil merasakan sakit kepala yang hebat. Berjalan ke arah meja yang ditempati Seungcheol, pria itu sedang membuka tablet pintarnya untuk mengecek kondisi pasien-pasien yang berada dalam penanganannya sehingga tidak begitu memperhatikan interaksi Mingyu dan Wonwoo sejak tadi. Bahkan ia tidak menyadari hadirnya Mingyu di antara mereka.
"Hyung ..." Wonwoo menggenggam lembut tangan Seungcheol agar pria itu mengalihkan atensinya ke arah Wonwoo.
"Ya, ada apa?" Seungcheol membalas genggaman itu dengan tak kalah lembut.
"Habis menjemput Minwoo, bisakah aku ikut denganmu ke rumah sakit?" Wonwoo bertanya hati-hati, entahlah ia merasa harus mencari sesuatu tentang ingatannya yang tidak boleh diketahui oleh Seungcheol.
"Untuk apa?" Seungcheol bertanya dengan penuh keingintahuan.
"Aku ingin bertemu dengan dokter Do." Wonwoo menjawab pelan-pelan.
"Bukankah kau baru saja bertemu dengannya beberapa hari yang lalu? Ada yang sakit lagi?" Seungcheol tiba-tiba merasa khawatir tentang pria manis bermata rubah yang telah mencuri hatinya sedikit demi sedikit.
"Tidak ada. Hanya saja aku lupa membawa hasil CT scan ku, sepertinya tertinggal di ruangan beliau." Satu kebohongan yang lolos keluar dari mulut Wonwoo untuk mencari tahu siapa tetangga barunya itu. Seungcheol mengiyakan tanpa prasangka berlebihan terhadap pria manis yang dikasihinya.
Percakapan kedua orang itu terdengar di telinga Mingyu yang duduk tak jauh dari mereka. Ia tersenyum dalam tiap suapan es krim choco-avocado. Kali ini saja biarkan Mingyu melambungkan harapan setinggi-tingginya untuk bisa kembali bersama Wonwoo tercintanya. Dan Mingyu, masih saja menjadi Mingyu yang egois.
To be continued
P.S.
Setuju nggak Wonwoo inget Mingyu lagi? :'(
Selamat membuka kotak pandora!
KAMU SEDANG MEMBACA
Autumn Anterograde [Meanie] ✓
FanfictionDunia repetitif milik Jeon Wonwoo tidak akan pernah sama lagi sejak datangnya Kim Mingyu. Jabatan tangan hangat milik lelaki itu yang akan membuat Wonwoo mencatat lebih banyak lagi. Serta tatapan mata mengunci milik Mingyu yang nantinya membuat Wonw...