Ruangan berukuran sedang terasa sangat dingin, sunyi. Dua insan yang duduk saling berhadapan hanya diam. Satu di antara mereka tidak tahu apa yang harus dikatakan, satu lainnya enggan berbicara. Hingga sebuah dering ponsel terdengar, barulah mereka bergeming.
"Halo?"
"Dongbin-ssi, bisakah tidak sepanik itu?"
Hyungseob yang mendengar Woojin menyebutkan sebuah nama asing baginya kemudian mendongak, menatap lelaki yang entah statusnya kini masih kekasih atau bukan. Tatapannya tidak berlangsung lama, segera terputus setelah pasang mata lainnya menatap balik.
"Aku di Korea," Woojin memenggal kalimatnya, "aku ingin berhenti. Tidak peduli."
"AKU TIDAK PEDULI DENGAN AYAHMU!"
Teriakan Woojin membuat Hyungseob kembali mendongak. Nampak semburat amarah di wajah Woojin. Tangan Woojin mengepal kuat hingga otot-otot lengannya terlihat jelas.
Pip
Woojin memutus panggilan sepihak setelah memberi teriakan pada orang di seberang telepon.
"Kim Dongbin," Woojin bersuara, "dia lelaki yang dijodohkan denganku."
Hyungseob mencengkeram kuat bagian bawah bajunya, menahan tangis yang dapat kapan saja lolos.
"Dia pewaris tunggal perusahaan tempatku dipindah tugaskan. Aku diancam pecat jika membangkang."
"Ya sudah, jalani saja per--"
"Tapi, aku tidak peduli," Woojin dengan tegas menjawab, memotong jawaban Hyungseob, "aku akan berjuang dari nol mencari pekerjaan baru, asal aku dapat hidup bersamamu."
Lolos. Kini benar-benar lolos air mata Hyungseob. Isakannya terdengar sampai ke telinga Woojin, membuat lelaki itu mendekat dan memberi pelukan.
"Aku tidak bermaksud membuatmu menangis, sayang," Woojin mengusap kepala Hyungseob lembut, "kau boleh membenciku atas semua keacuhanku selama setengah tahun ini. Tapi, ketahuilah bahwa perasaanku padamu tidak berubah dan aku masih memenuhi janjiku."
Hyungseob segera mengangkat kepalanya, menatap mata Woojin dengan mata yang merah dan berair. Lengannya melingkar di leher Woojin, wajahnya ia dekatkan, dan bibirnya mencium bibir Woojin manis. Hyungseob tidak tahan, ia rindu Woojin. Segala kerinduan itu ia salurkan melalui ciuman lembut itu, berharap supaya tak tersisa lagi setitik kerinduan di dalam hatinya.
"Kau.." Hyungseob berkata setelah melepas ciuman, "jangan tinggalkan aku lagi. Itu memuakkan."
Woojin mengusap bibir Hyungseob, menyeka saliva yang tertinggal.
"Tidak, sayang. Tidak akan pernah."
"Perlihatkan aku wajah Kim Dongbin!"
"Untuk apa?" Woojin mengernyit, "lagipula aku tidak menyimpannya."
"Aku ingin memastikan jika aku lebih manis darinya. Carilah di internet!"
"Ahn Hyungseob tentu lebih manis," Woojin mencubit hidung Hyungseob yang masih merah, "tapi jika kau tidak percaya, baiklah."
Setelah menelusur beberapa menit di internet, Woojin menunjukkan sebuah foto melalui ponselnya pada Hyungseob, "ini.."
"Dia imut."
"Tidak."
"Ah, apakah aku harus mengambil selca dengan piyama dan memberikan wink seperti itu?" Hyungseob tidak melepas pandangannya dari foto Dongbin.
Woojin segera mengunci ponselnya dan menaruhnya kembali di saku. Tangannya menggenggam tangan Hyungseob erat.
"Apapun pandanganmu tentangnya, tidak ada yang bisa mengubah keputusanku untuk memilihmu."
{···}
"Guanlin Hyung.."
"Iya, Seonho-ya?"
"Woojin-ssi berkata ia akan menemui Hyungseob hyung malam ini."
"Ck, mau apa lagi lelaki itu?"
"Aku merasa bahwa Woojin-ssi sangat mencintai Hyungseob hyung. Jika tidak, kenapa ia meluangkan waktu untuk pulang ke Korea secara mendadak?"
"Mungkin saja dia hanya berpura-pura. Ia hanya merasa bersalah."
"YA! GUANLIN HYUNG!" Seonho menjerit di telepon, "jangan berkata macam-macam atau aku akan mendiamkanmu!"
"Anak ayamku ini marah, hm?"
"Bagaimana aku tidak marah jika kau begitu cueknya."
"Bagaimana jika aku yang pergi seperti Woojin?"
"Entah," Seonho memelankan suaranya, "aku mungkin lebih cengeng daripada Hyungseob hyung."
{···}
Sepasang senyum tersungging seperti tak akan luntur. Hyungseob kini tidur berbantal dada bidang Woojin, dengan usapan-usapan lembut di pipinya.
"Woojin-ah, bagaimana dengan Jepang? Kau akan lari seperti ini saja?"
Woojin memerhatikan Hyungseob yang sedang memainkan jari di dadanya, terlihat sangat imut.
"Tidak."
"Lalu, bagaimana?"
"Besok kita akan berangkat ke Osaka," Woojin mengecup puncak kepala Hyungseob, "kita, berdua."
"U-untuk apa?"
"Aku akan memerkenalkanmu dengan Dongbin, sekaligus menolak perjodohan itu."
"Kenapa kau enteng sekali bicara?" Hyungseob bersungut, "jika terjadi hal seperti di drama bagaimana? Jika kita akan difitnah dan dihina oleh keluarga besar Kim Dongbin itu bagaimana?"
"Jangan terlalu banyak menonton drama," Woojin terkekeh, "tenang saja, aku akan memerjuangkanmu. Apapun yang terjadi."
"Aku menurut saja," Hyungseob menaikkan selimut, menutupi badan mereka berdua, "ayo tidur. Aku rindu pelukanmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Boss? +jinseob
Fanfiction[COMPLETED] Ahn Hyungseob bekerja pada perusahaan yang sama dengan kekasihnya, Park Woojin, dengan segala rahasia yang tersimpan. Masalah banyak bermunculan, apakah mereka dapat melewati semuanya? #101 in Fanfiction [171109] 2017, jidatoppa