"...mari kita akhiri hubungan ini."
Woojin mengepalkan tangannya yang mulai bergetar. Ternyata benar ini akhirnya.
"Tapi, aku mencintaimu."
"Aku juga, Woojin-ah," Hyungseob mulai melembut, "namun, ada orang lain yang lebih mencintaimu."
"Aku tidak peduli. Kenapa kau memikirkan orang lain dibanding memikirkan dirimu sendiri?"
"Karena aku tidak ingin melihatnya berbuat nekat hanya untuk memilikimu," lelaki kecil itu menunduk, "aku tidak ingin melihatmu terluka."
"Baik, ayo menikah."
"Hah? Apa?"
Woojin menggenggam tangan Hyungseob, memberikan senyum terbaik kepada lelaki yang memiliki hatinya itu.
"Aku tidak ingin kau memikirkan hal konyol seperti itu lagi. Ingatlah, aku hanya milikmu. Tidak ada orang lain yang bisa memilikiku jika kau masih bersamaku. Kau mungkin menganggap ucapanku hanya sekedar menenangkanmu, maka dari itu, ayo menikah."
Mata Hyungseob berkaca, sedetik ia berkedip, mungkin air matanya akan segera tumpah. Ia memandang lekat pada manik Woojin, tidak ada keraguan di sana. Ia merasakan betapa serius perasaan Woojin padanya.
"Jangan menangis, aku tidak ingin lagi melihat air matamu, sayang."
Hyungseob sesegera mungkin manahan air matanya, "aku tidak menangis."
"Apapun yang terjadi, selama kau belum melepasku dan aku belum melepasmu, percayalah, aku masih sangat mencintaimu."
Hyungseob mengangguk kecil dan tersenyum sebagai balasan. Lupakan perihal permintaan sebelumnya. Kali ini, ia sangat tidak ingin kehilangan Woojin.
{···}
Seonho berjalan menuju halte, pikirannya bercabang, ia berharap Hyungseob baik-baik saja saat ini.
"Guanlin-ssi?"
Ketika kakinya sampai di tempat tujuan, ia melihat lelaki jangkung itu lagi, duduk di kursi halte dengan headset yang terpasang hanya di sebelah telinga.
"Oh, hai," Guanlin membalas sapaannya, kali ini dengan seulas senyum, manis sekali.
"Se-sedang menunggu bus? Hendak kemana?"
Guanlin merengkuh tangan Seonho, membawa tubuh kecil Seonho untuk duduk di sebelahnya.
"Aku menunggumu," Guanlin melihat sekitar, "tapi di mana Hyungseob?"
"Oh, Hyungseob Hyung sedang pergi."
"Dengan Park Woojin?"
"Ya," Seonho terdiam sebentar sebelum mulai meneruskan, "kau sudah tahu tentang mereka, ya?"
Guanlin terlihat menghembuskan nafasnya kasar, membuat Seonho kembali merasakan perasaan aneh pada dirinya. Takut? Mungkin saja.
"Ma-maaf, aku tidak bermaksud menyakitimu."
Mendengar ucapan Seonho, Guanlin menoleh, menatap wajah Seonho yang mulai menunduk.
"Untuk apa meminta maaf?"
"Sejak awal aku tahu jika kau memiliki perasaan pada Hyungseob hyung."
"Da-dari mana kau tahu?!"
"Itu terlalu kentara, Guanlin-ssi. Belajar bersandiwara terlebih dahulu mungkin menjadi pilihan yang tepat."
Guanlin terkekeh. Seonho terlihat mulai nyaman, seakan sedang berbicara bukan dengan orang yang pernah membencinya.
"Ah, ini," Guanlin memberikan sebuah paper bag pada Seonho, "jaketmu."
"Kukira kau benar akan membuangnya," jawab Seonho setelah menerima barangnya.
Sebuah bus berhenti setelahnya, bus yang Seonho tunggu.
"Aku pergi sekarang, Guanlin-ssi."
Seonho melangkah pergi, membuat Guanlin dengan cepat menahan tangannya.
"Mungkin aku akan menemuimu lagi lain waktu."
{···}
"Kau ingin makan malam dulu, Hyungseob-ah?"
Hyungseob melirik jam tangannya, sudah pukul tujuh malam.
"Apa kau ingin makan malam bersama juga?"
"Tentu," Woojin menjawab mantap, "aku sudah lama tidak makan malam berdua denganmu. Toh, besok sudah hari Sabtu, kita libur."
Hyungseob tersenyum, pandangannya beralih pada gandengan tangan Woojin yang semakin erat.
"Menurutmu, bagaimana Jihoon-ssi?"
Woojin menghentikan langkahnya, menghadap Hyungseob di sebelahnya.
"Kenapa kau membicarakan tentangnya lagi?"
"Tidak tahukah dirimu jika aku menanggung beban yang berat?" Hyungseob menatap lurus pada dada bidang Woojin, "aku harus berpura-pura baik saja ketika ia dengan semangatnya membicarakan tentangmu."
Woojin mencubit pipi Hyungseob pelan, "kau cemburu hm?"
"Memang salah aku cemburu kepada kekasihku sendiri?"
Woojin segera memeluk tubuh Hyungseob, mencium puncak kepalanya sayang.
"Aku sangat mencintaimu."
"Aku tidak."
"Hei, tadi kau bilang kau mencintaiku?" Woojin refleks melepas pelukannya.
"Aku tidak akan berhenti mencintaimu!" Hyungseob berkata cepat dan mengecup bibir Woojin sekilas, setelahnya, ia segera berlari, menghindar supaya Woojin tidak dapat melihat wajahnya yang memerah.
"Hyungseob-ah! Tunggu!"
"Kejar aku jika dapat, wle," Hyungseob menjulurkan lidahnya, mengejek, membuat Woojin tersenyum gemas.
Woojin segera berlari mendapat tantangan dari Hyungseob, tak butuh waktu lama, ia sudah mencapai kekasih manisnya itu. Tangannya merengkuh tubuh Hyungseob kembali, memeluknya erat. Woojin mencium pipi kanan Hyungseob dan mulai berbisik.
"Malam ini tidurlah di apartemenku, sayang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Boss? +jinseob
Fanfiction[COMPLETED] Ahn Hyungseob bekerja pada perusahaan yang sama dengan kekasihnya, Park Woojin, dengan segala rahasia yang tersimpan. Masalah banyak bermunculan, apakah mereka dapat melewati semuanya? #101 in Fanfiction [171109] 2017, jidatoppa