Diputar ya lagunya biar lebih ngefeels :'))
Gak berisik kok lagunya.Sebelum pulang ke apartemen Nick, dia dan Tiffany singgah ke supermaket untuk membeli bahan makanan. Ketika di kasir dan Tiffany hendak membawa barang bawaan mereka, Nick malah mendahuluinya dan berlalu pergi.
"Chef!" teriak Tiffany pelan. Astaga, kenapa Nick selalu membuat dia merasa berutang budi gini sih. Keluar dari supermaket, dia berjalan ke arah parkiran. Tapi langkahnya terhenti saat mendengar suara dibalik gang kecil yang berada di samping supermaket. Alhasil, dia berbalik dan mengintip untuk melihat apa yang terjadi.
Sontak dia menutup mulutnya terkaget karena ada tiga anak sekolah sedang menghajar satu orang yang berseragam sama dengan mereka. Kaki Tiffany berlari dengan sendirinya. "Hentikan!" Bukan hanya suaranya yang gemetar tapi tubuh Tiffany juga.
Laki-laki yang seragamnya terbuka langung menghentikan pukulan pada cowok yang kerahnya masih ditarik olehnya. Kedua temannya bergerak maju mendekati Tiffany dengan senyuman miring. "Ada superwoman ternyata. Gimana kalau kakak yang main sama kami aja?" ujar cowok yang merangkul tas di sebelah punggungnya.
Cowok yang satunya kembali memukul pria malang yang hidungnya sudah berdarah. Tiffany terpekik dan berlari ke depan tapi ditahan oleh dua manusia itu. Nafasnya tersenggal dan raut wajahnya menjadi histeris. "Lepasin, lepasin! Jangan pukul dia."
"Hey!"
Teriakan yang berasal dari belakang sontak menghentikan pria yang hampir brutal itu. Dia berdiri dan membuang ludahnya ke tanah.
Nick menarik tangan Tiffany hingga terlepas dari mereka berdua. Tatapannya seakan ingin menusuk kedalam jantung mereka bertiga. "Pergi sebelum aku panggil polisi!"
Ketiga cowok berandalan itu lekas pergi dengan tatapan kesal. Tiffany langsung menghambur ke arah pria itu dan membantunya berdiri. "Kamu gak papa?"
Pria itu berdiri dengan susah payah dan menunduk. "Aku bisa sendiri. Terima kasih."
Setelah berada di dalam mobil, Nick berusaha untuk tidak meluapkan amarahnya. Tapi dirinya tidak bisa mengendalikan untuk tidak marah pada Tiffany. "Apa kamu akan selalu menempatkan dirimu dalam bahaya hanya untuk menyelamatkan orang lain?"
"..."
Karena tidak ada jawaban dari sampingnya, Nick lantas menoleh dan langsung membanting setir ke kiri.
Tiffany yang sedari tadi memandang kosong jalanan tersentak, "Kenapa berhenti?"
Amarah Nick seketika hilang dan berubah menjadi khawatir. "Kamu kenapa? Mukamu pucat sekali." Dilihatnya keringat yang membasahi dahi wanita itu padahal AC mobil sudah dinyalakan.
"Aku tak papa." Lirihnya membuang pandangan ke samping.
Dia selalu begini ketika melihat perkelahian dan dia benci akan kekerasan. Dia tidak kuat melihatnya karena hal itu selalu mengingatkannya pada hari dimana akan selalu diingat sepanjang hidupnya.
Dia tidak pernah tahu bahwa hari itu, hari yang begitu sempurna baginya itu ternyata akan berakhir tidak sempurna. Biasanya setiap pagi, Ayah Tiffany akan mengomelinya kalau Tiffany mengambil cangkang telur yang terjatuh dalam adonan dengan tangan telanjangnya-tidak menggunakan sarung. Berbeda dengan pagi itu, Ayahnya hanya tersenyum dan tidak menghiraukannya. Dia masih mengingat jelas suara dan senyum di wajah Ayahnya yang mengatakan 'Tifa, ayo kita beli hadiah buat ulang tahunmu'. Ibunya juga memakaikan dia gaun terbaik yang pernah ada untuk tahun ketujuh ini. Dia berdiri di atas motor Ayahnya sambil tersenyum girang memikirkan apa yang akan dia dapat nanti. Tapi senyumannya lenyap ketika motonya tiba-tiba berhenti dan Ayahnya menurunkannya segera. "Kenapa Ayah?" tanyanya dengan polos. Tiffany bingung dengan ekspresi Ayahnya yang seperti ketakutan melihat hantu. Yang dia dengar selanjutnya adalah, "Kamu masuk kesana dulu ya, Tifa. Ayah ingin beli sesuatu, nanti Ayah balik. Ayo, cepat." Tubuhnya terdorong dan dia mengikuti kemauan Ayahnya dengan berjalan ke depan sebuah warung makanan. Setengah langkah dia berjalan dan langsung berbalik melihat Ayahnya yang sudah berlari dengan tergesa-gesa. Matanya mengekori dua orang yang juga berlari tak jauh di belakang Ayahnya. Kejadiannya terlalu cepat sampai dia baru memahami kalau Ayahnya sekarang tengah dipukul oleh kedua preman tadi. "AYAH!!!" Dari belakang, seseorang membungkam mulut Tiffany. Dia meronta sekuat mungkin dan terisak. Kakinya mencoba berlari tapi rasanya begitu berat. Tangannya berusaha melepaskan tapi dia terlalu lemah. Dia hanya bisa menangis berharap seseorang bisa menghentikan mereka. Dia menyaksikan tontonan di depannya sampai kedua pria itu kembali dan pria yang dibelakangnya melepas bungkamannya. Dengan sisa tenaga, dia berlari terisak menuju Ayahnya. Dia tidak mengerti kenapa Ayahnya dikejar. Dia juga tidak mengerti kenapa Ayahnya dipukul. Yang dia tahu hanya terus memanggil ketika dia sampai di depan tubuh Ayahnya yang sudah tergeletak di tanah.
"Tiffany?"
Suara lembut Nick kembali menyadarkannya dan tatapan mereka bertemu. Sebulir air lolos dari matanya dan tanpa mengatakan apapun, Nick yang sudah memajukan tubuhnya menarik Tiffany dalam dekapannya.
Bahunya gemetar begitu juga dengan bibirnya yang menahan tangisan. Dia membiarkan dirinya membenamkan wajahnya sejenak karena tangan Nick yang menepuk punggungnya membuat dia merasa begitu aman. Dia merindukan pelukan Ayahnya.
Dikit ya? ya, karna aku malas lanjut lagi gara' wordku error. Udah ketik dua kali malah kagak kesave 😭😭😭
Makanya aku bagi jadi 2partkalau votenya 50, aku langsung post besok 😂😂
btw, ada yg mewek gak bacanya? kalau gak ada, coba comment..
biar aku bikin lebih sedih lagi X'Dkalau ada, baguslah. Emang rencanaku mau berbagi kesedihan dulu 😂😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Chasing Rainbow
Ficción General[ Ganti judul dari "She's not My Baby" ] Tiffany, The Caregiver. Tujuannya adalah dapat membantu orang sebanyak mungkin. Kelemahannya adalah keegoisan. Ketika dia terlalu mencintai seseorang, akankah dia memilih untuk egois atau melepaskan orang yan...