1.2

4.2K 756 35
                                    

Langkah-langkah kaki kecil itu membawa Hyungseob keluar dari ruang kerjanya, terbebas dari kepenatan. Waktu menunjukkan pukul 11.47, saat di mana ia akan menyantap makan siangnya. Hari ini terasa sangat berat. Seonho, anak ayam satu itu bahkan tidak dapat menemaninya sekedar memakan beberapa daging asap yang menjadi menu spesial hari ini.








"Hyungseob-ssi!"

Panggilan lembut tertuju padanya. Lari kecil seorang yang tak lama waktu yang lalu bersamanya terlihat selepas Hyungseob membalikkan badan.

"Jihoon-ssi?"

Jihoon tersenyum.

"Kau ingin makan siang?"

"Um, ya, begitulah," jawabku lamat.

"Ingin pergi bersama, Hyungseob-ssi?"











Suara sumpit yang beradu dengan piring alumunium terdengar mendominasi. Hyungseob menikmatinya sebagai sebuah irama yang indah, ya, dibanding keheningan di antaranya dengan Jihoon.





"Kya~! Hyungseob-ssi!"

Hyungseob terkejut, mengalihkan pandangan dari santapannya, menatap khawatir pada Jihoon di depannya.

"Ada apa, Jihoon-ssi?"

"Lihat!" Jihoon menunjuk seseorang dengan jas rapinya yang sedang memasuki area kantin bersama dua orang lainnya.




Woojin.







"CE- CEO Park?" Hyungseob menerka apa yang membuat Jihoon berteriak sebelumnya.

"Ya, bukankah dia sangat tampan?"

"Ya, sepertinya aku sudah menyadarinya sejak dulu."

"Dia berkarisma," Hyungseob merespon pelan, "memangnya kenapa?"

"Kau ingin aku beri tahu sebuah rahasia?"

"Bolehkah?"

"Hm, berjanjilah untuk tidak mengatakannya pada siapapun," Jihoon mengacungkan jari kelingkingnya, "dan mari berteman."





{···}




Lelah. Hyungseob begitu lelah. Entah kenapa seluruh semangatnya begitu terkuras hari ini. Woojin yang biasanya menyempatkan diri mengirimkan pesan singkat pun terlalu sibuk untuk hal kecil namun berharga semacam itu.


Tubuhnya mendarat di salah satu bangku busway, setelah berjalan kaki beberapa ratus meter dari kantor. Tas ia rogoh, mencari ponselnya, hendak mengabari Woojin. Senyumnya tersungging ketika orang yang sedang ada di pikirannya tiba-tiba mengirim panggilan terlebih dulu.

"Ya, Woojin-ah? Kau sudah pulang?"

"Hm, belum, baru saja aku keluar dari ruang meeting. Huah, bahkan ini sudah masuk waktu makan malam."

"Jangan lupakan makan malam atau aku akan mendiamkanmu."

"Tidak, sayang, aku akan makan setelah ini. Kau sudah dalam perjalanan pulang?"

"Ya~ aku sedang di dalam busway."

"Aku begituuuu merindukanmu. Jika aku di sana, akan habis kau kucium."

"Baru kemarin aku mengunjungimu dan membuatkan secangkir cappucino kesukaanmu, bukan?"

"Huh, rasa rinduku bahkan semakin besar saja."

Hyungseob tersenyum tipis, menutup debaran keras di jantungnya.

"Oh, segeralah makan malam~"

"Iya iya, aku sedang berada dalam perjalanan ke cafe dekat kantor."

"Dengan Eunki?"

"Dengan Jihoon."

Hati Hyungseob mencelos mendengar nama itu kembali. Entah kenapa semua perasaan bercampur aduk dan menjadi aneh.

"Baiklah, nikmati makan malammu. Aku akan mematikan teleponnya."

"Baiklah, night, Baby."








Pip

Adakah yang salah dengan perasaan Hyungseob saat ini?




{···}






"Ya, aku berjanji," Hyungseob menautkan kelingkingnya pada kelingking Jihoon.

"Baiklah," Jihoon tersenyum lebar dan melepaskan tautan, "aku dan Woojin-ssi sudah berteman lama."

"Wah! Apakah suatu kebetulan?" Hyungseob bermain lakon, seakan ia tidak tahu apapun.

"Entahlah, mungkin memang kami ditakdirkan untuk bersama?"

Deg


"...kau tahu? Aku sangaaaat mencintai Woojinie, sampai saat ini."

Hyungseob berusaha mencerna perkataan Jihoon sebelum menjawab dengan suara bergetar.

"Woo- Woojinie?"

Boss? +jinseobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang