Nana Wu, si gadis yang dibesarkan tanpa kehadiran kedua orang tuanya. Dia selalu dikucilkan di kelasnya semenjak dirinya berpisah kelas dengan sahabatnya, namun dia masih memiliki neneknya serta dua orang sahabatnya, Mark dan Karina.
Tetapi suatu f...
Nana keluar mengenakan gaun putih yang ada di lemari pakaian dalam ruangannya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Nana," Giordano membuka pintu dan melihat Nana memakai pakaian seperti itu.
Muka dinginnya berubah menjadi sedikit berubah.
"Hm?" Nana mengamati raut wajah Giordano yang berubah.
"Di mana kamu menemukan baju ini?" tanya Giordano memandangi Nana dengan begitu takjub.
"Uhh, di lemari. Apa ada yang salah?" tanya Nana.
"Aku hanya teringat sesuatu," Giordano pun membuang wajahnya dan seketika raut mukanya menjadi dingin kembali.
Dia pasti menyimpan sesuatu memori dengan baju ini, pikirnya.
"Ayo ikut aku," Giordano mengajak Nana keluar dan menuju ke suatu tempat.
Arena, tempat itu adalah area yang besar, luas serta terlihat tua dengan tembok batu yang sedikit berlumut.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Mengapa kamu mengajakku kemari?" Nana heran ketika melihat arena yang begitu megah.
"Kamu harus belajar melatih kekuatanmu," mereka pun berada di tengah arena.
Tanpa sebab, Giordano melemparkan serpihan arang ke arah Nana dari tangannya. Dan tanpa Nana sadari, ia mengarahkan tangannya dan menghembuskan arang itu dengan angin.
"Itukah mata dewa," Giordano kagum dengan kemampuan spontan Nana serta matanya yang menyala bagai neon.
"Entah aku hanya refleks," ujar Nana dengan santai.
"Kuda-kudamu jelek. Simon! Hendry!"
Datanglah dua pria setinggi dua meter yang gagah mendekati Giordano.
"Iya tuan," mereka berdua menanggapi Giordano.
"Nana, lawan mereka berdua, dengan apa yang kamu bisa. Mereka tidak memiliki belas kasihan, mereka bisa membunuhmu saat ini juga. Lakukan!" Giordano pergi menjauh dan menonton Nana.
Ini begitu tidak adil, dua pria gagah setinggi dua meter melawan seorang gadis polos tidak berdosa setinggi seratus tujuh puluh cm.
Mata Nana semakin bercahaya, dan dua pria itu mulai menyerang.