1.11

3.7K 642 69
                                    

Rintik hujan kembali terdengar, semakin lama semakin keras. Woojin masih setia menemani Hyungseob yang tertidur lelap. Setelah Guanlin menyerahkan Hyungseob kepadanya, Woojin segera membawa Hyungseob ke apartment miliknya.

"Bagaimana bisa aku menyakiti lelaki semanis dirimu?"

Woojin mengusap surai legam Hyungseob dengan lembut. Ia memandang tangannya yang terbalut perban.

"Aku tahu kau lebih merasakan sakit," Woojin menampilkan senyum tipisnya, "tidurlah dengan nyenyak dan lupakan semua setelah kau terbangun."









{···}









Guanlin menghentikan motornya di halte ketika hujan mulai deras mengguyur tubuhnya. Baru saja jam menunjukkan pukul 20.07, tetapi suasana sudah mulai sepi karena hujan.

"Aish, kenapa hujan?" Guanlin menggosok kedua telapak tangannya, menghangatkan diri. Pasalnya, ia tidak membawa jaket hari ini.





Puk

Hangat menjalar di punggung Guanlin, sebuah jaket mendarat di sana.

"Kenapa kau?!" Guanlin segera menyingkirkan jaket itu setelah mengetahui pemiliknya.

"Jangan pedulikan aku," orang itu berkata datar, tanpa memandang Guanlin, "pulanglah, kembalikan jika kau berkenan, buang jika kau benar-benar benci."







Seonho melangkahkan kakinya keluar ruangan. Badannya ia renggangkan setelah hampir 12 jam berkutat dengan pekerjaannya. Ia pikir dengan lembur hari ini akan membuat pekerjaannya lebih mudah nantinya. Ya, semoga saja.

Ia teringat pada Hyungseob, ingin bertanya tentang kabarnya, tapi apa itu baik saja? Melihat Hyungseob dengan keadaan seperti tadi siang saja sudah membuatnya tahu jika Hyungseob sedang tidak ingin diganggu.

Langkahnya terus membawanya hingga keluar kantor dan akhirnya terhenti saat ia menyadari hujan turun dengan deras. Seonho takut hujan, sesungguhnya. Namun, apa ketakutan itu penting ketika hari sudah sangat gelap seperti sekarang? Bisa-bisa ia benar tertinggal bus hanya karena menunggu hujan reda.


Kakinya berlari kecil menuju halte, dengan sedikit menyincingkan celana panjangnya. Beberapa meter sebelum ia benar-benar sampai di halte, langkahnya terhenti. Sebuah motor besar berhenti, pemiliknya berteduh. Seperti tidak asing, Seonho memicingkan matanya. Benar, itu Guanlin.

Seonho ragu untuk mendekat, teringat akan bencinya Guanlin kepadanya. Namun, hujan justru semakin deras terasa, tidak ada gunanya ia berdiri di bawah hujan jika di depan sana sudah jelas terlihat sebuah peneduhan.

Tidak sampai dua menit, ia sudah sampai di halte. Jarak dengan Guanlin ia perbesar, berjaga supaya lelaki tinggi itu tidak melihatnya. Namun, hatinya melunak ketika melihat Guanlin menggosok kedua tangannya, terlihat begitu kedinginan.



"Kenapa kau?!"

Seonho tersenyum kecut mendengar respon kasar dari Guanlin. Bahkan meminjamkannya jaket juga tidak boleh?

"Jangan pedulikan aku," ia berkata final, "pulanglah, kembalikan jika kau berkenan, buang jika kau benar-benar benci."





{···}





Guanlin memandang heran pada Seonho yang kini telah berjalan menjauh, masuk ke dalam bus. Ia tidak habis pikir, bisa-bisanya seseorang sesabar dan sepengertian itu pada orang lain yang jelas-jelas membencinya?

Boss? +jinseobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang