Chapter 36: Meledak

159 11 1
                                    

Nana tersadar dari pingsannya, kepalanya terasa sangat pusing. Dia tidak tahu telah berapa lama dirinya pingsan.

Dia terbaring di atas kasur megah di kamar yang dihuninya sejak dirinya datang kemari pertama kali. Hari ini sangatlah gelap, ia memutuskan untuk keluar dari kamar dan mengikuti obor yang terpasang di sisi tembok. Dia terus berjalan sampai menemukan satu titik terang di sela pintu yang terbuka.

"Apa yang harus aku lakukan, apa, apa??!" teriak Giordano dari balik pintu itu. Nana terus berjalan lalu mengintip dibalik celah pintu itu.

"Sialan!" Giordano melempar vas bunga di sampingnya, dan vas itu terlempar ke arah pintu.

Pyarrrrr..

"Ahh," Nana pun kaget sambil mundur perlahan.

"Siapa itu?!" Giordano pun menatap tajam pintu itu dengan waspada.

"Aku," Nana melangkah masuk dengan pelan dan ragu.

"Apa yang kamu lakukan di malam hari ini? Bukankah kamu harus beristirahat," Giordano langsung membuang raut wajah masamnya itu.

"Kenapa kamu belum tidur?" Nana memberanikan diri untuk melangkah mendekati sofa besar milik Giordano.

"Bukan urusanmu," balasnya cuek.

"Hm, aku hanya penasaran saja sih, apa yang membuatmu begitu emosi hingga teriak bahkan memecahkan vas. Hmmm begitu emosional," Nana pun duduk di sofa dan melirik wajah Giordano.

Giordano hanya diam dan tak mampu berbicara kepada Nana bahwa masalah yang ia miliki ada sangkut pautnya dengan Nana. Ia tak berani, namun dirinya tak mampu menolak kehadiran Nana yang membuatnya merasa, tidak lagi sendiri.

Giordano langsung memeluk Nana dengan erat

 "Eehh??" Nana kaget saat Giordano memeluknya.

"Aku minta maaf," ujar Giordano sambil memeluk Nana dengan erat.

"Untuk apa?" Nana pun heran, tadi dia cuek dan sekarang minta maaf.

"Untuk kesalahanku di masa lalu dan dimasa depan."

Tunggu dulu, Nana tidak paham dengan pernyataan maaf darinya.

"Kamu pernah bilang bahwa kamu tidak ingin bertemu dengan pria kasar sepertiku, aku tidak pernah bisa mengendalikan emosiku. Aku minta maaf," ucapnya sekali lagi.

Nana ingin bertanya mengenai kesalahan di masa depan, tapi entah kenapa mulutnya tidak ingin terbuka.

"Maukah kamu menemaniku tidur di sini sebentar saja? Aku kesepian," pinta Giordano dengan halus. Nana tidak menyangka bahwa Giordano adalah orang yang seperti ini. Ia tampak seperti memiliki kepribadian yang berbeda.

"Hm," Nana melepas pelukan Giordano dan mengizinkannya untuk tidur di pangkuannya.

"Aku masih ingin melihatmu lebih kuat dari Luna yang aku kenal dulu," Giordano memejamkan matanya dan membiarkan mimpi merasukinya.

"Aku bukanlah Luna, Giordano. Aku adalah Nana," Nana mengelus rambut Giordano dengan lembut.

"Dirimu tidak pernah berubah, Luna."

Nana hanya terdiam, ia tidak ingin berkata apa pun, semua ini tampak begitu suram. Ia tak memahami setiap kata yang ia ucapkan. Ini tampak begitu asing. Dia merindukan sesuatu yang tidak terasa nyata. Dia mungkin sudah menjadi gila.


••••


"Bagaimana kita bisa pergi ke galaksi milikmu?" tanya Karina pada Levant yang duduk di hadapannya.

"Aku belum tahu galaksi yang ditempati oleh keturunan Earl, semuanya sudah terpecah belah. Aku bahkan tidak yakin," Levant tampak bingung saat Karina melontarkan pertanyaan itu.

"Mungkin aku tahu, tapi aku juga tidaklah yakin. Ini hanya berdasarkan feeling," tutur Jason dengan ragu.

"Tunggu dulu, bagaimana kalian bisa tahu lokasi Nana saat kalian kesini?" Mark pun menanyakan hal yang dia ingin tahu sejak kedatangan mereka.

"Aku yang mengantarkan Nana ke sini, jadi aku tau," jawab Levant.

"Jason?"

"Aku memiliki kekuatan dengan mengetahui aura seseorang tersebut, semakin unik aura orang tersebut, aku dapat mengetahui lokasinya walaupun samar. Aku tahu Nana karena aku sudah merasakan auranya sejak aku bertemu dengannya di masa lalu, dan aku sempat kehilangan auranya pada saat itu, entah karena apa. Dan aku merasakan auranya lagi saat, entahlah aku lupa," jelasnya dengan rinci.

"Dan kenapa kita ngga menggunakan kekuatanmu saja? Untuk mencarinya..." balas Mark dengan tegas.

"Aku bisa bilang aku tidak yakin bisa menemukannya atau tidak. Entahlah," Jason mulai ragu dengan pilihan Mark dan kemampuan dirinya sendiri.

"Kita percaya padamu. Kamu ingin ini semua jelas kan?" Karina menatap Jason dalam. Ia begitu jelas menaruh harapan pada Jason.

"Tetapi, kita naik apa? Kendaraanku sudah aku tinggal, dan lagi kita orang banyak," Jason pun bertanya balik pada Karina.

"Bulan," Levant pun menunjuk ke arah langit, ke arah bulan kebanggaannya.

"Hmm."


••••


Di sisi lain dari bumi dan langit mana pun, pria dengan jubah hitam melayang di antara 2 bintang raksasa di galaksi yang jauh dari galaksi Nissan dan Bima Sakti. Salah satu bintang itu terlihat seperti matahari, namun berkilatan petir dan ukurannya 20 kali lebih besar. Dan satu bintang itu tidaklah seperti matahari, tetapi hanyalah planet yang bercahaya sangat terang. Ukuran mereka sangatlah besar.

"Setelah sekian lama aku menantikan ini, akhirnya aku mendapatkan sedikit gambaran mengenai sumber kekuatan dewa ini. Dua dari tujuh bintang dewa yang tidak akan pernah mati kekuatannya. Jika aku hancurkan ini, aku akan membuat seluruh kekuatan menjadi binasa, dan aku bisa melawan mereka dan dewa sekalipun dengan penemuanku yang tidak akan pernah sirna. Aurel itu, tidak akan bisa melawanku karena aku telah menguasai semesta dengan menghancurkan ini. Dewa sekalipun tidak akan bisa menghancurkanku. Akulah terang dan kuat milik semesta. Terkutuklah kalian dewa HAHAHAHA," pria berjubah itu mundur dan mengarahkan kedua tangannya satu per satu di hadapan dua bintang besar yang bercahaya itu.

Dia mengendalikan bintang besar itu dengan membuat petir dari salah satu bintang itu dan meledakkan bintang yang lainnya.

Pria berjubah itu pun pergi menjauh dan kaburlah dia, "kamu pikir aku tidak bisa mendapatkan informasi dari murid kesayangan dewa itu? Aku tidaklah bodoh. Kini murid kesayanganmu sudah tiada, kamu tidak memiliki siapa pun. HAHA,"

"Tidak ada yang bisa mengalahkanku. HAHAHAHAHAHA."

I'M CHOSENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang