part 13

1.4K 119 5
                                    


Tiffany datang cukup cepat pagi ini karena dia harus membuat cake untuk dipajang di showcase. Dan ternyata dia bukan yang tercepat karena Nick sudah tiba sebelumnya untuk memeriksa bahan-bahan yang baru datang.

Nick masuk ke dapur dan melihat Tiffany yang sedang menyiapkan bahan-bahan. "Buat apa?"

"Mousse cake." Bagian tersulit membuat cake ini adalah moussenya dan dulu Tiffany harus mengulang beberapa kali. Mulai dari temperatur yang tidak tepat sehingga coklat terlalu panas dan cream menjadi meleleh. Sampai adonan yang diaduk terlalu kencang. Tapi kini dia sudah menguasainya karena bermula dari latihan dan usaha yang menjadi terbiasa.

Sampai satu jam kedepan, dia masih dalam tahap garnishing. Meski ada beberapa pesanan dessert yang seharusnya dia lakukan tapi Nick memberikan tugas itu pada Jenny yang juga menguasai dessert. Dia sendiri tidak keberatan karena daripada multitasking, dia lebih memilih fokus pada satu hal agar hasilnya lebih maksimal.

Nick berdiri di sampingnya saat Tiffany sudah pada tahap finishing. Dia mengambil garpu dan mencicipinya. Dia menatapnya dan tak lupa menyelipkan senyum hangat, "Your plate show who you are. Excellent!"

"Thanks chef," senyum Tiffany tak kalah besar.

Nick kembali ke tempatnya dan membacakan pesanan baru. "Dua carpaccio ; satu darnes dan cheese tart."

"Yes, chef!!"

"Jen, biar aku saja," ucap Tiffany segera merapikan mejanya.

"Oke!"

"Dan makasih ya udah bikin kamu sibuk."

"Santai aja kali, kamu macem tetangga yang baru pindah kemarin aja."

Tiffany menyengir dan lanjut memecahkan beberapa butir telur. Ketika kita melakukan hal yang disukai, kadang memang suka lupa waktu. Sampai jam makan siang berakhir, Sam masuk dan memanggil Nick keluar. Hanya ada dua pilihan yang mungkin terjadi. Pertama, mereka mungkin ingin menyampaikan terima kasih atas hidangan yang disajikan. Kedua yang tak lain adalah kritikan atas ketidakpuasan.

Tiffany memberikan cheese tartnya pada Dirga berhubung Nick tidak ada. Saat dia baru saja kembali ke posisinya, matanya menangkap sosok Nick yang baru masuk. Dan sosok itu juga langsung menatapnya. "Tiffany, ada yang ingin bertemu denganmu."

Matanya membesar tidak percaya. Jenny yang berada di sampingnya menyengir lebar lalu menepuk lengannya, "Cepetan pigi!"

Ini bukan kabar buruk karena Nick tidak mungkin membiarkan kokinya dipermalukan di depan umum. Tapi dia juga tidak ingin terlalu yakin bahwa ini kabar baik. Dia melangkah cepat ke arah Nick yang masih menunggunya di pintu.

Nick masih mendampinginya saat mereka tiba di salah satu meja. Mata Tiffany membulat seketika melihat sosok perempuan cantik yang beranjak menyapanya. Senyumnya tak bisa tertahankan saat menyalami Zeta, pastry chef yang telah membuat kue untuk Rihanna dan Oprah Winfrey.

"Ternyata kamu secantik kue buatanmu, pantesan saja Nick tidak mau melepasmu," ucap perempuan berambut gelombang itu. Dia tersenyum melihat kebingunan Tiffany lalu segera menyampaikan apa yang ingin dia bilang. "Chocolate mousse kamu sangat sempurna and i love it so much."

"Terima kasih." Tiffany kembali tersenyum sumringah.

"Akan lebih sempurna lagi kalau kamu mau bergabung denganku."

Terdengar decakan dari samping dan Tiffany melirik Nick yang masih tersenyum pada Zeta begitu sebaliknya. "Sudah kubilang dia itu milikku."

"Baiklah, baiklah ... tapi kalau kamu berubah pikiran, kamu bisa menghubungiku. Dan karena aku tidak ingin terlihat seperti mencuri milik orang, aku memberikan nomorku pada Nick jadi kamu bisa meminta padanya." Tiffany hanya bisa tersenyum kikuk. Zetta mendekat dan berbisik pada Tiffany. "Tapi kalau dia tidak mau kasih, kamu bisa email aku." Bisikan yang bisa dipastikan Nick juga mendengarnya.

**

Sorakan berbondong-bondong menghampiri Tiffany. Sampai sekarang pun dia masih tersenyum dengan sendirinya. Tapi ketika memasuki ruang penyimpan makanan, dia berusaha menyembunyikan senyumnya karena ada Nick di sana.

"Selamat ya," ujar Nick sambil memasukkan beberapa rempah ke dalam mangkuk.

"Thanks chef." Tiba-tiba dia teringat ucapan Nick tadi dan sontak jantungnya berpacu lebih cepat tanpa bisa dikendalikan.

"Walau Zeta berada di bagian pastry, tapi dulu kami adalah saingan karena memiliki guru yang sama."

Tiffany berbinar mendengarnya. "Jadi dia teman sekolah chef? Pantesan kalian terlihat akrab."

"Kadang saingan adalah temanmu dan teman bisa menjadi sainganmu." Dengan ekspresi yang tak terbaca, dia meletakkan sebelah tangannya di puncak kepala Tiffany. "Aku tidak mau kamu pergi."

Rasanya ruangan ini tiba-tiba berubah menjadi panas. Mau mengeluarkan suara saja juga rasanya susah. "A-aku tidak akan pergi ke mana mana kok." jawabnya jujur.

Hanya seulas senyum yang ditampakkan Nick. Setelah itu dia berlalu meninggalkan Tiffany yang seperti mengalami serangan jantung.

**

Setibanya di rumah, sosok Nick menghantui pikiran Tiffany. Dia menggeleng pelan berusaha membuyarkan bayangannya.

"Kepala kakak pegel?" tanya Ella yang sedaritadi mengejarkan tugasnya.

"Hah? Enggak, tadi cuma ada nyamuk yang terbang di telinga kakak."

Ella membulatkan mulutnya membentuk O nyaris sempurna. Dia kembali menghitung dengan jari-jari kecilnya, menemukan jawaban dari pertambahan dua angka. Dia menyodorkan tugasnya yang sudah selesai pada Tiffany.

Tiffany tersenyum karena tidak ada yang salah dari hasil tugasnya. Dia mencubit pipi Ella dengan kedua tangan, "Pinter banget sih."

Ella memukul Tiffany tapi dia menangkisnya sehingga terjadi perang saling memukul. Suara canda dan tawa mengharmonisasi ruangan yang mereka tempati. "Ampun, ampun, kakak kalah," teriak Tiffany dengan ujung mata yang berair.

Ella masih tertawa dan menurunkan tangannya. Dia berlari menuju rak yang berisi semua buku ceritanya. Dia menghambur ke arah Tiffany dengan satu buku cerita berbahasa Inggris. "Kak, bacain yang ini," ujarnya duduk di pangkuan Tiffany.

Tiffany pun teringat dengan buku cerita tentang pangeran dan tukang kebun yang membuatnya malu. Dan seketika itu, dia kembali mengingat Nick. Hujan turun kala dia selesai menyelesaikan bacaan untuk Ella. Dia menundukkan kepalanya melihat mata Ella yang sudah terpejam. Pelan-pelan dia menggendong Ella dan membaringkannya ke kasur.

Dia menoleh ke arah jendela mengamati rintik-tintik hujan yang jatuh ke tanah. Dia melihat jarum pendek yang baru akan menuju angka sembilan. Apa yang dilakukan Nick sekarang? Apa dia masih makan di tempat Bu Kian atau masak sendiri? Tiffany memegang puncak kepalanya sendiri dan tersenyum samar. Setiap mengingatnya terlebih ketika mata mereka beradu, jantungnya tidak membiarkannya untuk tenang.

Apa dia telah jatuh hati pada Nick? Tiffany memandang langit dan berbisik, "Aku tidak yakin ini cinta atau bukan. Tapi kalau ini cinta, bantu aku lupakan dia."

-----------------

Hai.. 2 part kedepan sudah saya tulis :'))

Tapi sebelum saya update, saya ingin minta tolong...

Jawab pertanyaan di bawah ini ya..

1. Apa yang kalian tunggu dari cerita ini?
(ex: gue nunggu nick nembak tiff *dorr*)

2. Apa yang kalian gak suka dari cerita ini?
(ex: nick kebanyakan senyum, gak suka gue.. nanti diabetes gue naik!)

3. Ada pesan buat salah satu karakter di cerita ini?
(ex: dear tiffany, jangan hindari nick ya TT )

Tiga saja dan saya rasa itu udah cukup banyak ya :'))
Yukk.. dijawab' , nanti saya bakalan double update 😗😗

Chasing RainbowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang