1.9

3.3K 630 124
                                    

Gebrakan keras di meja menggema di seluruh ruangan. Woojin ada di sana dengan segala emosi yang berapi. Ia masih tidak menyangka dengan apa yang ia lakukan sendiri sebelumnya, rasanya ganjil, ia merasa dikontrol, semua hal menjijikkan itu bukan kehendaknya sendiri.

"Apa yang sudah aku lakukan?! Sadarlah Woojin-ah!" ia mengacak rambutnya frustasi, mengubah tatanan yang rapi itu menjadi berantakan.

"Permisi," suara orang yang sedang berusaha ia hindari itu kembali terdengar, "apa kau membutuhkan bantuan? Lihatlah, gajah kecilmu belum dapat tertidur."

Shit.

Jihoon datang dengan kemeja yang sudah acak-acakan. Mungkin karena ulah Woojin? Entah, ia sendiri tidak ingat. Terlihat jelas mata Jihoon yang bergerak dari ujung kaki Woojin dan berhenti di pangkal pahanya, memandang junior Woojin yang (sekali lagi) belum dapat tertidur.

Woojin dapat berpikir, bahwa ia harus menjauh. Namun, ia pastikan ada yang salah dalam dirinya, ia tidak mampu menghindari godaan Jihoon.

"Sial, ada apa dengan diriku?"

"Aku ingin pergi, tapi melihatnya membuatku tidak mampu berkutik. Aku ingin menghabisinya!"

"Shit! Kenapa badannya menggoda sekali?"

Woojin memukul-mukul kepalanya, berusaha sadar dan segera mengakhiri pikiran kotornya itu.

"Jangan, tanganmu sia-sia jika kau gunakan untuk memukul kepalamu yang tidak salah," Jihoon memegang tangan Woojin, menghentikan pergerakannya, "lebih baik kau gunakan untuk menyentuhku."






Woojin menenggak habis cappucino buatan Jihoon yang tinggal seperempat cangkir. Rasanya enak, seperti cappucino pada umumnya. Hanya saja, tentu tetap berada di bawah level cappucino Hyungseob yang nomor satu.

Ia kembali berkutat pada laptopnya, namun, detik berikutnya ia merasa pening, tubuhnya panas. Woojin tidak tahu ada apa dengan tubuhnya, seluruh ototnya tegang, lebih lagi pada daerah kemaluannya. Terlintas di benaknya, tubuh lelaki yang membuat syahwatnya lemah. Bukan Hyungseob, bukan. Anehnya, ini Jihoon.

Memang, Woojin akui tubuh Jihoon lebih menggoda. Pantatnya yang sintal tentu menjadi idaman banyak lelaki, bukan? Namun, Woojin tetaplah Woojin yang mencintai Hyungseob. Sepadat apapun tubuh Jihoon, melirik saja tidak ada dalam kamusnya. Aneh, hari ini semuanya seakan berbalik dan hasrat 'mengungguli' Jihoon tiba-tiba saja muncul.

Woojin segera berlari keluar, mengarahkan kakinya ke ruangan Jihoon. Ia masuk tanpa permisi, memperlihatkan Jihoon yang sedang duduk di depan meja berisi tumpukan berkas.

"Oh? Woojin-ssi!" Jihoon membulatkan bibirnya kaget. Atau lebih tepatnya berpura-pura kaget, mungkin? Woojin ingin mengucap sumpah serapah, kenapa ia sangat tergoda dengan Jihoon saat ini?

"Jihoon-ah! Bantu aku-- ah! Sial, kau sangat menggoda!"

Ditariknya Jihoon dari kursi, kemudian Woojin memojokkannya di tembok. Jihoon tidak takut. Hei, untuk apa takut? Bukankah ia harusnya puas karena seluruh rencananya untuk menggoda Woojin terlaksana dengan baik? Jangan lupakan rasa terima kasih Jihoon pada Shihyun yang dengan berat hati akhirnya memberikan obat perangsang padanya untuk Woojin.

Woojin mencium bibir Jihoon cepat, terkesan kasar. Ia melumat tanpa ampun, menggigit bibir bawah Jihoon beberapa kali. Tangannya tidak diam, keduanya seakan bekerja sama untuk meloloskan kaki mungil Jihoon dari celananya. Setelah celana panjangnya terjatuh bebas, tangan kanannya memainkan junior Jihoon dari luar cdnya, sedang tangan kirinya tak henti meremas pantat besar lelaki di dalam kendaliannya itu. Bibir Woojin yang sedari tadi mencumbu berhenti, membuat Jihoon dapat bernapas bebas, namun, tidak sampai di situ, kini cumbuan Woojin beralih ke lehernya!

"Ah.. pelan, uh!"

Jihoon mengeluarkan desahan yang sedari tadi tertahan. Bagaimana bisa menahan lagi ketika lehermu dimainkan oleh lidah nakal Woojin, ditambah juniormu yang diremas tanpa ampun oleh tangan kekarnya?

Bruk

Woojin refleks menghentikan aktivitasnya. Bersamaan dengan Jihoon, ia menoleh, memerlihatkan Hyungseob yang kikuk mengambil map di lantai. Setelah berdiri, terlihatlah matanya yang berkaca.

"Aku datang untuk membawakan berkas dari Eunki-ssi, maaf mengganggu kalian."

Suaranya bergetar. Hyungseob langsung berlari keluar, setelah meninggalkan map merah itu di atas rak. Mata yang berkaca dan senyum tipisnya menyadarkan Woojin, ini salah! Hyungseob kekasihnya, apa yang telah ia lakukan?

Setelah menyeka saliva yang tertinggal di bibirnya, ia keluar, meninggalkan Jihoon untuk menemui Hyungseob.


"I got you, Woojin-ah."




{···}




Berapa puluh kali Hyungseob mencoba tegar pun, air matanya tidak bisa berhenti menetes. Ia sudah setengah jam berada di bilik kamar mandi paling pojok, namun, keadaan tak bisa membuatnya keluar seperti ini. Matanya sangat sembab dan wajahnya pasti akan sangat merah setelah menangis.

"Aku tidak menyangka, hiks," ia berkata lirih, sangat lirih memang, namun, keadaan sepi dan suaranya sedikit menggema.

"AHN HYUNGSEOB! BUKA PINTUNYA!"

Hyungseob terkejut. Suara Woojin di luar. Ia tahu betul, suara itu, suara berat milik Woojin.

"Hyungseob-ah, kau di mana? Maafkan aku," langkah kaki terdengar mendekat, "jangan takut, bukalah, tidak ada siapapun di sini."

Akal Hyungseob menolak menanggapi ucapan Woojin, namun, hatinya berkata lain, ia membuka pintu bilik yang ia tempati.

Baru saja pintu itu terbuka, tubuhnya sudah terengkuh. Pelukan Woojin selalu menjadi favoritnya, selalu hangat, dan nyaman.

"Hyungseob-ah, maafkan aku," Woojin mengusap kepala Hyungseob yang mulai terisak kembali, "kau tau betapa sulitnya aku menghindari Jihoon? Dia licik, semuanya di luar kendali tubuhku,"

Woojin mengecup puncak kepala Hyungseob beberapa kali, "percayalah padaku, aku hanya mencintaimu, hanya akan menikah denganmu, hanya akan memberikan separuh hidupku padamu, Hyungseob-ah. Aku berjanji."

Boss? +jinseobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang