Hari mulai sedikit terang, tanpa di sadari, ternyata Tiwi terlelap di samping Melly yang masih menonton drama korea. Ia melihat seluruh ruangan kelas, melihat semua kawan-kawannya yang masih tertidur pulas. Ia tersenyum namun lagi-lagi air matanya mengalir pelan di wajahnya.
"Bahagia lo semua, gak bakal bisa gue usilin lagi..." Gumam Melly sembari menyapu air mata di pipinya menggunakan telapak tangannya.
"ADA BAPAAAAAKKKK!!!!" Teriak Melly tiba-tiba. Semuanya terbangun, bagai orang yang kerasukan, mereka semua bergegas mengeluarkan buku dari tas masing-masing.
Melly tertawa puas di depan kelas, melihat ekspresi kawan-kawannya yang masih tak keruan sambil memegang alat tulis.
"Rajin banget..." Kata Melly sambil tertawa.
Semuanya terdiam, mencoba menerka situasi dengan pikiran masih setengah melayang dalam dunia mimpi. Tak lama, sumpah serapah murid kelas 2-2 terdengar riuh. Melly masih tertawa dengan apa yang di perbuatnya.
"AAAAA, bisa gak sih gak usil dulu...!" Gerutu Rianis. "Lebih tenang waktu gak ada lo, tau gak!!!??" Lanjut Rianis. Melly hanya menyeringai.
"Banguunnn..., udah pagi juga, ada pengumuman nih..." Kata Melly. Semua menatap Melly dengan masih dengan wajah berantakan ala bangun tidur.
"Mulai sekarang kita bukan lagi murid 2-2!" Kata Melly mantap. "Kita ini udah kelas 3-2, yeeeaayyyy!!" Kata Melly heboh sendiri. "Meskipun gue gak ngitung ini udah masuk tahun ajaran baru atau belum..." Gumam Melly.
"Terus?" Tanya Jesi sembari memperbaiki tatanan rambutnya.
"Kita bikin acara pemilihan ketua kelas baru...!!!" Kata Melly cerita. Semuanya setuju, namun, mereka minta waktu agar bisa memoles wajah dan merapikan pakaian. Wajah paranoid mereka untuk sementara tak terlihat, di gantikan wajah ceria dan penuh semangat. Seperti biasanya, sebelum mereka mendapatkan 'tugas berdarah' ini.
Fahya menjadi penulis skor. Semua nya saling tunjuk. Hingga akhirnya Yuki mengangkat tangan mengajukan diri.
"Udah, Mel..., lo aja!" Kata Isti. Melly menoleh.
"Kalau gue jadi ketua kelas..."
"Lo angkat tangan ngajuin diri, gue lempar lo!!" Potong Septi sembari mengangkat kotak pensil yang tampak berat dan penuh itu. Tiwi dan yang lainnya tertawa.
"Jahat!" Kata Melly, kemudian ikut tertawa. Dan akhirnya terpilihlah empat orang sebagai kandidat; Yuki, Oki, Sita, dan Amir yang sebenarnya lebih kearah di paksa oleh murid lain.
Semuanya memilih, dan hasil akhir, ternyata Oki yang menjadi ketua kelas baru, dan Yuki sebagai wakil. Tinggal Sita dan Amir yang belum mendapat jabatan baru. Sita berharap ia menjadi sekretaris. Namun, hasil voting berkata lain, Amir lah yang terpilih sebagai sekretaris.
Kini mereka punya struktur baru yang lebih terlihat 'elit' Karena Oki adalah orang yang penurut dan lebih teratur dibanding dengan Amir. Hari terus berlalu dengan cepat. Mereka sudah terbiasa dengan hidup hanya di dalam ruang kelas saja, meski sesekali harus bergantian keluar untuk buang air.
Saat tengah bersantai, Tiwi membagikan sebuah papernote warna-warni pada setiap murid. Kemudian berdiri di depan kelas.
"Nah! Sekarang, lo semua tulis cita-cita lo masing-masing..." Instruksi Tiwi.
"Buat apa?" Tanya Madi heran sambil mengangkat papernote perberian Tiwi.
"Buat bikin sulap!" Kata Tiwi kesal. Madi hanya menertawakan ucapan Tiwi.
"Ya udah! Tulis...!!" Perintah Tiwi. Semua nya menulis, kemudian, Tiwi mengambil sesuatu dari tas Melly.
"Ya udah, kita tempel deh buat kenang-kenangan...!" Kata Tiwi girang sembari mengeluarkan gluestick.
"Ya elah..., di kirain buat apa?" Ahruz mendengus.
"Udah! Tempel aja!" Seru Tiwi.
Kini semuanya sibuk memikirkan cita-cita mereka. Kemudian,Tiwi kembali menginstruksikan agar semuanya menempelkan kertas mereka masing-masing pada dinding di belakang tempat mereka menyusun kursi peringatan.
Setelah selesai mereka kembali membaca cita-cita temannya yang lain. Namun,satu yang menarik perhatian karena cita-cita nya tidak di tulis melainkan di gambar. Dan itu adalah milik Melly. Terlihat Melly menggambar berbagai profesi.
"Gambar apaan lo?" Tanya Ahruz.
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Bloody School Assignment
Ficção CientíficaPetualangan para murid menghadapi petaka akibat percobaan mematikan di sekolah mereka, dan kini menjadi tugas yang harus mereka selesaikan untuk bertahan hidup.