1.12

3.4K 668 70
                                    

Hyungseob berangkat tergesa ke kantor pagi ini. Bukan karena terlambat, hanya saja ia ingin segera masuk ke ruangan untuk bekerja dan menghindari Woojin yang bisa saja mengikutinya. Setelah insiden Woojin-memeluk-Hyungseob pagi tadi, ia segera melarikan diri dan berharap dapat menghindari Woojin di manapun. Hyungseob bertekad untuk melupakan calon mantan kekasihnya itu, sebagai langkah awal kebebasannya.

Namun, nasib buruk seperti sudah mengakar pada kehidupan Hyungseob. Setelah berhasil menjauh dari Woojin, kini ia bertemu Jihoon, tepat setelah ia masuk ke pintu depan kantor.

"Selamat pagi, Hyungseob-ssi."

Hah, suara itu. Rasanya ia sangat ingin menutup telinga rapat-rapat.

"Kau sudah melihat semuanya kemarin bukan?" Jihoon melanjutkan, bahkan sebelum Hyungseob membalas sapaannya, "itulah hal gila yang aku bicarakan sebelumnya."

Hyungseob menguatkan hatinya sebelum menjawab, "sepertinya kau harus menghentikannya, Jihoon-ssi, meskipun aku tahu kau sangat mencintainya."

"Kenapa?" Jihoon menatap Hyungseob penuh selidik, "kenapa sepertinya kau sangat tidak suka dengan apa yang kulakukan?"

Hyungseob terdiam, takut jika saja ia salah berkata.

"Hyungseob-ssi, kau dengar?"

Setelah beberapa waktu menimbang, Hyungseob memutuskan.

"Karena Woojin-ssi, dia adalah..." Hyungseob terdiam sebentar, membuat Jihoon menerka.












"...boss."








{···}








Woojin bukan tidak tahu jika Hyungseob menghindarinya. Ia mengenal persis lelaki manis itu, lelaki yang sangat nyaman berada di pelukannya. Melihat Hyungseob yang melepas paksa rengkuhannya pagi tadi, membuatnya sadar bahwa cepat atau lambat Hyungseob akan meninggalkannya, mempertegas kesaktian karma.

Hatinya remuk. Seluruh semangat hidupnya, yang sialnya adalah Hyungseob, seakan musnah. Namun, kehidupan terus berjalan, dengan ada atau tidaknya lelaki itu. Woojin patutnya berangkat bekerja, meski harus berhadapan dengan kemungkinan berpapasan dengan Jihoon dan Hyungseob sekaligus.

"Eunki-ssi, maaf merepotkanmu."

Eunki yang berada di depan kemudi tersenyum kecil, "tidak apa, ini adalah tugasku," ia menyalakan mesin mobil Woojin dan mulai menjalankannya, "ada apa denganmu hari ini?"

"Hanya..." Woojin menghembuskan nafasnya kasar, "...aku lelah."

Eunki mengetahui betul sifat Woojin setelah bekerja padanya sejak awal. Ia tahu Woojin memiliki kekasih, hanya saja tuannya itu tidak pernah membuka identitas. Beberapa kali Eunki menjadi tempat bercerita, tiap kali Woojin membuat kesalahan pada kekasihnya. Terdengar asyik bukan mendengar bossmu bercerita tentang cinta? Ya, dengan itu Eunki tahu, bagaimana sifat asli Woojin dan apa yang harus ia lakukan untuk menghadapinya.

"Jangan berlarut dengan itu. Hari ini kau akan bertemu dengan klien baru."

Woojin tersenyum di kursi belakang, "aku ingat," ia membenarkan letak dasinya, pemberian Hyungseob, "bagaimana Kenta?"

"Ah, Kenta.." Eunki memberi sela, "aku sudah lama tidak menemuinya di apartemen. Hari di mana aku ingin memberinya kejutan justru menjadi hari di mana aku melihatnya tidur dengan lelaki lain."

"Kau pasti kekasih yang sabar."

"Tidak juga," Eunki terkekeh, "aku melebamkan wajah lelaki brengsek itu sebelum pergi dan memutuskan hubunganku dengan Kenta."

Terlintas bayangan Hyungseob di kepala Woojin.







Eunki berdeham sebelum melanjutkan, "bagaimana pun, siapa orang yang mampu bertahan dengan kekasihnya yang telah disentuh dan menyentuh orang lain? Terlebih jika itu dilakukan diam-diam."








{···}








"Seonho-ya.."

Seonho mendongak ketika mendengar suara yang ia ingin dengar memanggilnya.

"Hyung.." ia segera berdiri dan menghampiri sumber suara, "aku sangat merindukan suaramu!"

Hyungseob tersenyum dan memeluk Seonho lembut, "maafkan aku mengacuhkanmu kemarin. Banyak pikiran menggangguku."

Seonho melepas pelukan Hyungseob yang baru beberapa waktu lalu ia balas, "ada apa? Ceritalah, Hyung."








{···}








Guanlin memandangi jaket maroon di genggamannya. Rekaman wajah Seonho yang basah semalam terputar kembali di otaknya. Ia memikirkan kembali tentang perlakuannya pada lelaki kurus itu.

"Apa aku terlalu jahat? Ia tidak tahu apapun, bukan?" monolog Guanlin menggema di seluruh ruang kamarnya yang dingin. Tatapannya tidak beralih.


"Kenapa kau begitu baik pada lelaki brengsek sepertiku?"


Kini, disimpannya jaket itu di dalam dekapannya. Matanya mengarah keluar jendela.


"Ataukah mungkin..." Guanlin mengusap jendela di depannya, "kau adalah satu di antara banyak cara Tuhan untuk membuatku sadar?"

Boss? +jinseobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang