"Anyiiii...#/=#_&(&@&=*\\%*%!!!" Terdengar suara drama Korea yang masih diputar di laptop Ridwan yang bahasanya tidak dimengerti siapapun. Bahkan Tiwi tak berani bergerak untuk menekan tombol pause.
"BRAKK!!" Izah membanting pintu keras, kini ia sudah berada di luar kelas.
"Paling juga sebentar lagi, tuh anak!" Celetuk Jesi.
Tak lama, terdengar suara seseorang yang menyeret kursi dari belakang.
"Ngapain?" Tanya Oki pada Ahruz.
"Lah? Kata Jesi, si Izah bentar lagi, kan? Ya udah, nih! Nisannya..." Jawab Ahruz sambil tetap menyusun kursi di tempat mereka memperingati tiap anggota kelas yang sudah tiada. Semua tertawa dengan tinggkah Ahruz.
"Bener juga, sih!" Sahut Amir yang emosinya mulai reda. "Aminin bareng-bareng yoookkk! Biar cepet terkabul..." Canda Amir.
"Aaaammmiiinnnnn!!!!" Sahut yang lain.
"Wah..., parah..., parah...!" Kata Sita girang.
"Halah! Kalo gue, ogah bikin buat dia...! KAGAK BAKAL GUE ANGGEP tuh orang!" Gerutu Jesi.
"Bener! Gue setujuu...!" Pekik Rianis.
Hari sudah malam, tak ada tanda kalau Izah akan kembali dan tak ada satupun yang peduli kerena semuanya sudah menganggap Izah tiada. Bau busuk makin menyengat, kabut tipis kini menyelimuti sekitar kelas. Jika dulu mereka selalu mengeluh saat cuara terik cerah karena panas dan berharap hujan datang agar tak ada guru yang masuk ke kelas, kini semua berubah. Mereka hanya berharap dapat melihat matahari langsung tanpa tertutup kabut bau serta guru yang masuk ke dalam kelas dan mengajar.
Tiba-tiba terdengar suara derap langkah kaki pelan di koridor, langkahnya terdengar semakin dekat. Masri yang kebetulan sedang patroli, membangunkan teman-temannya yang sedang tertidur agar bersiaga. Panik, takut, was-was dan emosi bercampur aduk di kepala para murid kelas 2-2. Terutama saat suara itu berhenti tepat di depan pintu.
Kini masing-masing murid sudah siap dengan 'senjata' nya. Terdengar suara pintu yang di ketuk dari luar membuat para murid kaget dan para perempuan menutup mulut menahan teriakan karena terlalu takut.
"Woi!! BUKAA!!!" Teriak seseorang dari luar, suara yang tak asing untuk para murid.
Madi dan Zahra mencoba mengecek lewat jendela. Terlihat sosok perempuan dengan baju seragam compang-camping penuh noda darah serta terlihat pula nampak sebuah benda di tangan kiri yang lebih menyerupai sebuah sabit pemotong rumput.
"Siapa?" Tanya Amir penasaran. "Izah?" Tebaknya.
"Bukan! Tapi, gak tau!" Jawab Zahra. Masri mendekat, dengan pelan ia membuka pintu, namun tak ada yang memaksa masuk.
Jantung para murid berdebar keras menunggu untuk melihat siapa yang datang.
Pintu terbuka. Terlihat sosok perempuan yang tadi di lihat Zahra dan Madi lewat jendela, kini berdiri di depan pintu sambil menundukan kepala.
"HAAAIIIIIIIII!!!!!" Teriak perempuan berkacamata girang sambil mengangkat kepala menoleh ke arah para murid kelas 2-2. Namun, sapaan itu tidak lantas dijawab oleh para murid, melainkan, mereka ikut berteriak histeris karena takut dan syok.
"Kenapa?" Tanya gadis itu lagi heran, semua menatapnya aneh.
"Melly?" Tanya Fahya mencoba mendekat. Gadis itu tersenyum setidaknya ada yang ingat dengan namanya.
"Gue punya hadiah buat lo semuaaa!!!" Kata Melly sembari melempar sesuatu.
Kini semua pandangan tertuju ke arah benda yang dilempar Melly. Sebuah sepatu yang tak asing lagi, sepatu Izah.
"Ngapain lo bawa tuh sepatu?" Tanya Zahra.
"Liat isinya!" Kata Melly. Amir mendekat untuk melihat. Wajahnya berubah menunjukan ekspresi jijik, kemudian menggeliat tak keruan.
"Iiihhhh!! Ngapain lo bawa begituan?" Tanya Amir masih menggeliat karena geli.
"Apa isinya?" Tanya Nia penasaran.
"KAKI IZAAAHHH!!" Teriak Madi sambil melempar sepatu berisi potongan telapak kaki Izah lengkap dengan kaos kaki, membuat seisi kelas heboh karena jijik. Melly hanya tertawa geli melihat teman-temannya yang menjadi gaduh.
"Ngapain sih lo bawa begituan?" Gerutu Fahya.
"Beiiiiiiibbbb, liat beiiiibbbb, iiiiiiihhhhh...!" Kata Sita dengan gaya khasnya yang lebay.
Keadaan mulai tenang saat Masri melempar sepatu 'menjijikan' itu ke luar kelas.
"Lo dari mana aja?" Tanya Tiwi saat ia sudah yakin kalau itu sungguhan Melly.
"Di koperasi sekolah..." Jawab Melly santai masih dengan tersenyum.
To be continued....Happy read!!
Jangan lupa buat vote dan komen...
Terima kasiiihhhhhh..
;)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bloody School Assignment
Science FictionPetualangan para murid menghadapi petaka akibat percobaan mematikan di sekolah mereka, dan kini menjadi tugas yang harus mereka selesaikan untuk bertahan hidup.