1.18

3K 643 73
                                    

Mereka bertiga kini telah duduk di tempatnya masing-masing, saling diam, menghirup aroma manis cupcake yang sengaja di pesan setelah kejadian tidak mengenakkan --bagi Jihoon-- beberapa waktu lalu.




"Hyungseob-ah, jelaskan."




Hyungseob hanya memandang kosong pada jendela di sampingnya. Segala keberanian yang ia tunjukkan sebelumnya seakan menghilang, diganti dengan keraguan luar biasa, terlebih Woojin yang tak bergeming.




Brak




Hyungseob dan Woojin serempak mendongak, menatap Jihoon yang kini telah berdiri dengan amarahnya.




"Maaf, Woojin-ssi," Jihoon menatap Woojin dan sedikit melembutkan tuturnya, kemudian berbalik memandang Hyungseob, "tapi, kau, Hyungseob-ah, bisakah tidak berharap terlalu tinggi? Berani sekali bermain-main dengan boss. Murahan."




"Dia memang kekasihku."



Nada tegas akhirnya terdengar dari mulut Woojin. Dengan wajah yang tak berubah sama sekali ekspresinya, ia menggenggam tangan Hyungseob erat.




"...jangan sekali-kali menyebutnya murahan jika kau tidak ingin aku menyebutkannya kembali untukmu."



Jihoon membelalakkan matanya, benar-benar tidak percaya. Selama ini, ia cerita panjang lebarnya pada Hyungseob berakhir seperti ini.




"Kau berkata padaku untuk tidak merebutnya, Hyungseob-ah," manik Jihoon bertatapan langsung dengan milik Hyungseob, "aku tidak percaya kau mengingkari perkataanmu."



"Aku mengencaninya sejak tiga tahun yang lalu," Woojin segera menjawab ketika tangan di genggamannya semakin dingin, "kau yang datang dan merusak semuanya. Membuat hatinya menjerit, bahkan membuatnya sudi melepaskan air mata yang selama ini ia simpan hanya karena lelaki picik sepertimu."




"Woojin-ssi, kau--"




"Permisi," tanpa lengkap sepatah kata dari Jihoon, Woojin telah berlalu cepat dengan genggaman yang tak berniat dilepas.








{···}








"Seonho-ssi, kau suka es krim?"



Seonho menghentikan aktivitasnya mendengar pertanyaan spontan dari Guanlin setelah saling terdiam, matanya berbinar.



"Suka, sangat suka," ia tersenyum, "terima kasih telah membelikanku sebuah."



Kini, balik Guanlin yang tersenyum. Hatinya seakan dimanja oleh paras manis lelaki di hadapannya, rasanya sangat bahagia.


"Selain itu, kau suka apa?"



Seonho berpikir sejenak dengan tetap menjilat es krimnya, "aku suka ayam, anak ayam."



"Kau suka anak ayam?" Guanlin mengernyit, "tapi, tadi kau makan ayam dengan lahap."



"Yah, itu tambahan," Seonho mengerjap lucu, "jadi, aku suka anak ayam dan suka makan ayam!"



Guanlin mengusak rambut kecoklatan milik Seonho, menyalurkan rasa sayang yang ia baru sadari belum lama ini.



"Kau sendiri, Guanlin-ssi, apa yang kau suka?"






"Aku suka kau."



Seonho memerah kembali. Guanlin, lelaki tinggi yang pernah sangat membencinya ini, benar-benar membuat jantungnya menggila. Wajahnya yang tampan itu sudah mulai menjadi candu bagi Seonho. Ah, jangan lupakan tentang senyumannya! Begitu sederhana tapi manis.







{···}







Kecupan demi kecupan tak henti mendarat pada punggung tangan yang mulai menghangat. Hyungseob hanya dapat tersenyum, memandang Woojin di sampingnya yang terus memberinya kekuatan, ditambah dengan kehangatan, seperti biasanya.



"Woojin-ah."


Woojin berhenti, tersenyum ketika matanya saling tatap dengan Hyungseob, "ya?"



"Terima kasih," Hyungseob tersipu, "terima kasih telah cepat datang padaku ketika aku menghubungimu."




"Bukan masalah. Sudah seharusnya begitu, bukan?" Woojin memeluk Hyungseob erat, "aku bersyukur tidak ada hal lebih buruk yang terjadi padamu."



Tangan kecil Hyungseob mulai melingkar, membalas pelukan Woojin. Rasanya amat nyaman berada di pelukan lelaki ini. Tidak ada kehangatan yang dipaksakan. Tidak ada kenyamanan yang dibuat-buat. Semuanya murni, milik Woojin, milik lelakinya Hyungseob.





"Kau tahu aku mencintaimu, bukan?"



Hyungseob mengangguk kecil di dekapan Woojin, "kau beberapa kali mengatakannya."



"Jangan pergi, Hyungseob-ah," Woojin mengusap kepala Hyungseob sayang, "meski banyak permasalahan yang mungkin akan segera kita hadapi, mari hadapi bersama. Mari menjalani suka duka bersama, mulai saat ini."



Hyungseob tersenyum, mengecup sekilas bibir Woojin, kemudian menenggelamkan wajahnya kembali di dada Woojin, menyembunyikan semburat merah di sana.










"Aku sangat mencintaimu, Woojin-ah."

Boss? +jinseobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang