Episode 3

13K 577 9
                                    

Ketika hampir sampai apartemen, ku lihat ada kecelakaan. Langsung ku pinggirkan mobilku dan keluar untuk melihat apa yg terjadi.

Di tengah kerumunan ku lihat ada seseorang wanita yg ku kenal, anak Pak Tjandra. Terlihat darah mengalir dari kepalanya.

Ku bawa dia ke Rumah Sakit terdekat. Dokter membawanya ke UGD. Aku sudah menelpon orangku sebelumnya untuk membereskan mobilnya.

Saatnya menelpon keluarganya. Ku cari kontak Pak Tjandra di hpku, nihil. Ku cari history chat ku, nihil. Kebiasaanku adalah tidak pernah menyimpan nomor orang jika tidak terlalu dekat denganku.

Aku mencoba menelpon nomer-nomer tak dikenal ini. Siapa tau salah satunya ada Pak Tjandra.

"Halo, Rei? Kamu kangen aku yaa? Mau ngajak main lagi? Ayoo, mau kemana?" suara wanita yg kukenal, dia pernah ons denganku.

Langsung ku matikan dan mencari yg lain. Setelah mencoba beberapa telpon.

"Lama banget sih ngangkatnya" batinku.

Tidak diangkat, ku telpon lagi nomor itu. Tidak boleh ada yg terlewat, siapa tahu itu nomornya.

"Halo? Reina? Ada apa yaa malam-malam nelpon?" suara di sebrang sana, yg ku kenal itu adalah suara Pak Tjandra.
"Pak Tjandra? Anak Pak Tjandra..." ku hentikan bicaraku, ku ingat-ingat namanya.
"Gue kan ga pernah nanya namanya" pikirku.
"Anak Pak Tjandra yg tinggal di sebelah apartemenku" nah gitu aja biar jelas.
"Tiara? Kenapa? Dia gangguin kamu yaa?" tanya Pak Tjandra.
"Bukan pak, dia kecelakaan. Sekarang di Rumah Sakit" jelasku.

Pak Tjandra langsung menutup telponnya, yg kuyakini dia akan kesini. Segera ku kirimkan location rumah sakit kepadanya.

"Tiara? Itu namamu?" pikirku

Setelah menunggu beberapa jam dokter keluar.

"Anda keluarga korban?" tanya dokter itu.
"Bukan, saya tetangganya. Gimana keadaannya, dok?"
"Saya ingin menemui keluarganya" kata dokter tersebut.
"Saya orang tuanya, dok. Gimana keadaan anak saya?" suara yg kukenal itu adalah Pak Tjandra, terdengar ngos-ngosan, seperti habis lomba maraton.
"Ikut saya, Pak" kata Dokter tersebut menuju ruangannya.

Ku lihat seorang Ibu sedang cemas, ku coba untuk mendekatinya.

"Mamanya Tiara?" tanyaku.
"Iyaa, nak" katanya sambil menangis.

Aku hanya bisa menenangkannya dengan duduk di sampingnya dan menepuk pinggangnya.

Setelah beberapa lama, Pak Tjandra keluar dari ruangan dokter.

"Gimana, pa?" tanya Mama Tiara sambil berdiri dan jalan menuju arah Pak Tjandra.
"Reina, saya mau minta tolong boleh?" kata Pak Tjandra sambil melihatku, matanya berkaca-kaca.

Entah apa yg menghipnotisku, aku hanya menganggukkan kepala. Pak Tjandra menjelaskan tentang keadaan Tiara dan Pak Tjandra ada pekerjaan di Luar Negeri bersama istrinya, aku diminta untuk menjaga Tiara.

Kami masuk ke ruangan pasien, dimana Tiara dirawat. Ku lihat kepala yg mengeluarkan darah tadi sudah diperban. Mama Tiara terlihat sangat khawatir, dia memegang tangan Tiara.

"Tiara, ayo bangun" kata Mama Tiara.

Pak Tjandra menyuruhku untuk pulang dulu, besok aku diminta untuk menjaganya. Pak Tjandra dan istrinya berangkat besok sekitar jam 1 siang.

Aku pulang menuju apartemenku. Ku lihat di depan pintu apartemenku ada orangku.

"Bos, ini tadi nemu hp" katanya sambil memberikan sebuah hp kepadaku.
"Nemu? Lo kira dibuang ini hp?" ledekku kepadanya sambil ku isyaratkan untuk pulang, karena aku benar-benar lelah.

Ku rebahkan badanku di tempat tidur. Ku teringat kata-kata Pak Tjandra untuk menjaga Tiara. Beberapa lama kemudian aku terlelap.

.
.
.
.
.

Jam 06.00, tidak seperti biasa kini aku sudah siap berangkat. Aku berencana mampir dulu ke rumah sakit, melihat keadaannya.

Aku menyalakan mobil dan menuju ke rumah sakit. Sesampainya di kamarnya, ku lihat dia dan Mamanya masih terlelap.

Ku cari seisi ruangan, tidak ada Pak Tjandra. Aku menunggu hingga pukul 07.30 tapi Pak Tjandra belum juga ada.

Ketika aku mau keluar ruangan.

"Wah nak Reina, udah lama yaa?" tanya Mama Tiara sambil berdiri.
"Sebentar kok, Tante. Ini mau ke kantor dulu. Nanti agak siangan saya balik yaa. Oya, Pak Tjandra kemana?" sambil berjalan kembali mendekat ke Mama Tiara.
"Lagi pulang sebentar, lagi ngurus dokumen dan lain-lain"
"Saya ke kantor dulu ya, Tante" kataku sambil bersalaman kepada Mama Tiara.

Sesampainya di kantor, ku lihat sekretarisku sedang menata beberapa dokumen. Dia melihatku masuk ruangan.

"Selamat pagi, Bu" katanya sambil membungkuk.
"Pagi, Dinda" kataku sambil mendekat ke arahnya.
"Hari ini banyak kerjaan nggak ya?" tanyaku sambil melihat beberapa dokumen di atas mejanya.
"Lebih sedikit, Bu. Tapi tetap banyak" katanya sambil terkekeh.
"Yaudah ayo mulai. Mau pergi soalnya habis ini"

Aku sebenarnya tidak suka dipanggil Ibu sama karyawanku, tapi mau gimana lagi itu perintah Almarhum Papaku untuk menggantikannya di kantor ini. Lucu kan kalau aku di panggil Bapak?

Tepat jam istirahat, pekerjaanku selesai.

"Din, aku pergi yaa. Nanti sisanya lo yg urus yaa" kataku sambil mengambil  jas yg ku letakkan di kursi dan menuju parkiran.

Di pintu keluar kulihat ada Joe sedang melambaikan tangan padaku. Kulihat dia berlari ke arahku. Kemudian mengetuk kaca pintu mobil. Ku buka kacaku.

"Kamu mau kemana? Nyari makan? Aku ikut" katanya sambil mencoba untuk membuka pintu.
"Bukan urusan lo" kataku sambil menginjak gas dan menuju rumah sakit.

Ketika sampai di kamar Tiara, ku lihat Pak Tjandra dan istrinya sedang berbenah.

"Kami pergi dulu yaa, tolong jaga Tiara yaa" katanya sambil memegang bahuku.

Pak Tjandra dan istrinya pergi meninggalkan kami berdua.

"Kenapa Pak Tjandra percaya denganku? Bukannya dia sering melihatku membawa banyak wanita ke apartemen?" Pikirku.

.
.
.
.
.

Sudah seminggu sejak Pak Tjandra pergi, Tiara belum juga bangun.

Ku lihat wajah Tiara dengan seksama.

"Cantik, kenapa belum bangun. Ayo bangun, aku ajak jalan-jalan ya. Mau kemana?" pikirku sambil memegang tangannya.

Aku orang yg selalu menepati janji. Walaupun seperti orang yg tidak bertanggung jawab, tapi kalau udah janji ya harus ditepatin. Mungkin karena aku udah janji ke Pak Tjandra buat ngejaga Tiara, jadi rela nunggu dia di rumah sakit berhari-hari.

"Tiara ayo bangun" kataku sambil mengelus rambutnya.

Kulihat tangannya mulai bergerak. Aku segera memanggil dokter. Dokterpun memeriksanya.

Bersambung

Jangan lupa add to library, vote, comment and share yaa. Buat kelanjutan ceritanya.

Terima kasih telah membaca.

Make Me Smile (gxg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang