Part 29

1.1K 112 8
                                    

Sampai hari pernikahannya tiba, Satrio tetap tidak ingin mendengar apapun dari Nick meski emosinya sudah stabil. Dia tidak menghiraukan Nick yang tiap malam datang ke rumah hanya untuk memberi penjelasan tidak masuk akal kalau anak Helen masih hidup.

"Kak, kakak mau ke mana?" Ella bertanya kala melihat Tiffany memakai gaun putih dan memoles sedikit riasan di wajah.

Tiffany tersenyum pahit. Tidak mungkinkan dia mengatakan kalau hari ini adalah hari pernikahan Ibu kandung Ella dengan calon mertuanya. Terpaksa, dia berbohong, "Kakak mau pergi ke acara nikahan teman, Ella nanti di rumah Mbok Eni dulu ya. Kakak janji akan cepat pulang."

Tanpa membantah, Ella pun mengiyakan dengan anggukan kepala.

Tak lama, Tiffany menitipkan Ella ke rumah sebelah, Nick datang dengan setelan jas hitamnya. Pandangan mereka menyatu satu sama lain lalu tersenyum penuh arti. Sebagian senyum mereka karena memang tulus menanggumi sosok yang dilihatnya sedangkan sebagian lagi tersenyum pedih karena akan menghadiri pesta yang tak diinginkan mereka berdua.

**

Mereka tiba di hotel Value, tempat mereka bekerja sekaligus hotel tempat pernikahan Satrio dan Helen diselenggarakan. Tiffany menghembuskan napas berat. Berjalan di samping Nick akan membuat semua orang tahu kalau dia berhubungan dengan Nick. Belum lagi dia harus menahan segala perasaan yang keluar ketika melihat Helen. Rasanya seperti ada bongkahan es yang jatuh di kepalanya.

"Tiffany?"

Suara Nick membuat kepalanya menoleh ke samping. Tangannya digenggam erat.

Mereka berdua tahu bahwa mereka tidak menginginkan pernikahan ini terjadi. Apalagi Nick yang tidak sepenuhnya merestui Helen yang bahkan tidak mau mengakui anak kandungnya sendiri.

Nick mendekatkan wajahnya di depan Tiffany dan berkata lirih, "Kamu boleh tidak tersenyum hari ini, tapi akan kupastikan di hari pernikahan kita nanti, kamu tidak akan berhenti senyum."

Ucapan itu sontak membuat sudut bibir Tiffany terangkat. Dalam resah dan terluka pun, Nick selalu tahu cara membuatnya tenang.

"Makasih."

"Untuk apa?"

"Karena udah menghiburku."

Ibu jari Nick mengusap pipi Tiffany pelan. "Aku serius dengan ucapanku. Setelah masalah ini selesai, kita akan menikah."

Degup jantung Tiffany berdetak cepat dengan kedua bola mata menatap Nick. Dia terharu dan rasanya dia ingin menangis sekarang memikirkan kapan semua ini bisa berakhir?

**

Mereka tiba di hall yang sudah dipenuhi dengan para borjuis bergaun dan berjas mewah. Yang paling menarik perhatian dan banyak disoroti adalah perempuan bergaun merah yang berdiri di samping pria berjas putih yang sudah berumur hampir lima puluh tapi tidak kehilangan ketampanannya.

"Ayo." Nick tidak sekalipun melepas genggaman tangannya dan mereka berjalan menuju pemeran utama acara ini.

Saat melewati para anggota dapur, Tiffany bisa merasakan mulut mereka yang terbuka lebar dan terlihat sedikit heboh. Matanya juga tidak sengaja bertemu dengan Jenny dan menangkap tatapan kalau perempuan itu menagih jawaban setelah acara ini selesai.

Senyum mengembang terlihat di kedua wajah pengantin itu. Saat melihat kedatangan Tiffany, mendadak senyum di wajah Helen pudar.

"Papa senang kamu datang," ujar Satrio lalu memeluk Nick.

"Selamat ya, Om." Tiffany menyalami Satrio dan dibalas dengan pelukan juga.

"Bentar lagi kamu harus panggil Om Papa ya. Oh ya, kenapa kamu tidak membawa adikmu?"

Chasing RainbowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang