1.8

3.4K 649 74
                                    

Hening menyelinap di antara Hyungseob dan Seonho yang sedang berjalan kembali ke ruangan, selepas makan siang. Seonho terlihat murung, meski ekspresinya biasa saja dan cenderung memberi senyum, namun, bibirnya bungkam, tidak banyak bicara seperti biasa.

"Seonho-ya.."

Seonho menoleh, memberi senyum manis kembali. Jujur, Hyungseob tidak suka senyum itu. Ah, tepatnya, senyum manis yang dibuat-buat itu.

"Apa Guanlin kasar sekali?"

"A-apa? Tidak tidak!" Seonho menggeleng cepat, "yang ia lakukan sangatlah wajar. Mungkin jika aku menjadi dirinya, aku akan melakukan hal yang sama."

Hyungseob mengusak rambut temannya itu sayang, "lupakan apa yang telah terjadi. Aku yakin Guanlin adalah teman yang baik. Kalian hanya perlu saling mengenal."

Seonho kembali mengangguk patuh. Kali ini, matanya berbinar, merasa sedikit lega.

"Sepulang kerja nan--"

"Hyungseob-ssi! Seonho-ssi!"

Hyungseob dan Seonho berbalik, menemui Eunki yang datang mendekat.

"Bisakah membantuku sedikit?"

Hyungseob dan Seonho saling menatap sebelum mengiyakan.

"Salah satu di antara kalian, tolong pergilah ke ruangan sekretaris Park," Eunki menyerahkan sebuah map merah ke tangan Hyungseob, "serahkan berkas ini kepadanya, itu akan digunakan Woojin-ssi pada meeting bersama Kim Group minggu depan."





{···}





Tok tok tok

Woojin membenarkan letak kacamatanya, mengalihkan sebentar perhatiannya dari laptop ke arah sumber suara, "ya, masuk."

"Woojin-ssi?"

Woojin tersenyum, "ada apa?"

"Aku membuatkanmu cappucino, spesial."

"Terima kasih, Jihoon-ssi," Woojin menerima secangkir cappucino panas yang dibawa Jihoon, "meski aku tidak tahu maksudmu memberiku ini."

Jihoon terkekeh, "anggap sebagai penyemangat. Minumah sebelum dingin, aku akan keluar," ia menunjukkan senyum miring, ganjil, "jika kau butuh sesuatu, aku ada di ruangan."

"Baiklah, sekali lagi, terima kasih."









"Semoga ini berhasil."






{···}






"Aku saja yang pergi ke ruangan Jihoon-ssi."

Seonho menampakkan wajah tidak enaknya.

"Apa tidak aku saja, Hyung?"

"Tidak apa," Hyungseob tersenyum, "lanjutkan saja pekerjaanmu."









Pintu abu-abu menyambut setelah Hyungseob menaiki dua tangga. Kesialan hari ini adalah lift kantor rusak. Klise.

Map di tangannya dipastikan masih baik, kemudian ia melanjutkan langkah mendekat ke ruangan di depan.

Ia mengetuk pintu sekali, namun, tidak ada respon. Baru setelah ia akan mengetuk pintu untuk kedua kalinya, ia mendengar sesuatu yang ganjil.

"Ah.. pelan, uh!"

Hyungseob khawatir. Apa Jihoon baik saja di dalam?

Tangannya memegang kenop pintu. Belum sampai ia buka, pintu itu sudah terbuka dengan sedikit dorongan. Ternyata tidak dikunci.

Hyungseob melongok ke dalam, memanggil nama Jihoon lirih. Masih tidak ada jawaban, justru suara-suara Jihoon yang membuatnya khawatir itu semakin jelas terdengar.











Hatinya sakit. Rasanya ia ingin mengulang waktu dan tidak akan menerima permintaan Eunki beberapa waktu lalu. Tidak akan pernah.

Air matanya mulai menggenang, siap menetes sedetik setelah ia berkedip. Dengan segenap kekuatan yang masih tersisa, ia mundur perlahan.

Kesialan kedua hari ini, map merah jatuh ketika ia ingin melarikan diri.

Beberapa detik setelahnya, kedua pasang manik mata memperhatikannya, terkejut. Hyungseob hanya memberikan senyum tipis.

"Aku datang untuk membawakan berkas dari Eunki-ssi," Hyungseob menaruh map yang sempat terjatuh di atas rak pendek tak jauh dari tempatnya berdiri, "maaf mengganggu kalian."

Suaranya yang bergetar mengakhiri. Ia segera berjalan cepat untuk turun dan kembali ke ruangannya sendiri, jika kuat. Jika tidak, mungkin kamar mandi adalah tempat pilihan untuk menangis?





"Seob-ah!"

Panggilan itu, bila diberikan pilihan, ia memilih untuk tidak mendengarnya untuk saat ini.

"K-kau memanggilku, Woojin-ssi?"

"Hyungseob-ah, aku minta maaf. Aku tidak--" Woojin berkata lirih.

"Ssst, kau ingat ini di kantor, bukan?" Hyungseob tersenyum, namun pertahanannya runtuh, ia menangis, "lanjutkan, sesuka hatimu."






{···}






Seonho resah di tempat duduknya. Hyungseob belum kembali, padahal tugas awalnya hanyalah untuk memberikan berkas kepada Jihoon. Namun, ini sudah 15 menit, waktu yang terlalu lama.

Hal yang membuatnya bertambah resah adalah ponsel Hyungseob yang sedari tadi berdering. Sekali ia mengecek, siapa yang menelepon, dan mendapati nomor tak dikenal di sana.

Setelah panggilan ke sembilan, Seonho memberanikan diri mengangkat telepon yang tertuju pada Hyungseob itu.

"Halo?"

"Hyungseob-ah!"

Suara berat di seberang tidak asing. Ia yakin tentang siapa yang menelepon saat ini.

"Guanlin-ssi?"

"Tunggu, siapa ini?!"

"A-aku Yoo Seonho, maaf ak--"

"Mengapa kau mengangkat telepon Hyungseob?! Mana sopan santunmu?!"

"Hyungseob Hyung sedang keluar dan ponselnya terus berdering, jadi--"

"Menjauhlah, rencanaku gagal karenamu, pengacau."





Sambungan telepon terputus. Seonho memegang dadanya yang sesak. Kenapa rasanya seperti ini?






{···}






Author note :

Chapter selanjutnya akan diprivate karena ada sedikit unsur dewasa.

Boss? +jinseobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang