Chapter 6 : Rencana

781 210 29
                                    

Nana pergi menuju dapur dekat kelas memasak yang berada di lantai 1 sekolahnya.

"Kamu mau ngapain?" tanya Karina sambil berjalan menyusul Nana yang terus berjalan ke arah tangga.

"Ikut aja denganku," Nana tetap berjalan menuruni anak tangga sambil menenangkan dirinya setelah menangis tadi, diikuti oleh Mark dan Karina.

Setelah sampai di kelas memasak, Nana mengambil beberapa pisau dan tutup panci. Dia pun memberikannya pada Mark dan Karina. Mereka yang menerimanya pun bingung.

"Untuk apa??" tanya Karina heran sembari menatap pisau yang diberikan Nana.

"Aku tau maksudmu Na, tapi kita tidak bisa," kata Mark sambil memegang pisau yang diberikan Nana dan menatap mata sahabatnya itu dengan tajam.

"Kita bisa. Aku harus pulang ke rumah. Aku merasa bahwa nenekku tau sesuatu mengenai ini, tapi dia menutupinya," papar Nana sambil mencari barang lain yang bisa dipakai untuk menyelamatkan diri.

"Apa maksudmu?" tanya Karina heran.

"Kalung kunciku sepertinya mengetahui sesuatu. Dari kata-kata nenekku waktu itu," jelas Nana sambil mengeluarkan kunci yang terselip di balik seragamnya.

"Hm aku tidak paham. Tapi sepertinya aku mengerti," Mark berpikir jauh dan menerawang kebingungan dengan seksama.

Nana pun kembali ke atas dan mendengar suara ricuh di kelas yang menjadi-jadi dan mendengar teriakan. Jalanan menuju kelas sangat sepi, dan semua siswa terlihat ada di dalam kelas.

"Woi kalian bertiga! Cepet pergi!!!! Ada zombieee!!!" bentak dan teriak seseorang dari jauh memperingati 3 sejoli yang tidak tau apa-apa saat ini.

Kemudian terlihat zombie pucat menuju ke arahnya dan wajahnya terlihat seperti petugas kebersihan sekolah. Wajahnya terlihat seperti tidak ada jiwa kehidupan di dalamnya.

Pak petugas yang menjadi zombie itu berlari ke arah mereka,

dan

"Kraaarrrrrr," dia hanya bisa menderang.

Nana pun menyiapkan kuda-kudanya dan mengawasi zombie itu dengan hati-hati sembari menyiapkan pisau di tangannya. Mark dan Karina pun terlihat bingung, mereka tak tau harus melakukan apa. Zombie itu tetap mendekati mereka, dan langkahnya semakin cepat.

"Whaarkkk."

Nana membelalakkan matanya lalu melangkah maju dan menebas leher zombie itu dengan pisau yang dia bawa. Pisau yang terlihat tua dan tumpul itu berhasil menebas leher zombie itu dengan dalam.

Zombie itu tergeletak dengan darah yang bercucuran, tidak hanya itu dia juga terbakar api entah dari mana datangnya. Seluruh siswa yang melihat dari dalam kelas tampak begitu kaget dengan aksi Nana, begitu juga dengan Mark dan Karina yang ada di belakangnya.

"Apa semuanya baik-baik saja?" tanya seorang guru yang terlihat baru naik ke lantai atas.

Siswa-siswi terdiam di dalam kelas menatap Nana yang memegang pisau dengan bekas darah, serta zombie yang terbakar. Guru yang menyadarinya pun pergi ke arah Nana dengan sigap.

"Apa kamu baik baik saja?" tanya guru itu khawatir.

"Ii-ya" balas Nana gagap.

"Tidak apa, kamu melakukan hal yang benar. Tenangkan dirimu," kata guru itu sambil memegang pundak Nana yang terlihat tegang.

"Bu Mulan. Mohon antarkan kami ke rumah Nana," pinta Mark.

"Kita tidak bisa, situasi sangat tidak mendukung untuk keluar dari sekolah," tolak Bu Mulan langsung pada Mark.

"Kalau ibu tidak bisa. Aku yang akan melakukannya sendiri," raut Nana mulai berubah menjadi serius, tatapan matanya menjadi sangat tajam.

"Mungkin pak Albert mau mengantarkanmu. Dia juga ada perlu," kata Bu Mulan sambil menunjuk Pak Albert yang sedang mengecek kondisi di kelas bawah.

"Hm." Mereka pun pergi ke bawah dan memohon pada pak Albert.

_________


"Saya mohon pak," pinta Nana sambil berlutut.

"Baiklah, ngga perlu berlutut seperti itu. Sudah bawa senjata?" tanya Pak Albert memastikan keselamatan 3 siswa yang ada di hadapannya saat ini.

"Kami bertiga sudah bawa pisau," sela Mark.

"Hm itu ngga akan cukup mungkin, tapi ngga papa. Ayo kita ke depan," ajak pak Albert.

Mereka memasuki mobil dan hendak keluar melewati pagar depan. Guru yang lain terlihat membawa pisau serta tombak buatan dari tongkat pramuka dan pisau pun menjaga gerbang agar tidak kebobolan oleh mayat berjalan yang aneh itu. 

Jalan di luar terlihat sepi dan banyak mobil terparkir dengan pintu yang terbuka di jalan.

Kemudian Mark meminta pak Albert untuk berhenti.

"Pak. Ijinkan saya pergi menaiki mobil hitam tersebut," tunjuk Mark ke arah mobil hitam yang masih mulus terparkir di depan gerbang sekolah dengan pintu yang terbuka.

"Untuk apa?" tanya Pak Albert heran.

"Kalau kami ada mobil sendiri, kami bisa pergi tanpa merepotkan bapak," jawabnya dengan tegas.
"Apa kamu bisa mengendarainya?" tanya balik pak Albert dengan ragu, bocah yang entah umur 16 atau 17 tahun ini mana mungkin bisa mengendarai mobil.

"Mobil sport saya juga bisa pakai kok," cibir Mark dengan rasa bangga.

Mark pun mengecek kondisi dan melihat ke arah kanan dan kiri. Dia tidak merasakan satu pun zombie berkeliaran di dekat sini. Tanpa menunggu lama, Mark berlari menuju mobil hitam yang pintunya sedikit terbuka di seberangnya.

Mark mengecek dari luar jendela apakah ada zombie atau tidak di dalam mobil, tapi ia yakin bahwa tidak ada zombie di sekitarnya.

Mark pun memasuki mobil tersebut dan menyalakan mobil itu. Karina dan Nana pun menyusul ke dalam mobil.

"Terima kasih pak. Untuk kabar lebih lanjut akan saya hubungi bapak," Nana pun pergi meninggalkan pak Albert dan menutup pintu mobil.

"Ayo berangkat." kata Mark sambil menjalankan mobilnya.

"Apa yang akan kamu lakukan Mark?" tanya Karina yang terduduk di bangku belakang.

"Aku akan menuju ke rumahku terlebih dahulu dan mengambil segala pakaian dan yang lain yang menurutku penting," jawab Mark sambil mengemudikan mobil.

"Apa kita akan kembali ke sekolah?" Tanya Nana.

"Tidak. Kita harus mencari tempat aman. Kota ini mungkin sudah tidak aman lagi," jelas Mark yang tetap fokus menyetir mobil temuannya.

Mark mengemudikan mobil dan tiba-tiba raut wajahnya menjadi aneh.

"Ada apa Mark?" Karina menyadari keanehan wajahnya yang terlintas di kaca.

"Aku merasakan sesuatu. Seperti adanya orang di daerah sekitar sini," jelasnya.

"Kalau boleh jujur, setelah melihat gerhana kemarin. Mataku jadi aneh," ucap Nana berterus terang kepada dua sahabatnya.

"Hmm aku kira hanya aku saja yang mengalami keanehan," sela Karina lega.

"Apa yang kamu rasakan?" Tanya Nana kaget mendengar jawaban Karina.

"Aku bisa mengendalikan angin dan api," jawab Karina menatap bangku di depannya. 

Ternyata bukan hanya Nana yang merasakan keanehan, tapi Karina juga tetapi kenapa Karina bisa mengendalikan api dan angin? bukankah itu aneh?

"Kita harus cepat menuju ke rumahku. Aku tidak tau maksud ini semua," Nana memijat pelipisnya yang terasa pusing.

"Kita akan segera mengetahuinya," ucap Mark menenangkan sahabatnya itu.

"Kita akan segera mengetahui semua kebenaran yang terpendam di rumahmu itu. Aku sudah merasa aneh semenjak hal ini terjadi," imbuh Mark yang juga optimis ingin mengetahui tentang apa yang sedang terjadi

I'M CHOSENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang