Sudah berapa lamakah aku berhibernasi? '-' Maaf kalau tulisannya makin jelek.. Aku saranin sih tunggu besok aja baru baca karena di bawah bakalan tanggung :"D Terima kasih yang masih menunggu...
"Lusa aku akan ambil cuti," gumam Tiffany yang sedang duduk di sofa rumahnya bersama Nick.
"Ke mana?"
"Rumah lamaku. Lusa adalah hari peringatan kematian ayahku." Matanya menerawang langit-langit atap rumahnya. Setiap tahun mereka memang mengunjungi makam ayah Tiffany tapi mereka tidak pernah singgah sedetikpun ke rumah lamanya lantaran membawa Ella.
"Aku ikut," ujar Nick menyandarkan kepalanya di bahu Tiffany.
Dahi Tiffany sedikit berkerut. "Jangan." Bibirnya mengerucut. "Kalau kali ini kamu juga gak datang maka orang-orang akan mencurigai kita."
Sontak kepala Nick ditegakkan dan mereka bersipandang. Tiffany membuka mulutnya hendak mengatakan sesuatu tapi didahului oleh Nick. "Aku tidak ingin menutupi hubungan kita."
Mata mereka masih senantiasa beradu. Tiffany sedikit menundukkan wajahnya karena merasa bersalah. "Aku tidak bermaksud,"
"Aku tau," potong Nick. "Aku juga tidak ingin kalau hubungan kita malah akan menyulitkan posisi kita di dapur. Tapi selagi kita bisa bersikap profesional, aku rasa tidak masalah." Nick memberikan seulas senyum yang selalu menenangkan.
Tiffany ikut menyunggingkan senyum. "Baiklah."
**
Matanya berlabuh menembus kaca jendela mobil dan seketika itu ingatan masa kecilnya menyeruak dalam benaknya. Mereka berangkat dari rumah Tiffany jam 5 subuh dan kini sudah pukul 9 pagi. Tiffany mengalihkan pandangan dengan berbalik ke belakang karena suara Ella lenyap akibat ketiduran. Dia tersenyum melihat gadis kecil itu terlelap di pangkuan Yuni. Matanya kini berhenti pada sosok laki-laki yang akan dia pekenalkan pada ayahnya.
"Jangan membuatku menabrak tiang, Tiffany."
Suara serak pria di sebelahnya itu membuat Tiffany terkekeh pelan. Padahal dia sudah menyetir hampir lima jam tapi wajahnya tidak tampak lelah sedikitpun. Mereka berkunjung ke makam terlebih dahulu barulah pulang ke rumah yang sudah lama tak pernah Tiffany singgah.
"Kak, sudah mau sampai gak?" Hanya itu yang menjadi rewelan Ella sejak tadi.
"Udah mau sampai kok."
Beberapa menit berlalu dan mobil mereka berhenti di sebuah rumah petak dengan sejumlah kenangan. Tiffany mengambil kunci dan membuka pintu rumah mereka yang sudah digembok entah berapa lama. Hal pertama yang dirasakan begitu membuka pintu tentu saja adalah bau.
Ella refleks menutup hidungnya dengan telapak tangan. "Nick dan Ella ... kalian tunggu di mobil saja. Biar ibu dan Fani bersihkan dulu."
Nick menolak. "Tidak Bu, aku juga akan ikut membantu."
"Ella juga mau bantu!" seru Ella.
"Baiklah kalau itu mau kalian," jawab Yuni tidak bisa memaksa mereka.
Akhirnya setengah jam lebih mereka menyelesaikan bersih-bersihnya. "Kakak, lapar..."
"Iya sayang, kakak mau pergi beli ikan, Ella mau ikut?"
"Mau!!"
"Pasar dekat pelabuhan itu?" tanya Nick. Saat di perjalanan, sudah tampak pelabuhan dari kejauhan.
Tiffany menanggukan kepalanya. Mereka pun pamit keluar tapi saat di depan pintu, seseorang menyapa Tiffany. Dia menoleh dan menemukan dua tetangga yang masih dia kenali. "Oh!" Matanya membulat dan menampakkan senyum ramah.
"Kalian ke mana aja selama ini?" tanya seorang ibu paruh baya yang memakai daster merah.
Ibu lainnya yang bersanggul ikut kepo menanyakan Tiffany. "Woah, sekali pulang langsung bawa anak ya,"
Sedetik kemudian raut Tiffany langsung berubah. Dia tidak ingin memberikan penjelasan apapun karena pilihan terbaik adalah diam. Berkilah maupun menjelaskan, hasilnya akan tetap sama.
"Ella udah lapar kan?" Nick membawa Ella dalam gendongannya. Ella menangguk. "Ayo sayang," panggil Nick pada Tiffany. "Kami permisi dulu ya, Bu." Nick menebarkan senyumnya sebelum mereka berlalu pergi.
"Aku yakin mereka pindah karena dia hamil diluar nikah." Samar-samar bisikan ibu-ibu rempong tersebut tertangkap di telinga Nick dan Tiffany.
Sampai di perlabuhan, angin yang bertiup kencang menerpa wajah mereka. Akan tetapi matahari begitu terik sampai Ella menyembunyikan wajahnya di leher Nick. Terlihat beberapa nelayan yang kembali dengan perahu mereka dan membawa hasil tangkapan mereka.
"Fish!" ujar Ella karena baru pertama kali melihat ikan yang tiga kali lipat lebih besar dari yang pernah dia makan.
Begitu menghirup aroma laut, pikiran Tiffany tentang perkataan orang tadi pun lenyap. Mereka berhenti di salah satu tenda penjual ikan.
"Ella turun dulu ya." Nick menurunkan Ella karena hendak memilih ikan. Dia berjongkok dan Ella turut berjongkok di sampingnya.
Nick mengangkat salah satu jenis ikan Kuwe Gerong yang masih hidup. Ella yang semula antusias menatap ikan-ikannya refleks berdiri ketakutan dan berdiri di belakang Tiffany. Nick terbahak dan malah menjahili Ella dengan mendekatkan ikan tersebut padanya.
Ella menjadikan Tiffany sebagai tamengnya. Alhasil bajunya ditarik kesana kemari.
**
Siang berganti malam. Di terasnya, Tiffany setia memandang bintang-bintang kecil yang sudah terlihat di atas langit.
"Masih tidak ingin tidur?" Suara itu datang dari Nick yang kini mengambil tempat di sampingnya.
Tiffany menggeleng.
"Ingin tinggal di sini lagi?"
Senyap sejenak lalu Tiffany kembali menggeleng. Nick menunjukkan raut wajah bingung. Tiffany tersenyum. "Aku akan balik, bukan untuk tinggal hanya untuk singgah. Karena aku sudah punya rumah dan kamu termasuk tempat untukku pulang."

KAMU SEDANG MEMBACA
Chasing Rainbow
General Fiction[ Ganti judul dari "She's not My Baby" ] Tiffany, The Caregiver. Tujuannya adalah dapat membantu orang sebanyak mungkin. Kelemahannya adalah keegoisan. Ketika dia terlalu mencintai seseorang, akankah dia memilih untuk egois atau melepaskan orang yan...