Chapter 17: Perselisihan

463 97 12
                                    

Nana terduduk di atap rumahnya. Makan malam hari ini benar-benar nikmat dan mengenyangkan. Entah mengapa hal seperti ini masih asing di benaknya. Ya, makan malam bersama teman-temannya sambil bercanda tawa di situasi yang rumit dan membingungkan ini.

Dia menatap bulan purnama yang dihias indahnya gemerlap bintang yang bertaburan.

Di tengah lamunannya itu, ada seseorang yang datang.

"Belum tidur?" tanya seorang cowok di belakangnya.

"Hah," Nana kaget dan menoleh ke belakang. Ternyata dia melihat Christof berdiri di belakangnya, "oh Christof, ya belum tidur, buktinya aku di sini," imbuhnya sambil tersenyum tipis.

"Boleh aku duduk di sana?" tanya Christof sambil menunjuk tempat di sebelah Nana.

"Silahkan," Balas Nana bergeser ke kiri sedikit.

Christof mengambil sela untuk duduk di sebelah Nana.

Mereka pun duduk bersebelahan dengan suasana yang sunyi. Mereka berdua menatap ke atas, ke langit. Entah apa yang mereka berdua bayangkan di sana hingga 10 menit pun berlalu.

"Boleh aku bertanya?" Nana mencoba memecah keheningan.

"Hm?" balas Christof. Dia masih menatap langit.

"Apa kamu tau maksud dari ini semua?" tanya Nana.

"Maksudmu?" Christof merasa kata-kata Nana tidak jelas.

"Maksudku, semua yang terjadi pada hari-hari dulu begitu menyenangkan dalam pedih, namun sekarang itu berganti menjadi sesuatu hal yang membingungkan namun bebas. Apa kamu paham?" jelas Nana sambil mencoba mengatur kata-katanya agar mudah dipahami oleh Christof.

"Aku tidak yakin dengan maksudmu, tetapi kayaknya aku tau apa yang kamu maksud. Tapi semua itu sudah takdir kita sendiri. Meskipun kita sudah tau cuplikan takdir kita dikedepannya, belum tentu kita mengetahui semuanya. Itu hanyalah gambaran dari ilusi pikiranmu," jawab Christof sembari bangkit dan meninggalkan Nana yang masih duduk.

Nana pun terdiam karena kata-kata Christof juga membelit pikirannya. Dia baru pertama kali mendengar kata itu dari mulutnya kali ini. Kosakata yang rumit dipahami oleh orang seumurnya.

"Ahh mungkin hanya kata puitis biasanya. Dia kan lumayan jago dalam bahasa Indonesia. Hm tidak, lebih tepatnya semua pelajaran," gumamnya

Nana kembali menatap ke langit, hingga jam menunjukkan pukul 12 malam. Ia menatap ke bulan. Dan di saat itulah mata Nana berubah menjadi pelangi dan berkilauan.

"Aku tidak sabar akan hari pertemuan kita, Nana."

Suara itu tiba tiba menggema di pikirannya. Dan dia merasa bulan itu sedang berbicara padanya.

"Jangan khawatir. Aku punya jawaban atas semua pertanyaanmu selama ini. Dan aku punya solusi atas kejadian ini. Semuanya akan kuceritakan di saat kita bertemu."

Nana tersentak kaget lalu mengucek matanya, sudah tidak ada cahaya lagi dimatanya.

"Lebih baik aku tidur aja," Nana pun bangkit dan jalan menuju kamar tidurnya.


***


"Ayooo lari lari.. lari lari... Lari lari...
1 2 3 4
Yo lari... yo lari"

Nana terbangun setelah mendengar suara para cowok berteriak dengan gagahnya. Dia bergegas mengambil handuk dan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya.

Tujuh menit berlalu, Nana sudah keluar dengan mengenakan kaos oblong warna kuning serta celana pendek rumahan.

Dia keluar dari kamar dan melihat keluar. Teman-teman cowoknya dan beberapa cewek ada yang berlari di luar. Tampaknya mereka semua berolahraga.

"Hm... lebih baik aku siapkan makanan hari ini."

Nana mengambil sosis, wortel, makaroni, bumbu kaldu ayam dan sebagainya. Ia memotong wortel dan sosis dengan tipis.

"Eh Nana, mau aku bantu?" Vellany tiba-tiba datang di sebelah Nana.

"Ah buat kaget aja. Boleh, bantu rebus buat kuahnya ya. Aku potong ini dulu. Pakai panci yang besar itu," ujar Nana sambil menunjuk ke arah panci besar yang terletak di bawah kompor.

"Ok deh."

"Kami ikutan dong," sahut Kevin dan Bella.

"Ayuk sini join," tawar Vellany dengan ramah

"Kuy"

Mereka pun memasak bersama sampai terdengar suara televisi dari rumah sebelah.

"Tempat perlindungan sudah dibuat di banyak hotel. Bagi orang yang memerlukan bantuan, Anda bisa menelepon beberapa nomor telepon di bawah ini, atau bisa melewati sosial media. Kami menunggu kehadiran Anda di sini. Selamatkan jiwa Anda. Di sini tersedia berbagai macam makanan dan kebutuhan. Anda bisa mengecek lokasi terdekat kami setelah pesan ini. Bagi kalian yang ingin beraliansi. Kami menerima itu dengan senang hati. Mari kita selamat bersama."

"Heyy tolong catatkan nomor dan lokasinya," teriak Nana dari dapur rumahnya.

"Ye," balas seseorang sinis terdengar dari rumah sebelah.

"Terima kasih," kata Nana

"Siapa sih itu, sinis amat kalau ngomong. Ngga bisa biasa," cetus Bella dengan wajah sinis.

"Haters mungkin," balas Kevin.

"Keren, ya. Kalau di film-film biasanya ngga ada yang menawarkan keselamatan lewat TV, tapi kita bisa dapat lokasi tempat penyediaan keamanan yang lengkap sama kebutuhan penghuninya. Keren banget," tutur Bella dengan antusias

"Ngomong apa sih??" tanya Kevin heran dengan ucapan Bella yang dianggapnya tidak jelas.



****



Semua pun menikmati sarapan dengan lahap. Para cowok yang kelelahan karena berolahraga tadi melahap mengambil makanan dengan porsi banyak, bagaikan orang yang belum makan tiga hari.

Tak terkecuali geng Vivi, Anne, Sarah, dan Fella. Di tengah momen makan, Anne berjalan mendekati Nana dan memberikan secarik kertas.

"Itu ya nomor dan lokasinya, udah dicatat," kata Anne sembari pergi menjauh dengan muka acuh tak acuh.

"Woi biasa aja mukamu, njing. Ngga perlu gitu," protes Mark dengan sewot.

Semua mata pun tertuju pada Mark.

"Eh bisa diem ngga? Aku ngga cari masalah ya!" bentak Anne membuat suasana semakin berantakan

.....

I'M CHOSENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang