Chapter 9 : Berkumpul

795 182 28
                                    


Nana sadar dari pingsannya dan melihat sekitar. Dia sadar kalau dia sedang berada di kamarnya.

Dia tidak lagi merasakan situasi yang sama di dalam kamarnya sendiri.

Tiba tiba Chocho, anjingnya datang dan menjilati betisnya.

"Chocho??" Nana heran saat melihat Chocho naik ke atas ranjangnya.

Dia teringat kalau tadi pagi nenek menyuruhnya untuk pergi mengurung anjingnya di loteng atas.

Nana bangkit dari tempat tidurnya dan menuju keluar dari kamar.

"Ah akhirnya kamu sudah bangun," Mark bangkit dari sofa yang terletak di depan kamarnya.

"Aku sudah pingsan berapa lama?" tanya Nana sambil memegang kepalanya yang sedikit terasa sakit.

"45 menitan sih," jawab Mark sambil melihat jam tangannya.

"Karina mana?" tanya Nana lagi.

"Dia sedang memasak makanan untuk kita" jawab Mark.

"Pantas saja ada bau makanan," ucap Nana seperti orang linglung. Bau masakan Karina menembus sampai depan, di ruang tamu.

Nana jadi teringat jika tadi pagi nenek membeli banyak bahan makanan di pasar, apakah dia tau bahwa ini akan terjadi? Ah kepalanya cukup pusing untuk memikirkan konspirasi bumi ini.

"Nana, kalo seandainya rumahmu ini digabung dengan rumah tetanggamu apa kamu keberatan?"tanya Mark sambil menatap televisi didepannya.

"Untuk apa?"tanya Nana heran

"Teman-teman kita tidak mungkin tinggal sendirian. Kalaupun mungkin, yang lainnya bagaimana. Lagi pula kita tidak tau siapa saja yang memiliki kekuatan aneh seperti kita," balas sahabatnya itu sambil menonton acara berita yang ditemukannya di saluran televisi.

"Lapor dari istana negara, semenjak terjadinya gerhana matahari dadakan kemarin, beberapa manusia di sini menjadi mayat berjalan dan saling menggigit satu sama lain. Dari hasil laporan berbagai kota, pihak militer sudah berusaha sekuat mungkin untuk membakar, menembak atau menghancurkan mayat hidup yang diduga zombie tersebut. Para peneliti juga berusaha untuk menyelidiki hal-hal ini Bagi yang selamat dimohon untuk bertahan sekuat mungkin, dan diusahakan membawa senjata. Kami selaku Divisi Keamanan Negara akan berusaha sebaik mungkin untuk mengevakuasi warga dan membentuk posko perlindungan bagi seluruh warga."

"Kita harus menghubungi pihak sekolah dan menjemput beberapa siswa," usul Mark yang sedang konsentrasi menonton berita.

"Tapi mereka semua apa ada yang mau? Kita di sini juga tidak tau apa makanan dan minuman akan cukup," ujar Nana. 

"Mereka harus mau. Berita Malang di radio tadi menyebutkan, daerah aman di Malang adalah daerah sekitar rumahmu serta daerah perumahan di area Barat, dan zombie tampaknya berkumpul di gedung pemerintahan dan tempat militer. Dan yang tinggal di area ini hanya 4/5 anak saja," jelas Mark dengan serius. Tampaknya Mark sudah menyelidiki sedikit-sedikit kemungkinan untuk menyelamatkan diri dan bertahan hidup.

"Ok kalo gitu, kapan kita menjemput mereka," tanya Nana sambil duduk di sofa sebelah Mark.

"Sekarang juga, aku akan menyusul mereka," kata Mark sambil berdiri dan berjalan keluar membawa kunci mobil.

"Apa kamu yakin?" tanya Nana meyakinkan Mark, situasi terlihat sedang tidak baik-baik saja, dirinya tidak ingin kehilangan sahabatnya begitu saja.

"Tentu saja kita juga harus bisa mengevakuasi teman kita," Mark menjawab lalu pergi.

Nana hanya bisa melihat sahabatnya yang bertubuh tinggi, berkulit putih dengan rambut berponinya pergi. 

"Jangan lupa bawa ponsel ya, bodoh," teriak Karina dari dapur.

"Bacot," Mark pun beranjak pergi.

Beberapa menit setelah Mark pergi dari rumahnya, ada telepon berbunyi.

"Pak Albert? Untuk apa?" tanya Nana dalam hati ketika melihat Pak Albert meneleponnya.

"Halo, Nana," sapa Pak Albert.

"Iya, pak. Ada apa?" balas Nana bingung.

"Bapak membawa beberapa murid tapi tidak tau harus dibawa ke mana. Zombie-zombie itu tadi mengarah ke sekolah. Kami mengangkutnya naik bis karena yang dari kelas 12 sudah membentuk kru pertahanan sendiri dan yang kelas 10 juga sudah menuju ke apartemen yang agak jauh dari sekolah. Sisanya kelas 11 yang tidak tau harus ke mana. Tetapi beberapa sudah ada yang pulang, ada ikut kelas 12 dan kelas 10."

"Mark sedang dalam perjalanan menuju ke sekolah. Dia akan membawa kalian menuju ke sini."

"Apa ngga apa-apa?? Kalian bertiga sudah dapat tempat aman?"

"Hm, daerah perumahan saya aman, pak. Lebih baik sekarang bapak temui saja Mark, biar nanti gimananya urusan belakang."

"Ok kalo begitu, terima kasih banyak ya, Na!"

Nana pun mematikan teleponnya dan berharap mereka semua selamat dan yang ada di bayangannya saat ini hanyalah kosong. Dia mencoba mencari akal untuk bertahan hidup di area sini.


Sudah hampir 30 menit setelah Mark pergi tapi dia tidak kunjung datang.

"Lama banget sih, nih bocah," protes Karina yang menunggu bersama Nana.

"Masih perjalanan kali," balas Nana yang juga menunggu kedatangannya.

Tin..

Bunyi klakson mobil Mark berdengung di telinga, baru saja ia membatin soal kedatangan Mark, akhirnya tiba juga dirinya.

"Akhirnya mereka datang," Nana pun membuka pintu dan pagar rumahnya, disusul oleh Karina.

Di belakang mobil Mark terparkir bis sekolah yang ukurannya tidak terlalu besar. Setelah Pak Albert keluar dari bis, keluarlah beberapa siswa menyusul Pak Albert. Di sana terlihat ada Fella, Anne, Vivi, Sarah, Christof, Daniel, Belle, Deftara, Johnson, Pixel, dan 15 orang lainnya

Tatapan Nana langsung tertuju pada Fella yang bertingkah seakan-akan dirinya mau mati, dia tengah mencari perhatian dari teman-teman sekelasnya. Begitu pula dengan Belle yang turun dari bis harus ditolong oleh Christof dan Kevin. Semua anggota kelas tampaknya begitu mengkhawatirkan Belle, si putri yang selalu dikelilingi oleh teman-temannya.

"Nana," panggil Pak Albert.

"Ya, pak?" Nana menghampiri Pak Albert yang sedang berdiri di depan bis.

"Apa mereka muat ditampung di rumahmu?" tanya Pak Albert sambil melihat rumah Nana yang terlihat sederhana dibandingkan dua rumah di sampingnya.

"Dua rumah yang di antara rumahku akan aku gabungin, dan nanti jadinya tiga. Aku harap itu cukup, karena rumah tetanggaku ini besar sekali," kata Nana sambil menunjukkan rumah tetangganya.

"Terkesan mencuri rumah, sih," sela Karina sambil menutup mulutnya karena ia ingin tertawa.

"Dimana?" tanya Pak Albert.

"Dinding pembatas rumah ini akan dihancurkan, tapi di bagian dalam, agar lebih aman," cetus Nana. 

"Ayo masuk," ajak Nana.

"Ok cowok-cowok di sini akan mengatasi hal itu," Pak Albert pun masuk karena ajakan Nana. Begitu pun dengan yang lainnya.

I'M CHOSENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang