1.7

3K 693 38
                                    

"Woojin-ssi, apa kau suka kopi?"

Woojin menatap Jihoon yang ada di depannya. Pertanyaannya aneh, ia rasa. Bagaimana bisa pertanyaan seputar kopi bisa menjadi topik baru di sela-sela pembicaraan bisnis.

"Ya, aku suka cappucino."

"Cappucino, uh?" Jihoon mengernyit, "apa enaknya cappucino?"

Woojin tersenyum simpul, "itu hanya istimewa."










Woojin berlari kecil menuju kelas. Tahun ini adalah tahun terakhir kuliahnya, namun, ia masih saja tidak bisa meninggalkan kebiasaan buruknya -terlambat-. Bagaimana pula, keterlambatannya kali ini mungkin lebih terlihat bijak, ya, ia terlambat karena semalam suntuk merevisi skripsinya. Tidak buruk.

Bruk

"Ah panas!"

Woojin refleks menjerit ketika panas menjalar di perutnya. Bau khas tercium, kopi?

"Ma-maaf, maafkan aku, maaf."

"Apa kau tidak melihat aku sedang berlari? Tidak bisakah cukup menepi dan sembunyikan kopi sialanmu itu?!" Woojin meninggikan suaranya, "lihat! Kemejaku kotor dan ini sangat panas!"

Terlihat mata bulat di depannya mulai berair. Tatapannya mulai sendu.

"Sekali lagi, aku minta maaf," kata si pembawa kopi itu gemetar, "apa yang harus aku lakukan untuk menebusnya?"

"Seenaknya! Memang kau bis--"

"Hiks.."

Woojin seketika terdiam ketika lelaki kopi itu mulai menangis. Ia merasa tidak enak, terlebih lelaki itu terlihat sangat rapuh.

"Ma-hiks, maafkan aku, itu-hiks, kau datang dengan berlari-hiks secara tiba-tiba, aku-hiks, tidak sempat menepi," katanya sembari mengusap pipinya yang basah.

"Ah ah, oke, tidak apa. Aku tidak apa," Woojin segera menyejajarkan wajahnya dengan wajah lelaki di depannya, turut menghapus air matanya, "berhentilah menangis."

"Benarkah?"

"Ya. Kau sepertinya menyukai kopi. Benarkah?"

Lelaki itu sudah berhenti menangis, meski wajahnya masih merah dan basah, "aku sangat suka membuat kopi, meski tidak terlalu suka meminumnya," ia menimbang, "apa kau berkenan mencicipi kopiku? Keahlianku adalah cappucino."

"Sepertinya menarik," Woojin tersenyum, "aku Park Woojin, kau?"

"Aku Hyungseob," dengan senyum cerianya ia menjawab, "Ahn Hyungseob."


Detik itupun, Woojin menyadari, ada banyak cara untuk membuat dirinya bahagia. Salah satu darinya adalah melihat senyum manis milik Hyungseob.






{···}





"Um, ya, aku Yoo Seonho."

Guanlin menghela nafas. Siang ini seharusnya menjadi makan siang berduanya dengan Hyungseob setelah berpisah, namun, kenapa lelaki ini merusuh?

Seonho yang mengetahui betul gelagat Guanlin mulai merasa tidak enak. Ia berdiri sebelum berucap, "Hyungseob Hyung, sepertinya lebih baik aku makan siang di kantor. Sepertinya menu hari ini enak," sembari tersenyum dan beberapa kali menatap Guanlin takut.

"Ya! Guanlin-ah!" Hyungseob tiba-tiba memanggil dengan nada yang tinggi, "bisakah sedikit lebih sopan dengan temanku?"

"Ti-tidak apa Hyung, aku memang benar ingin makan siang di kantin."

"Guanlin-ah!"

"Memang siapa dia? Aku hanya ingin berdua denganmu hari ini," Guanlin merespon dengan enteng, tanpa ada rasa simpati terhadap perasaan Seonho yang sekarang sudah bercampur aduk.

"Hyung, aku tidak ingin makan siang di sini, mengertilah," sekali lagi Seonho tersenyum lembut, "segera kembali ke kantor sebelum jam makan siang berakhir!"

Hyungseob menatap Seonho yang kini telah menghilang di balik pintu.

"Guanlin-ah, kau berbeda."

Guanlin menatap Hyungseob lekat, "apa yang berubah dariku?"

Hyungseob memutar bola matanya jengah, "dia sahabatku dan kau menghancurkan hatinya."

"Hyungseob-ah.."

"Kita akan bertemu lagi besok, hari ini waktuku menemani Seonho makan siang," Hyungseob berkata kemudian berlalu meninggalkan Guanlin yang mulai mengepalkan tangannya geram.




"Karena kau, Yoo Seonho-ssi, aku kehilangan kesempatan untuk mendapatkan Hyungseob. Jadi, siapkah kau berhadapan denganku?"

Boss? +jinseobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang