Autumn Anterograde: Epilogue

6K 547 82
                                    

2 years later ...

Mata beningnya berkaca, sepertinya sudah lama sekali ia tidak menginjakkan kaki di tanah kelahirannya. Dua tahun yang lalu ia bertemu dengan Seungcheol di Jenewa yang mengubah semua tatanan kehidupannya. Jihoon telah pergi dari Korea sejak tujuh belas tahun yang lalu ketika Tuan Leeㅡayahnyaㅡmeninggal dunia dan ia dibawa oleh ibunya kembali ke kampung halaman di Fukuoka. Fragmen-fragmen kebersamaan dirinya saat kecil bersama sang ayah kembali menyergap dan meninggalkan jejak kehilangan yang terasa nyata. Pantas saja jika sang ibu sangat terpukul dan memilih untuk menjauhkan diri dari kota dengan segala kenangan mereka.

"Welcome home, Jihoonie ..." Seungcheol merentangkan tangannya saat ia berjalan selangkah di depan Jihoon, berpura-pura menyambut lelaki mungil itu.

"Korea sudah banyak berubah ya." Gumaman itu membuat Seungcheol menghentikan langkahnya dan menunggu Jihoon agar segera mengambil posisi di sebelahnya.

"Tujuh belas tahun, tidak mungkin tidak berubah." Seungcheol melingkarkan tangannya pada bahu Jihoon.

"Terima kasih, telah membawaku pulang, Cheol-ah." Jihoon menatap dalam-dalam mata bulat yang terbingkai bulu mata lentik milik kekasihnya itu.

"Aku sudah mengabari ayah dan ibuku tentang kepulangan kita." Lesung di kedua pipinya kembali terbentuk ketika ia menyunggingkan senyuman untuk Jihoon.

~~~

Ia tidak ingat sejak kapan perutnya terasa berat seperti tertindih sesuatu. Terakhir menutup mata sepertinya ia hanya tidur sendirian di ranjang. Hangat napas yang terdengar dengan ritmis terasa menggelitik tengkuknya, ia mengumpulkan kesadaran, melihat lagi ternyata ada lengan panjang dan kekar yang melingkari perut rata miliknya, memeluk dengan posesif seakan-akan tak ada hari esok.

"Eumm ... Maaf, permisi hyuuung ..." Tangannya mencoba menyingkirkan lengan yang memeluknya. Suara parau nan serak mengudara memecah pagi yang sejak tadi hanya ramai oleh suara burung gereja yang sibuk berkicau.

"Tidurlah kembali. Kau Jeon Wonwoo, memiliki amnesia jangka pendek. Aku suamimu sekaligus kakak lelaki kesayanganmu, Kim Mingyu. Aku baru saja pulang dari tugasku." Mingyu berucap lembut masih dengan mata terpejam karena ia baru saja terlelap dini hari.

"Aku tahu, aku akan pergi mandi hyung. Permisi." Wonwoo menggeliat tak nyaman mencoba melepaskan diri dari Mingyu.

"Tidak, tidak. Aku masih ingin memelukmu lebih lama, Minwoo-eomma." Rona merah muda menguar di pipi Wonwoo dengan mudahnya.

"Hyung, jangan panggil aku begitu. Aku ingin bersiap ke makam Minwoo, hyung. Minggirlah." Wonwoo mencebik kesal masih berusaha melepaskan diri dari pelukan hangat Mingyu.

Pria tinggi dengan kulit kecokelatan itu membuka mata dan telah mengumpulkan kesadaran sepenuhnya. Tangannya membalikkan tubuh Wonwoo yang sejak tadi terlentang untuk berbaring menghadap dirinya. Mingyu mengecup kening Wonwoo dalam-dalam.

"Aku mencintaimu."

Kedua kelopak manik mata rubah yang tajam itu terpejam seiring dengan bibir hangat Mingyu yang berpindah dari kening dan kini menggelitik bulu mata lentiknya.

"Kemarin."

Kini hangat napas itu berpindah dan terasa di ujung hidungnya yang runcing.

"Hari ini.

Setiap ucapan Mingyu meninggalkan jejak rona merah membakar pada pipi tirusnya yang seputih susu, yang kini telah dimonopoli oleh bibir hangat Mingyu.

"Esok."

Kemudian sekarang yang terasa hanya ada bibir merah tebal milik Mingyu yang mendominasi pada bibir merah mudanya. Sebuah kecupan yang menenggelamkan, penyalur segala kerinduan dengan senyum di sela-selanya. Wonwoo pantas mendapatkan segala cinta dari Mingyu, kebahagiaan sejatinya memang selalu didapatkan oleh orang yang ikhlas menunggu. Seperti dulu, mereka berdua kini menjadi pusat semesta satu sama lain. Wonwoo adalah semestanya, dan Mingyu adalah penduduk semesta paling bahagia. Begitu pun sebaliknya.

"Dan selamanya." Mingyu melanjutkan ucapannya ketika tautan pagi mereka yang manis telah terlepas. Wonwoo menghadiahkan senyuman paling manis yang selalu dilihat Mingyu, senyum tulus nan polos seperti anak lelaki enam tahun yang bahagia ketika mendapat hadiah boneka Eddy.

"Aku juga mencintaimu. Cinta yang sama besar setiap harinya, karena kau tahu 'kan bahwa aku selalu mengulangnya." Manik mata rubah itu menatap lekat mata kelam Mingyu yang selalu membuatnya terpaku, saking gugupnya jemari lentik Wonwoo tak sadar mengusap acak dada bidang Mingyu.

"Kita ke pemakaman Minwoo nanti sore saja, sekarang aku ingin memberi adik untuk Minwoo. Ia pasti akan bahagia jika kita menemuinya bersama adik kecil yang manis. Bagaimana?" Mingyu berucap ringan dan mendapat tepukan keras di dadanya.

"Bagaimana?" Ia bertanya untuk kedua kalinya dan dibalas anggukan malu-malu oleh Wonwoo.



FIN

P.S.

Officially End!
Thank you for giving a lots of love for this story. Hope you all always happy in your life.

Aku minta maaf atas segala kesalahan yang aku lakukan. Epilogue ini udah tertahan di draft tapi tak sampai hati untuk di publish karena I'm not in a good condition. Mungkin untuk Persona akan update agak lambat karena aku harus berusaha mengumpulkan feel Meanie yang sempat menguap beberapa minggu ini.

When I see them happy with their life, is a blessing from God. And it's good enough for me :))

Selamat bertemu di kotak pandora yang lain!

Autumn Anterograde [Meanie] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang