Episode 15

8.3K 476 28
                                    

Aku terbangun dari mimpi buruk, aku segera menuju dapur karena perutku juga sudah sangat lapar.

Aku melihat ada makanan dan sebuah kertas.

Aku mau keluar negeri, bye. Have fun ya di sini.

Aku segera keluar apartemen, di depan pintu apartemen aku melihat Tiara dan seorang laki-laki. Mereka menuju lift, laki-laki itu menggandeng tangan Tiara dan membawa koper.

"Mereka ke luar negeri berdua?" pikirku.

Tanpa menyapaku atau sekedar melihatku, mereka berlalu begitu saja secepat kilat. Membuatku diam terpaku melihat mereka pergi.

Aku membalikkan badan menuju apartemenku dengan langkah yg berat. Pikiranku penuh dengan Tiara dan laki-laki itu.

Ketika akan menutup pintu, kudengar pintu lift terbuka. Aku langsung membuka pintu kembali dan berlari menuju pintu lift.

Saat sampai di depan lift, ternyata itu Riski. Sedikit kecewa, karena kupikir Tiara kembali.

"Wah wajah lo kok kecewa gitu ngeliat gue? Ga kangen sama gue?" kata Riski sambil berjalan ke arahku dan merangkul leherku.

Aku menebak bahwa dia tadi sudah bertemu dengan Tiara, karena timingnya benar-benar pas.

Kami menuju apartemenku. Ku masukkan password, kemudian masuk apartemen, dan menutup pintu kembali.

"Gue pinjem baju dong, males pulang nih. Kena kopi tadi" katanya sambil melepas pakaiannya.

Kami memang sering bertelanjang dada di depan satu sama lain. Entah kenapa, yg ku tahu sejak kecil kami selalu begini, kebiasaan. Tak ada sedikit pun rasa malu.

Aku mencari kado yg kusimpan untuknya yg belum sempat ku berikan. Ketika dapat aku langsung melempar ke arahnya dan dia pun menangkapnya.

"Kado? Baju nih pasti" katanya sambil membuka bungkus kado itu.

Udah susah-susah biar ga keliatan kado baju, tapi ketauan karena dia butuh baju. Tau gitu ga usah di bungkus.

"Wihh gue udah lama nyari ini kaos! Thanks bro" katanya sambil memakai kaos itu.

"Sip"

"Wait wait, ini bukan dari loe!" katanya sambil melipat kedua tangannya di depan dada dan menatapku tajam.

Dia selalu tau, barang yg ku pilih dan bukan. Entah apa perbedaannya, dia selalu saja bisa menebak.

"Yang milih Tiara yg bayar gue"

"Tetep aja bukan dari loe ini!"

"Iyee nanti gue cari lagi, repot amat"

"No.. no.. no I don't need gift again. Lagian my birthday udah lama berlalu. Lo harus nemenin gue minum nanti malem" katanya sambil menaik turunkan alisnya.

"Itu gaya gue"

"Hahaha pinjem bentar"

Kami pun berkejar-kejaran di apartemen layaknya anak kecil. Entah sudah berapa lama kami tidak melakukan ini lagi. Terasa sangat menyenangkan dan meringankan beban di otakku.

Dia selalu ada saat aku butuh dan tak pernah menanyakan permasalahanku. Tapi, dia selalu tahu kalau aku ada masalah dan bisa menghilangkan itu dengan caranya sendiri tanpa harus bertanya 'Are you oke?' 'Cerita sini' 'Ada yg bisa gue bantu buat bikin loe lupain itu?"

Saat aku cerita pun dia selalu memberikan saran yang baik bukannya bilang
'Yang sabar yaa'. Udah cerita panjang-panjang malah ga dikasih saran, cerita itu supaya bisa di bantu, di kasih saran. Sabar doang mah gak mempan, kaya anak sekolah aja di ajarin sabar.

.
.
.
.
.

"Ki, loe kan ada pacar. Buat malem ini ga usah main cewek yaa" kataku setengah berteriak karena dentuman musik yang begitu keras ini.

"Bawel, awas aja kalau loe yg main!" katanya berteriak lebih keras sambil menatapku tajam.

Malam ini kami tidak membawa mobil, karena pasti kami akan sangat mabuk.

Kami menuju meja bar dan memesan minuman.

Kami tak tahu sudah berapa gelas yg kami minum, kesadaran kami pun entah pergi kemana.

Banyak wanita yg mendekati kami, tapi sesuai kesepakatan diawal bahwa kami kesini hanya minum.

"Cewek itu kenapa ga bisa ngertiin kita sih?" kata Riski dengan suara khas orang mabuk.

"Yahh begitu lah cewek, plin plan! Hari ini bilang A besoknya B" jawabku juga dengan suara khas orang mabuk.

"Ada juga cewek yg sepersekian detik ganti pikirannya"

"Kita juga cewek" kataku, kami pun tertawa.

Kulihat jam di tanganku menunjukkan pukul 2.

"Cabut yuk, udah pagi" kataku sambil beranjak dari tempat duduk.

"Challenge, jalan ke apartemen loe" kata Riski dengan jalan yg gontai.

"Loe jalan aja kaya gitu, bisa nyampe apartemen?"

"Bilang aja loe yg ga bisa" katanya sambil tertawa.

"Siapa takut!" kataku dengan penuh percaya diri tapi dengan suara masih khas orang mabuk.

Kami berjalan kaki menuju apartemenku, kira-kira 1,5 km kalau jalan kaki. Kalau naik mobil ya muter, dan lebih jauh.

"Hallo! Kalian cewek apa cowok sih? Kok ganteng banget" kata salah seorang dari kumpulan laki-laki.

Aku dan Riski hanya diam tak menanggapi omongan itu dan terus berjalan.

"Stop dong, loe berdua kita berempat. Gue ga yakin kalian bisa kabur gitu" kata laki-laki yg lain.

Aku lupa bahwa daerah sini memang banyak preman. Tak segan, ada yg di rampok, di perkosa dan lain-lain. Membuatku geram.

"Kalian kan cewek, gak usah berantem lah. Kasih aja barang kalian terus kalian boleh pergi. Karna kita juga ga mau sama lesbi kek kalian"

Satu pukulanku meluncur ke arah mulut laki-laki itu. Kulihat sedikit ada darah di sana.

"Oke loe yg milih buat berantem"

Dua orang melawanku dan dua lagi melawan Riski. Jujur aku belum pernah melawan dua orang sekaligus.

Menghindar pun aku tak bisa karena di serang dua arah. Aku memikirkan cara untuk menyerang balik sambil menangkis pukulan maupun tendangan mereka.

Aku kehabisan tenaga, mungkin efek minuman ini yg membuatku lemas. Satu orang berhasil menarik dua tanganku dari belakang dan yg satu bersiap untuk menyerang dari depan.




Bersambung


Baru kemarin perasaan update terakhir, vote kemarin udah 100 aja 😍 Love you readers 😘 Semoga makin banyak part ini 😉

Maaf ya kemarin author lagi galau, ga ada yg nyemangatin jadi pengen di semangatin 😥

Jangan lupa add to library, vote, comment and share yaa. Buat kelanjutan ceritanya.

Don't be silent reader.

Biar tambah semangat juga nulisnya.

Terima kasih telah membaca.

Make Me Smile (gxg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang