Kicau burung mengantarkan Wonwoo pada pejaman mata yang terbuka, sinar mentari membias pada sela-sela tirai kayu yang telah sepenuhnya terbuka, jendela juga telah terbuka seakan membiarkan angin musim gugur masuk dengan leluasa. Kertas-kertas persegi kecil yang tertempel di dinding tertiup angin hingga terdengar suara gemerisik yang memberi efek aplaus pada Wonwoo pagi ini. Kepalanya sedikit pusing hingga jalannya terhuyung, ada satu kertas catatan yang ukurannya lebih besar dan berwarna biru lebih pekat, tertempel dengan presisi di posisi tengah message board di dinding kamar Wonwoo.
Namamu Jeon Wonwoo.
Kau akan lupa hal-hal hari kemarin karena kau memiliki amnesia jangka pendek, amnesia anteㅡapalah itu.
Kau memiliki seorang putra bernama Minwoo yang telah berangkat ke sekolah.
Jam 10 nanti kau harus menjemputnya, tetapi pastikan kau membeli es krim vanilla di kedai Bibi Shin.
Jangan lupakan, kau harus selalu mencatat kejadian yang kau alami hari ini dan mengambil foto.
Fighting Wonwoo-ya!Wonwoo tersenyum-senyum membaca tulisannya sendiri yang entah sejak kapan ia sematkan pada kertas catatan berukuran lebih besar dari yang lainnya. Ia bergegas keluar kamar hingga ia menyadari dan tertegun cukup lama di balik pintu kamarnya. Ada beberapa kertas catatan kecil berwarna oranye serupa daun maple musim gugur yang tertempel dengan tulisan tangan yang tidak begitu asing bagi Wonwoo.
Warna birumu membosankan, serupa langit siang terik tanpa awan, tanpa mendung, terlalu statis.
Aku membubuhkan warna oranye di antaranya.
Seperti warna daun maple ketika musim gugur.
Kuharap kau menyukainya, aku membeli 3 rim kertas catatan berwarna oranye, aku letakkan di ruang baca apartemenmu.Kemarin soreㅡhingga malamㅡaku bertamu ke sini, kita mengobrol sambil menyesap teh chamomile dan menonton kartun Pororo.
Kau sakit kepala hebat sampai tertidur, aku memindahkanmu ke kamar. Lalu aku pulang ke apartemen milikku, jika kau ingin berterima kasih maka unitku tepat di sebelah kanan unitmu. See ya!
Tubuh Wonwoo bergetar melihat tulisan-tulisan pada kertas catatan oranye yang tertempel di balik pintu kamarnya. Ia takut, namun juga tidak. Ia tidak pernah sekali pun menerima tamu ke apartemennya, apalagi sampai masuk ke dalam kamarnya. Seperti ada bahaya yang mengancam, ia keluar dari kamar berlari ke arah dapur untuk memastikan kantong teh chamomile yang benar-benar ada, karena sekeras ia mengingat, ia hanya mempunyai bubuk cokelat untuk dinikmati ketika membaca koleksi bukunya. Dan benar saja, ada kantong teh chamomile lengkap dengan teapot dan sepasang cangkir putih di meja makan dapurnya yang kecil, seperti telah disiapkan untuk disesap sambil bersenda gurau membicarakan banyak hal. Wonwoo bergegas lagi, ke arah ruang baca kecilnya. Memastikan bahwa memang ada kertas catatan berwarna oranye yang baru saja ditambahkan oleh seseorang yang asing untuknya. Kedua kalinya, catatan di balik pintu kamarnya itu terbukti. Maka hal terakhir yang harus ia pastikan adalah berkunjung ke unit apartemen sebelah kanan unitnya.
~~~
Mingyu baru saja selesai membasuh tubuhnya dengan air hangat, rutinitas favoritnya saat pagi pada musim gugur. Semalaman ia memperhatikan wajah Wonwoo yang tertidur setelah sakit kepala hebat yang menimpanya, seperti kata dokter Do, Wonwoo akan merasakan sakit kepala jika ia menerima impuls tentang memori-memori masa lalunya. Mingyu sedikit merasa bersalah, kemarin ia membangkitkan kenangan itu, tentang teh chamomile, tentang rubah kecil, dan tentang Eddy. Tetapi kali ini Mingyu benar-benar berjanji akan terus ada di samping Wonwoo jika lelaki manis itu membutuhkannya.
Penampilan Mingyu telah rapi, kaus basic lengan panjang berwarna biru navy dipadukan dengan denim biru terang membuatnya tampak segar. Ia berjalan ke dapur untuk sekadar membuat teh chamomile favoritnya setiap pagi hingga bel apartemennya berbunyi. Mingyu tertegun heran seingatnya ia tidak memiliki janji bertemu dengan siapa pun di apartemen kecilnya. Lagipula, yang tahu unit apartemen Mingyu hanya Wonwoo, petugas keamanan, dan petugas kebersihan. Mingyu hanya mengenalkan dirinya pada ketiga orang itu, selebihnya tidak.
Cklek ...
Mingyu menyerah untuk memikirkan segala kemungkinan, ia akhirnya membuka pintu dan mendapati Wonwoo yang kebingungan di depan unit apartemen miliknya.
"Kau ... tetangga ... baru?" Wonwoo berkata ragu-ragu.
"Ah iya, namaku Kim Mingyu." Dengan senyuman yang tersungging sangat lebar, Mingyu mengulurkan tangannya. "Kita pernah bertemu sesekali di lift, tak apa jika kau tak mengingatnya. Omong-omong, kemarin aku berkunjung ke unitmu. Tapi kau tertidur setelah mengeluh sakit kepala." Mingyu menjelaskan kepada Wonwoo dengan sabar.
"I ... iya, terima kasih." Lelaki manis hanya mencicit lirih.
"Aku meninggalkan catatan, aku pikir kau orang yang suka membuat catatan untuk kegiatanmu, jadi aku mengikutinya." Mingyu terkekeh ringan, bertingkah seolah tidak mengetahui apa yang dialami oleh Wonwoo.
"Iya, Mingyu-ssi. Terima kasih. Baiklah, aku hanya ingin memeriksa jika catatan berwarna oranye itu ditinggalkan oleh orang yang tidak berbahaya. Aku hanya takut." Wonwoo menjelaskan dengan helaan napas panjang, seakan-akan beban berat terlepas dari punggungnya.
"Aku bukan orang yang mudah bosan, jadi jika kau lupa, aku pastikan kita akan berkenalan lagi dan lagi. Aku tidak masalah." Mingyu kembali tersenyum.
"M ... maksudmu?" Wonwoo mengerjapkan matanya kebingungan.
"Ah, tidak. Tidak apa-apa. Lupakan saja." Mingyu menggaruk kepalanya sambil tersenyum canggung.
Wonwoo hanya mengedikkan bahunya. "Baiklah kalau begitu, aku permisi Mingyu-ssi." Lelaki manis itu membalikkan tubuhnya, kembali ke apartemen miliknya. Setidaknya ia tenang bahwa catatan berwarna oranye itu memang ditinggalkan oleh tetangga barunya yang berkunjung kemarin sore. Lagi-lagi Wonwoo merasa bersalah tidak dapat mengingat seseorang dengan baik. Mingyu masih termenung di depan pintu unit apartemennya, memikirkan lagi kemungkinan hal-hal manis yang mereka lakukan saat masa kecil dahulu yang mungkin saja masih membekas dalam ingatan Wonwoo. Mingyu sangat ingin kembali, kembali merengkuh Wonwoo dalam kehidupannya.
~~~
"Kau ini, kau 'kan tahu angin musim gugur sangat cepat membuatmu flu. Kancingkan mantelmu Wonie-ya." Wonwoo kecil hanya tertawa ringan melihat hyung-nya khawatir.
"Aku tidak perlu mengancingkannya, nanti juga hyung yang akan membantuku. Ehehehe." Lalu dengan jahilnya Wonwoo mencolekkan es krim vanilla yang ia pegang ke hidung mancung Mingyu.
Mingyu menggeram sambil menahan tawanya, ingin pura-pura marah tetapi makhluk di hadapannya sungguh menggemaskan dengan kekehan ringan dan ujung hidung yang mengerut.
"Wonie-ya, apa yang kau lakukan?!" Mingyu berteriak di depan wajah Wonwoo sambil mengecup ujung hidung adiknya yang memerah karena dingin.
"Hyung lucu sekali, hidung hyung lucu." Wonwoo sedikit berjinjit dan menjilat es krim vanilla yang ada di ujung hidung Mingyu.
Mereka kembali berjalan dengan tangan yang bertautan, dengan langkah-langkah kaki yang ringan menuju rumah dan pelukan hangat ibu mereka.
~~~
To be continued
P.S
Kira-kira masih ada nggak yang nungguin FF ini? Ehehehe seminggu kok berasa lama ya.
Selamat membuka kotak pandora!
KAMU SEDANG MEMBACA
Autumn Anterograde [Meanie] ✓
FanfictionDunia repetitif milik Jeon Wonwoo tidak akan pernah sama lagi sejak datangnya Kim Mingyu. Jabatan tangan hangat milik lelaki itu yang akan membuat Wonwoo mencatat lebih banyak lagi. Serta tatapan mata mengunci milik Mingyu yang nantinya membuat Wonw...