1.17

3.2K 682 141
                                    

"Duduklah, Guanlin-ssi."


Guanlin segera duduk setelah seorang lelaki yang ia yakini adalah Jihoon seperti disebutkan Seonho. Posisinya memenuhi kursi yang kosong, di hadapan Seonho dan di samping Jihoon. Matanya mengamati makanan yang tersaji di meja.


"Kalian bertiga makan sebanyak ini?"


"Enak saja, itu--"


"Itu, aku membelikan satu porsi untukmu," Jihoon menyela Hyungseob ketika hendak menjawab. Senyumnya tak pernah lepas.


"Ah, kau pasti Jihoon-ssi?"


"Ya, Guanlin-ssi," Jihoon menjabat tangan Guanlin semangat, "jangan sungkan, makanlah."


Guanlin menanggapi dengan senyum, tetapi tidak segera menyantap makanannya. Ia justru menatap lekat Seonho di depannya yang tidak berhenti mengunyah.


"Seonho-ssi, kau--"


"Guanlin-ssi, cobalah, ini enak sekali!" Jihoon sekali lagi memotong pembicaraan dan segera memberikan satu suapan penuh pada lelaki tinggi itu, "bagaimana? Enak?"


Guanlin menanggapi dengan anggukan, mulutnya penuh. Seonho yang sempat dipanggil, saling tatap dengan Hyungseob.


"Ini memang enak, Hyung! Aku suka~" Seonho seakan mewakili Guanlin untuk menjawab. Namun, mendengarnya, Jihoon justru memandang tidak suka. Sangat berbeda dengan sikap awalnya tadi terhadap Seonho.


"Aku bertanya pada Guanlin-ssi, Seonho-ya."


Seonho hanya tersenyum, hatinya sedikit sakit memang, tapi Jihoon benar. Tangan Hyungseob menggenggam tangannya di bawah meja, semakin erat tatkala Jihoon mulai mengabaikannya dan kembali menyuapi Guanlin.


Guanlin mulai risih, niatnya datang hanya untuk bertemu Seonho, namun, Jihoon yang asing baginya justru sibuk dengannya.



"Sudah, Jihoon-ssi," Guanlin berucap cepat ketika Jihoon hampir memberinya sesuap lagi, "makanlah makananmu sendiri, jangan pedulikan aku. Itu terasa sangat risih ketika kita belum pernah bertemu. Dan Seonho-ssi..."



Seonho mengangkat kepalanya yang menunduk awalnya, menatap dan mendengar kembali perkataan Guanlin, "ayo, pergi."



Selepasnya, Guanlin segera menarik Seonho keluar restoran, meninggalkan Jihoon yang tersulut emosi bersama Hyungseob yang mulai khawatir. Hyungseob tahu betul, Jihoon pasti akan menyalurkan kekesalannya pada sahabatnya, Seonho.



"Seonho-ya.. sialan," Jihoon berucap pelan, tanpa mengalihkan pandangan dari pintu yang belum lama tertutup. Hal itu yang meyakinkan Hyungseob bahwa Seonho akan berada dalam masalah besar.



"Jihoon-ah, bersabar--"



"Bagaimana aku bisa sabar, Hyungseob-ah?" Jihoon menjawab dengan raut wajah yang emosi, "aku akan memberikan perhitungan padanya."



"Tolong, jangan Jihoon-ah.."



"Meski aku senang berteman dengannya, tapi aku tidak senang direndahkan seperti ini!"



Hyungseob segera mencari cara supaya Jihoon tidak menyakiti Seonho. Ia sudah mengerti tentang hal-hal gila Jihoon sejak kejadian Woojin, jadi, ia tidak akan menginginkan itu terjadi kembali pada Seonho. Jika disuruh memilih, ia pun menyerahkan diri untuk dibenci Jihoon selama apapun, dibanding harus membiarkan Seonho sebagai objek kekesalan Jihoon.



"Aku akan memberi tahu sesuatu, tunggulah," Hyungseob segera mengambil ponsel dan mengetik pesan di sana.








{···}








Seonho masih dibawa Guanlin menjauh dan baru berhenti ketika mereka sampai di pinggir Sungai Han.



"Guanlin-ssi, kenap--"



Cup



Seonho membulatkan matanya. Guanlin baru saja mengecup bibirnya!



"K-kau ke-kenapa?"



"Aku mengagumi sifatmu," Guanlin tersenyum, manis sekali, "aku menyukai setiap hal yang kau lakukan, terlebih semua perhatianmu."



Seonho memerah, wajahnya menunduk. Membuat Guanlin mengangkat dagunya sehingga ia dapat dengan jelas memandang Seonho.



"Karena perlakuan yang kurang enak dariku padamu beberapa waktu lalu, aku menjadi tersadar, kau adalah orang yang tepat untuk kuperjuangkan, kau satu-satunya orang yang membuatku berpaling dari Hyungseob."



Mata Seonho mengerjap beberapa kali, pipinya sudah sangat merah, membuat Guanlin gemas dan menciumnya sayang.



"Aku ingin memilikimu, bolehkah?"



"Se-secepat ini?"



"Jika itu salah, aku menunggumu hingga kau siap."








{···}








Woojin segera membenarkan pakaiannya sebelum masuk ke tempat yang diinformasikan padanya. Ia berangkat cepat sekali setelah Hyungseob memberinya pesan singkat tadi, memikirkan tentang apa yang mungkin saja terjadi pada kekasihnya itu.



Matanya menangkap Hyungseob yang sedang duduk dengan tegang dengan Jihoon di hadapannya, membuat Woojin segera menghampirinya.



"Ada apa, Hyungseob-ssi?"



Jihoon segera memberi pandangan untuk-apa-boss-kemari pada Hyungseob. Namun, Hyungseob hanya membalasnya dengan senyum dan justru ia berdiri, menarik kerah baju Woojin. Bibirnya mencium lembut bibir Woojin ketika wajah mereka sudah dekat. Awalnya Woojin terkejut, terlebih ada Jihoon di sana. Hanya saja, karena Hyungseob melakukannya terlebih dahulu, Woojin pasti tahu ada alasan tersendiri Hyungseob melakukannya dan ia tidak keberatan dengan itu.



"Hyungseob-ah, apa yang kau lakukan?!"



Mendengarnya, Hyungseob segera melepas ciumannya dengan Woojin. Ia memandang Jihoon dengan senyum tenangnya.



"Perkenalkan, Park Woojin, kekasihku."

Boss? +jinseobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang