"G-guanlin?"
Sosok yang dipanggil Guanlin itu tersenyum manis. Mengusak rambut Hyungseob lembut.
"Kau masih manis saja."
"Ba-bagaimana bisa?!" Hyungseob masih tidak percaya, "bagaimana bisa dari Taipei?!"
"Memang aku tidak boleh merindukan kelinci kecilku ini?"
Hyungseob refleks memeluk tubuh tinggi Guanlin. Dengan senyum cerianya, ia menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Guanlin.
"Kemana saja selama ini? Kenapa tidak menghubungiku sama sekali?" Hyungseob bertanya lirih.
"Maaf, tiba-tiba saja ponselku hilang dan aku kehilangan nomormu" Guanlin mengusap punggung Hyungseob, "kau akan pergi kemana?"
Hyungseob melepas pelukannya, "astaga! Aku akan bertemu denganmu nanti siang di Olive Cafe dekat persimpangan, sekarang aku sudah terlambat!"
Guanlin menatap tubuh Hyungseob yang semakin lama semakin semu dibawa berlari.
"Aku akan mendapatkanmu, Hyungseob-ah."
{···}
"Kenapa kau baru berangkat, Hyung?"
Hyungseob mengangkat tangan, tanda supaya Seonho menunggu sebentar ketika ia sedang menetralkan nafasnya.
"Huh, ada urusan," jawabnya sembari mengusap peluh, "tadi tidak sengaja juga bertemu teman lama."
Seonho mengernyitkan dahinya, "teman lama?"
Hyungseob mengangguk, "nanti siang aku akan makan siang dengannya di Olive. Ingin ikut dan kukenalkan dengannya?"
Seonho sedikit menimbang dan akhirnya mengiyakan. Bukankah tidak salah jika ia bergabung untuk sekedar makan siang? Toh, ia hanya akan makan siang sendiri di kantin.
"Hyungseob-ssi."
Hyungseob, Seonho, dan ketiga karyawan lain serentak memandang pintu. Beberapa mulai terkejut setelah mengetahui siapa yang datang mencari Hyungseob.
"N-ne, Woojin-ssi?"
"Boleh ikut denganku sebentar?" Woojin berkata dengan nada tegasnya, "ada sesuatu yang ingin aku diskusikan tentang pemasaran perusahaan."
Hyungseob berdiri, berjalan ke arah Woojin, "baiklah."
{···}
Guanlin memandang sekelilingnya puas. Kini ia sudah sampai ke Korea, tempat pertemuan awalnya dengan Hyungseob 15 tahun lalu.
Memorinya kembali berputar, masih teringat dengan jelas bagaimana sosok Hyungseob yang polos itu memanggilnya riang setiap pagi untuk berangkat bersama ke sekolah. Ah, ia sangat merindukan panggilan itu lagi.
"Guanlinie! Cepatlah!"
Guanlin yang baru saja mendudukkan dirinya di meja makan segera berlari keluar mendengar panggilan Hyungseob. Mereka sekarang sudah berada di tingkat dua sekolah menengah atas, terhitung lima tahun selalu berangkat bersama.
"Guanlin-ah, makananmu!"
"Aku akan sarapan di kantin, Bun! Hyungseob sudah menunggu!"
Bunda Guanlin hanya menggelengkan kepala. Ia tahu betul putranya menaruh perhatian pada Hyungseob, tetangga depan rumah mereka. Rasa takut mulai muncul ketika keluarga Lai telah merencanakan kembali ke Taipei setahun lagi. Bunda Guanlin takut anaknya itu akan merasakan sakit hati yang berlarut jika putranya harus pergi dari Hyungseob.
"Huh, Guanlin lama," Hyungseob mempoutkan bibirnya.
"Maaf, habis semalam ada timnas."
"Tapi kau sudah sarapan? Kalau belum, sarapan dulu, aku tunggu. Daripada maagmu kambuh lagi."
Guanlin terdiam sejenak, tidak mungkin membiarkan Hyungseobnya menunggu.
"Aku sudah makan, kok."
Hyungseob tersenyum lebar dan menggandeng tangan Guanlin dengan erat. Tidak menyadari bahwa yang dilakukan membuat jantung seseorang di sampingnya berdegup kencang.
"Ayo berangkat sebelum tertinggal bus! Eh.. eh, tapi.." Hyungseob memandang lekat wajah Guanlin, "kenapa wajahmu merah sekali?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Boss? +jinseob
Fiksi Penggemar[COMPLETED] Ahn Hyungseob bekerja pada perusahaan yang sama dengan kekasihnya, Park Woojin, dengan segala rahasia yang tersimpan. Masalah banyak bermunculan, apakah mereka dapat melewati semuanya? #101 in Fanfiction [171109] 2017, jidatoppa