Almost

2.6K 260 18
                                    

Pintu derek koperasi sekolah yang berbentuk seperti ruko  itu kini telah terkunci rapat.

"Nanti kalo dia mati gimanaaaaa!?" Seru Sita sambil menangis. Melly tersenyum sembari menghela napas.

"Kalo kayak gitu, berarti gue udah ngelakuin dua kebodohan besar..." Gumam Melly.

"Dua?" Tanya Zahra heran. Terlihat mata Melly yang memancarkan kesedihan, namun ia tetap tersenyum.

"Uuuhhh!" Keluh Septi. "Cepet! Nanti zombie nya datang..., udahlah...., si Masri kalo mati berarti udah takdirnya!" Kata Septi sembari membenarkan posisi tasnya yang berisi penuh makanan.

"Gue tadi udah ninggalin sedikit makanan buat dia di dalem..." Kata Melly.

Mereka melanjutkan perjalanan kembali ke kelas. Suasana selama di perjalanan tak ubahnya seperti kegiatan jerit malam pada acara kemah sabtu minggu yang sering di adakan sekolah mereka, yang berbeda adalah apa yang tengah mengincar mereka dari kegelapan, menunggu salah seorang lengah dan memangsa dengan ganas tubuh mereka.

Rasa kantuk yang menghampiri seolah kalah dengan rasa takut dan waspada saat mereka melangkahkan kaki. Madi yang merupakan satu-satunya laki-laki diantara mereka mencoba untuk lebih mengontrol diri tidak menampakan rasa takutnya.

Perjalanan kembali terasa lebih cepat dibanding saat mereka berangkat, karena kini tinggal beberapa langkah lagi mereka sampai di kelas.

Isti terbangun dari tidurnya, ia melihat teman-temannya yang lain tertidur pulas. Angin dingin masuk dari ventilasi udara, ia gelisah. Ia memikirkan segala kemungkinan, kemudian bergegas mengambil kapur anti serangga, meremasnya hingga menjadi serbuk putih, kemudian menabur nya di sela-sela pintu dan jendela.

Letak jendela yang cukup tinggi untuk Isti, membuatnya harus naik ke atas meja. Ia melihat kearah luar kelas. Semuanya tampak gelap gulita. Tubuhnya merinding. Terutama saat ia saat sesuatu yang bergerombol mendekat dari kejauhan dengan pelan. Isti terus memperhatikan dengan perasaan was-was hingga ia sadar apa yang tengah mendekat itu.

"AMIR! Mereka dateng!!!" Teriak Isti senang, membangunkan seluruh isi kelas. Semuanya terdiam karena terkejut, kemudian bergegas saat mulai bisa mwnyesuaikan pikirannya. Semua naik keatas meja untuk melihat apa yang ada di luar. Saat rombongan sudah sangat dekat, tiba-tiba saja Jesi berteriak kencang.

"CEPET!!! Ada lalat Phorid!!" Teriak Jesi. Terlihat Melly dan yang lainnya berlari. Dengan cepat, Amir membukakan pintu agar kawan-kawannya bisa masuk.

Melly melemparkan tasnya lebih dahulu ke dalam kelas agar lebih gampang untuk berlari, kemudian diikuti oleh yang lain. Sita tentu berteriak lebih nyaring di banding yang lain hingga akhirnya mereka semua sampai di kelas dan Amir kembali menutup pintu.

Suasana menjadi hening, yang terdengar hanya suara napas mereka yang masih tersengal-sengal karena masih syok.

Tiba-tiba saja Fahya tertawa keras, memecah kenehingan kelas 2-2.

"Gara-gara Jesi, kita semua lari...!?" Kata Fahya masih tertawa, semua yang melihatnya kini ikut tertawa. Ketakutan merekalah yang membuat geli mereka sendiri.

Oki menatap kawan-kawan nya yang baru saja sampai itu dengan seksama, seperti tengah mencari sesuatu.

"Masri mati?" Tanya Oki, nadanya tak jelas, antara khawatir, takut,dan berharap.

"Gue gak bakal tega ngelakuin itu..." Gumam Melly.

"Cuma di kurung, kok, buat hukuman, lagian Melly ternyata masih ninggalin makanan di dalam." Sahut Rianis.

Semuanya terdiam tanpa sebab, kemudian mengambil posisi masing-masing untuk beristirahat. Dan lagi-lagi Melly terlihat tidak tidur. Yang ia lakukan hanya mencoret-coret kertas.

"Kenapa?" Tanya Tiwi yang baru saja terbangun. "Mau nonton gak?" Melly hanya tersenyum. Laptop Ridwan dan flashdisk berisi penuh drama korea sudah siap di depan mereka.

Baru saja laptop di nyalakan, ada sesuatu yang menarik perhatian Melly.

"Ini apa?" Tanya Melly menunjuk ke sebuah peringatan. Tiwi mengangkat bahunya.

"Gak tau? Udah ada dari kemaren tapi, gak bisa di hilangin..." Melly menarik laptop itu ke pangkuannya. Ekspresi wajahnya berubah. Dan tiba-tiba bulir air mata mulai berjatuhan di pipinya. Tiwi yang tidak tau apa-apa hanya menatap Melly heran. Baru kali ini ia melihat Melly menangis. Namun, tak ada suara yang terdengar.

"Kenapa?" Tanya Tiwi heran. Melly menoleh menatap kawannya itu, kemudian tersenyum dengan air mata yang masih mengalir pelan di pipi nya.
To be continued...


Happy read!!
Jangan lupa buat vote dan komen...

Bloody School AssignmentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang