part 24

1.1K 97 9
                                    

Terkadang rumor beredar secepat kecepatan cahaya. Sepertinya bukan rumor melainkan fakta bahwa kabar Nick seorang anak pemimpin perusahaan Value membuat para kru tercengang terutama chef dapur. Hal itu juga membuat Tiffany semakin menjaga jarak dengan Nick.

Entah sudah berapa hari dia mengacuhkan laki-laki itu. Bahkan ketika ditelepon, dia membiarkannya begitu saja meski sebenarnya dirinya sangat ingin mendengar suara Nick.

Suara tangisan seorang anak kecil membuyarkan lamunannya. Dia baru tersadar bahwa dia tengah memandang sebuah boneka di Gramedia. Dia datang ke sini bersama Ella karena Ella membutuhkan pensil warna untuk tugas sekolahnya. "Oh iya, Ella!"

Tiba-tiba dia menjadi panik karena tidak melihat Ella di dekatnya. Kakinya melangkah dengan cepat menyusuri baris demi baris rak buku. Sampai akhirnya dirinya berteriak dan tidak peduli dengan suasana hening di toko itu. "Ella!"

Jantungnya berdebar tidak karuan dan setengah berlari sampai rak terakhir. Sesampainya di sana, dia melihat Ella tengah berjongkok sambil membaca sebuah buku cerita. Dia menghembuskan napas kasar lalu mendekati Ella. "Ella! Kenapa Ella gak bilang sama kakak kalau mau ke sini?"

Ella menatap bingung wajah Tiffany yang pias. "Ella udah bilang sama kakak."

Mendengar jawaban Ella membuat Tiffany merasa bersalah. Dirinya yang tidak fokus akibat memikirkan Nick. Dia mendengus lalu mengajak Ella untuk pulang.

**

Sepanjang perjalanan, Ella tertidur di sampingnya. Selama itu juga, pikiran Tiffany kembali dipenuhi oleh masalah-masalah yang harus dia selesaikan. Jika dia terus bersama Nick maka dia akan terus bertemu dengan Helen. Dan jika Helen sampai tahu Ella adalah anaknya, dia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi.

Dia ikut memejamkan mata berharap bahwa ketika dia membuka mata, semua adalah ilusi. Sayangnya sebagian dirinya menyukai fakta bahwa dia berterima kasih karena telah bertemu dengan Nick dan Ella. Tapi mereka seperti api dan air. Dia harus memilih salah satu karena air dan api tidak bisa hidup berdampingan.

Dia membawa Ella dalam gendongannya karena tidak ingin membangunkannya. Ketika tinggal beberapa langkah lagi sampai di depan rumahnya, matanya menangkap sosok yang sangat dia rindukan.

"Nick, kenapa kamu ke sini?" tanyanya pelan karena tidak ingin membangunkan Ella.

Nick menatap lama Tiffany baru menjawab sama pelannya. "Aku kangen."

Seketika paru-parunya terasa mengering. Dia merasa sakit karena tidak bisa mengeluarkan kata yang serupa. "Tunggu sebentar, aku bawa Ella ke kamar dulu."

Setelah membaring Ella, Tiffany kembali ke depan dan mereka duduk di balkon. Keduanya masih membisu dan Nick tidak melepas pandangannya dari Tiffany. Merasa tidak nyaman, dia pun membuka suara. "Kamu udah makan?"

"Udah."

"Ada apa?" tanya Tiffany yang kini memberanikan diri untuk menatap sepasang bola mata yang selalu mebiusnya.

"Mau sampai kapan kamu begini?" Mendengar suara rendah Nick membuat hatinya terluka. "Apa segitu takutnya kamu kalau orang tahu tentang hubungan kita?" Dia tidak menjawab dan menunduk karena tidak sanggup menatap mata Nick. "Atau kamu hanya tidak ingin mengakui hubungan kita?"

Sontak dia langsung kembali menatap kembali mata yang juga memancarkan sisi terluka. Dadanya begitu sesak. Dia harus segera mengakhiri ini karena dia tidak sanggup melihat Nick yang terjebak dalam ketidakpastian. "Sepertinya kita memang butuh waktu dulu, Nick."

Raut wajah Nick berubah. "Aku tidak mengerti."

Mata Tiffany terasa panas dan dia berusaha untuk tidak meneteskan setetes air mata. "Aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini, Nick.

"Kamu sakit, Tiffany."

Melihat Nick yang memandangnya membuat dia semakin tidak bisa menahan gejolak dalam hatinya. Dia buru-buru menegaskan, "Tidak, aku sudah memikirkannya dengan pikiran jernih. Aku tidak sanggup mempertahan hubungan kita."

"Kalau alasan kamu menyerah dengan hubungan kita hanya karena takut dibilang orang maka kamu bukan Tiffany yang aku kenal."

"Aku tidak bisa, Nick. Maaf," ucapnya tidak lagi memandang Nick.

Dia bisa mendengar suara helaan napas Nick. "Aku sungguh tidak mengerti. Kamu tidak bisa meninggalkanku seperti ini."

Air mata akhirnya lolos di pipi Tiffany karena tidak bisa membendungnya lagi. "Sebaiknya kamu pulang, aku permisi." Dia melengos meninggalkan Nick karena tidak kuasa untuk tidak menahannya kembali.

Dibalik pintu yang sudah Tiffany tutup, dia menangis dalam diam. Menangisi perkataan yang pernah dia ucapkan pada Nick. Kalimat aku tidak akan meninggalkanmu yang akhirnya dia ingkari sendiri.





A/N : Mulai besok, sepertinya aku akan lbih sibuk di dunia nyata. Jadi, jangan sungkan ngingetin aku buat update.. :"))
Terima kasih❤

Chasing RainbowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang